Kongres Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Dipercepat, yang rencananya akan digelar PB PARFI, di Jakarta, Selasa (10/03/2020) mendatang, dinilai cacat prosedural.
DARA| JAKARTA- Hal ini disampaikan Hermansyah GA, selaku Pengurus Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Daerah Lampung.
“Mewakili suara daerah lainnya se-tanah air, yaitu PARFI yang bernaung di bawah Kepengurusan Parfi Hasil Kongres XV di Mataram, Nusa Tenggara Barat, tahun 2016, kami menilai Kongres PARFI Dipercepat oleh PB PARFI cacat prosedur,” jelasnya seperti dilansir galamedianews.com, di Jakarta, Sabtu (7/03/2020).
Pembentukan panitia kongres, menurut Herman, tidak menggunakan mekanisme sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PARFI.
“PB PARFI hingga saat ini tidak ada pengurus. Pembentukan panitia main tunjuk. Panitia kongres hanya di SK kan oleh Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO). Pembentukan panitia kongres tidak sesuai mekanisme yang seharusnya didahului Rapat Pimpinan Nasional,” paparnya.
Oleh karena itu, atas nama anggota PARFI, Herman berharap, Pemerintah dalam hal ini, Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo, dan kementerian terkait, dapat memberi perhatian terhadap masalah yang dihadapi para insan perfilman ini.
Menteri terkait dalam hal ini, adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Wishnutama Kusubandio.
Hermansyah juga menyampaikan secara krolologis hal-hal yang menjadi krusial di tubuh PARFI. Antara lain, lima hari usai Kongres XV di Mataram NTB, pasca Gatot Brajamusti (Ketua Umum terpilih kongres XV ditangkap), serta merta secara sepihak, Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO), Aspar Paturusi, melantik Andryega da Silva, menjadi Ketua Umum PARFI 2016-2021.
“Padahal Gatot Brajamusti secara sah dan terang benderang, terpilih hasil kongres XV,” ujarnya.
Baru tiga bulan berjalan Andryega da Silva, dipecat dengan tidak hormat oleh DPO. Lalu menunjuk aktris Wieke Widowati sebagai penggantinya.
Satu bulan kemudian Wieke Widowati diberhentikan sepihak. Kemudian DPO membentuk panitia Kongres Luar Biasa (KLB), serta secara aklamasi menunjuk Febrian Aditya (Ketua KFT) menjadi Ketua Umum PARFI.
Febrian Aditya selanjutnya membentuk pengurus dihampir tiap daerah, hingga PARFI memiliki pengurusan ganda. Pada 1 Agustus 2019, Febrian Aditya membuat kesepakatan dengan aktor senior, Soultan Saladin sebagai Pejabat Ketua Umum PARFI, pengganti Gatot Brajamusti untuk kembali pada PARFI hasil Kongres NTB.
“Tapi beberapa hari setelah kesepakatan itu, Febrian Aditya dipecat dengan tidak hormat oleh DPO. Lalu menunjuk Piet Pagau sebagai Ketua Umum PARFI. Namun satu hari usai dilantik Piet Pagau mundur bersama perangkatnya,” ujar Herman.
Herman memandang apa yang ditempuh PB PARFI tidak sesuai mekanisme Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PARFI, dan tidak sesuai dengan organisasi dimanapun.
Oleh karena itu, mewakili suara pengurus PARFI di sejumlah daerah yang bernaung di bawah Kepengurusan Parfi Hasil Kongres XV di Mataram, Nusa Tenggara Barat, tahun 2016, Herman mengharapkan Pemerintah dapat mengambil langkah-langkah kondusif.
“Mohon diambil tindakan baik berupa reinforcement, berupa sanksi sesuai aturan yang berlaku bagi oknum yang telah mencemarkan nama baik PARFI tersebut,” harapnya.
Pihaknya juga memohon, kiranya Pemerintah segera menerbitkan SK. Kemenkumham bagi Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PARFI yang dipimpin Soultan Saladin, sebagai Pejabat Ketua Umum PARFI, dan Dr Kun Nurachadijat, M.B.A, sebagai Sekretaris Jenderal DPP PARFI.
“Mereka sudah bertemu langsung dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, bapak Prof. Yasonna Laoly, di Jakarta, Selasa, 7 Januari 2020 lalu,” ujar Hermansyah GA menutup penjelasannya.
Editor : Maji