OLEH: Sabpri Piliang
WARTAWAN SENIOR
OPERASI “Iron Sword” (Gaza), saya pikir tadinya hampir usai. Saya juga berasumsi, Operasi “Nothern Arrow” (Lebanon) mendekati titik akhir. Cukup kaget, dengan perkembangan terakhir.
Kekalahan Brigade Al-Qassam dan Brigade Al-Quds, yang linear dengan habisnya pucuk pimpinan Hamas, adalah “benchmark”. Sebutlah pamungkas, sejalan dengan terbunuhnya Yahya Sinwar, sebagai “primary target”.
Sejatinya Hamas sudah rontok. Secara psikologis, Hamas “habis”. Gaza sepenuhnya, semestinya sudah di tangan Israel. Membaca pikiran siapa pun. Termasuk yang membaca tulisan ini.
Nyaris tak ada sisa. “Habis Tanpa Sisa”, meminjam sebuah judul lagu sebuah group band legendaris. Mulai: Saleh Al-Aroury, Mohammad Deif, Marwan Issa, Ismail Haniyeh. Hamas mestinya kocar-kacir.
Tak ada lagi pemimpin populis, dari salah satu faksi perlawanan Palestina ini. Kecuali Khaled Meshaal. Di dapuk menggantikan Sinwar, mantan pemimpin Hamas di Suriah tersebut, menolak.
Publik dunia pun, baik pro atau kontra terhadap perjuangan Hamas (baca: Palestina). Berasumsi sama. Hamas telah habis. Hamas, pun gagal menunjuk pemimpin baru.
Ketiadaan pemimpin populis, Hamas lantas mengubah format baru kepemimpinan. Menjadi pemimpin ‘kolektif kolegial’, tanpa menonjolkan nama-nama.
Perang Gaza yang menyeret Hezbollah di Lebanon, “setali tiga uang”. Mulai “Bom Pager”, terbunuhnya Sekjen Hezbollah, Hasan Nasrallah, lalu diikuti tewasnya calon suksesor-nya Hashem Saffiedine. Ini serius!
Mengapa serius? Hezbollah dianggap juga habis dari sisi “rantai” komando. Garis “arsir” tebal, ‘second’ maupun ‘tersier’ komando semua habis terpotong. Tanpa sisa.
Secara logika, tidak mudah bagi Hezbollah untuk kembali kuat, seperti saat ini. Lihat saja, kematian Nasrallah, diikuti atau didahului oleh terbunuhnya: Ibrahim Muhammad Qabisi (kepala misil dan roket), Ibrahim Aqil (Kepala Operasi Pasukan elite Radwan), Fuad Shoukr (Kepala Unit Strategis), dan Ali Karaki (Komandan Front Selatan).
Baik Qabisi, Aqil, Shoukr, dan Karaki, dari sisi rantai komando adalah eselon satu dan langsung di bawah Nasrallah. Di bawahnya, ada lima Komandan lagi, yang bisa disebut sebagai eselon dua-nya Hezbollah.
Dari lima, empat diantaranya, juga telah terbunuh: Abu Hassan Samir (Kepala pelatihan Pasukan elite Hezbollah/Radwan), Muhammad Hussein Srour (Komandan komando Utara), Sami Taleb Abdullah (Komandan Unit Nasser), Muhammad Nasser (Komandan Unit Aziz). Sementara yang masih ada, Abu Ali Rida (Komandan Unit Bader).
Semua pimpinan senior Hezbollah dalam hierarki Hassan Nasrallah, habis. Juga Hamas, habis. Semua habis, tahun 2024, dalam perlawanan membela Gaza. Hezbollah dan Hamas kalah dan menyerah?
Terkejut? ketika puluhan pasukan infanteri (komando elite) Brigade Golani tewas dan terbunuh di Gaza dan Lebanon. Saat-saat bandul opini mengarah pada kemenangan Israel (terutama di Gaza), korban-korban di level komando elite Israel tewas oleh perlawanan Hamas dan Hezbollah.
Brigade Golani, Pasukan infanteri baret coklat Israel ini sangat disegani. Spesialis bertempur di front Utara, hingga kini lebih dari 100 pasukannya telah tewas di front Lebanon.
Lebanon, yang berbukit dan lembah. Bukan medan ringan bagi Golani. Banyak yang mengingatkan, agar Israel membuat kesepakatan karena Lebanon adalah lubang yang akan menelan mereka. Hezbollah membaca taktik Brigade Golani dengan jitu, dan mengeliminasinya.
Analis militer Israel Yossi Yehoshua mengingatkan, lebih 100 Pasukan elite Golani telah tewas. Mencerminkan, besarnya kerugian Israel. Diantaranya, pada Batalyon ke-52 Golani.
Di Gaza terbaru, Brigade Al-Qassam (16/11) dari jarak dekat, membunuh tiga tentara Israel (Gaza Utara). Beberapa hari sebelumnya, satu Pasukan Israel tewas oleh ‘snipper’ Al Qassam. Apakah betul Hamas sudah nyaris kalah? Benarkah Israel hampir tuntas menguasai Gaza?
Indikator yang menyebut, Israel kini tengah krisis pasukan. Terlihat dari variabel, enggannya tentara cadangan bertempur lagi.
Variabel lain, upaya rekrutmen 7.000 anggota Yahudi ortodoks (Haredim), yang ditentang dengan demo oleh komunitas religius Yahudi itu, akankah berhasil? Semua ini, membuat Israel dalam posisi rawan. Israel krisis SDM militer.
Mendesaknya amandemen UU untuk memasukkan kaum religius (Yahudi ortodoks) yang selama ini dibebaskan dalam wajib militer. Seperti ada hal mendesak bagi IDF. Tak urung Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz fokus menyangkut rekrutmen terhadap Haredim.
Sejalan, apa yang dikatakan anggota Knesset (Parlemen Israel) Dan Illouz (Partai Likud), seperti dikutip “Jerusalem Post” (17/11). Apakah Perang Gaza sudah mendekati akhir? “Selama Hamas mempertahankan Jalur Gaza. Kekuatan lain tak dapat mengambil alih kendali”. Demikian, Dan Illouz.
Anggota partai PM Benyamin Netanyahu (Likud) ini mengingatkan. Israel tidak dapat menyatakan Perang di Gaza berakhir. Sampai para sandera yang ditawan Hamas dikembalikan.
Perang Hamas-Israel di Gaza, yang telah berlangsung 405 hari, belum bisa dikatakan Israel menang. Begitu juga Perang Hezbollah-Israel di Lebanon Selatan. Kematian dan kehilangan pemimpin telah menjadi rutinitas yang “dinikmati”, baik oleh Hamas maupun Hezbollah. Tak ada lagi “airmata”.
Dua kematian terbaru IDF, Sersan Idan Kenan (Batalyon Nachson 90) di Gaza Utara oleh Hamas (pagi tadi/17 Nov), dan Sersan Ori Nisanovich (Brigade elite Golani) kemarin di Lebanon) oleh Hezbollah. Adalah faktualitas yang mengatakan, pertempuran masih akan panjang.
Peperangan Gaza, mestinya bisa diakhiri segera. Mencegah Palestina merdeka berkepanjangan, hanya akan memunculkan pertumpahan darah tiada akhir, di: Israel, Palestina, dan Lebanon.
Isolasi diri, akan terus membuat Israel diterjang paranoid. Solusi dua negara di tanah yang sama, ke perbatasan sebelum Perang 1967. Adalah kunci perdamaian komprehensif di Timur Tengah.
Tak perlu ada lagi kematian. Biarkan generasi baru Palestina dan Israel bergandengan tangan.