Polemik relokasi pembangunan Gereja Yasmin di Kota Bogor, Jawa Barat, memunculkan debat soal sejauh mana mediasi sebagai salah satu pendekatan resolusi konflik dapat diandalkan dalam memenuhi hak asasi manusia (HAM). Ini khususnya dalam kasus-kasus konflik kebebasan beragama dan berkeyakinan yang kerap melibatkan pihak-pihak dengan posisi tawar yang timpang.
DARA – Pandangan di atas disampaikan Beka Ulung Hapsara, Komisioner Komnas HAM, dalam webinar publik “Memperkokoh Jembatan Kebangsaan: Belajar Mediasi Konflik dari Pengalaman Jusuf Kalla”.
Webinar dilaksanakan secara virtual oleh PUSAD Paramadina dan Universitas Paramadina dalam rangka merayakan hari proklamasi, Kamis (19/8/2021).
Beka menyampaikan hal di atas ketika menanggapi paparan Jusuf Kalla mengenai pentingnya mediasi dalam penyelesaian konflik.
Pada tahun 2010, Komnas HAM mengeluarkan Standar Operasional Prosedur Mediasi HAM yang mengatur penggunaan mediasi sebagai salah satu cara penyelesian konflik terkait HAM di Indonesia.
Selain fungsi penyelidikan dan pemantauan, mediasi juga menjadi andalan Komnas HAM dalam menyelesaikan kasus konflik dan pelanggaran HAM di Indonesia.
Menurut Beka, mediasi bukan proses yang singkat. Banyak tahapan yang harus dijalankan dengan benar. Dilema antara pemenuhan prinsip netralitas dan keberpihakan pada korban atau kelompok yang lebih lemah juga dialami Komnas HAM.
Lanjut Beka, penerapan mediasi dalam penyelesaian kasus terkait HAM bukan tanpa tantangan. Prinsip kesetaraan harus lebih dulu dipastikan agar pihak yang lebih lemah dapat lebih berdaya ketika duduk di meja perundingan. Pendekatan informal penting dilakukan dalam membuka komunikasi dengan pihak yang bertikai.
Tambah Beka, mediasi juga berguna sebagai forum yang dapat “memaksa” negara untuk hadir dan terlibat dalam pemenuhan hak warga. Hal ini juga menjadi bagian dari rencana pemulihan korban yang sebelumnya tidak mampu menuntut haknya.
Meski memiliki peluang, penerapan mediasi oleh Komnas HAM juga masih memiliki hambatan. Mandat Undang-Undang hanya memperbolehkan komisioner untuk menjadi mediator.
Jumlah komisoner yang terbatas tentu menjadi kendala sehingga diperlukan tenaga tambahan mengingat jumlah kasus yang masuk ke Komnas HAM tidak sedikit.
Selain JK dan Beka, webinar juga manghadirkan Bima Arya Sugiarto (Walikota Bogor), Sandra Hamid (The Asia Foundation), Sana Jaffrey (Institute for Policy Analysis of Conflict, IPAC), dan Shiskha Prabawaningtyas (Universitas Paramadina) sebagai narasumber.
Dalam pengantar webinar, Direktur PUSAD Paramadina Ihsan Ali-Fauzi menyatakan, mediasi makin penting diprioritas karena konflik-konflik terkait kerukunan di Indonesia terjadi di antara pihak-pihak yang tidak seimbang.
Misalnya terkait pendirian gereja di wilayah yang didominasi Muslim atau pendirian masjid di wilayah yang didominasi Kristen atau Katolik. Contoh lainnya adalah konflik terkait jemaat Ahmadiyah atau kelompok
kepercayaan.
Dalam konflik-konflik seperti ini, mediasi bermanfaat karena proses itu menyeimbangkan posisi para pihak yang bertikai. Solusinya juga diharapkan win-win solution, karena didasarkan atas kepentingan semua pihak, dan berjangka panjang, karena para pihak menetap di komunitas yang sama dan harus memelihara kerukunan. Mediator memainkan peran sebagai penengah yang tidak berpihak.
Karenanya, lanjut Ihsan, mediasi yang benar harus dipelajari dan dipraktikkan dengan baik. Kalau tidak, yang terjadi adalah pemaksaan kehendak mayoritas kepada pihak-pihak yang lebih lemah. Akibatnya, yang akan terjadi bukan kerukunan tapi “perukunan”, bukan persatuan tapi “persatean”.
Dalam rangka itu, PUSAD Paramadina telah cukup lama mengadakan penelitian dan pelatihan dalam bidang binadamai dan resolusi konflik di Indonesia. Melalui jaringan pemerintah, tokoh agama, masyarakat sipil, dan forum-forum seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), kampanye binadamai terus diupayakan guna menjaga kehidupan beragama dan berkeyakinan yang rukun dan toleran di Indonesia.
Webinar juga disiarkan langsung lewat kanal Youtube PUSAD Paramadina. Rekaman lengkapnya bisa disaksikan di sini: https://www.youtube.com/watch?v=RmsC3jqPbiA.***
Editor: denkur