DARA | JAKARTA – Cerita mengenaskan datang dari Solo, Jawa Tengah. 14 anak terinveksi HIV/AIDS terpaksa harus keluar sekolah karena ditolak oleh orangtua siswa yang lain.
Menanggapi peristiwa itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan pemerintah harus lebih inten mensosialisasikan ke masyarakat soal penularan HIV/AIDS.
Sebetulnya, kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, peristiwa ini sudah terjadi sebelumnya. KPAI mencatat pada tahun 2011 peristiwa yang sama terjadi di salah satu SMA di Jakarta. Lalu, pada 2012 kembali terjadi di sekolah TK di Gunungkidul Yogyakarta.
Tahun 2018, lanjut Retno Listyarti, KPAI juga melakukan penanganan pada kasus serupa yaitu ada enam siswa anak yang sudah yatim piatu (ayah ibunya meninggal karena HIV), kemudian anak ini dirawat secara bersama-sama oleh pihak gereja, ini pun mendapat penolakan.
Lalu, sekarang muncul lagi kasus serupa, 14 siswa di Solo tidak boleh bersekolah karena ada penolakan dari orangtua siswa yang lain.
“Kalau ada penolakan dari para orang tua dan mengancam menarik anak-anaknya dari sekolah itu, ya biarkan saja, toh artinya anak-anak ini ditempatkan di sana tidak membahayakan, karena HIV ini adalah penyakit yang tidak menular karena lewat kontak fisik, karena berpelukan, bergandengan, makan satu tempat, minum satu tempat, dan tidak akan melukai anak yang lain,” ujarnya.
Retno mengatakan penularan penyakit HIV/AIDS sangat spesifik melalui cairan seperti ASI. Sementara, 14 siswa itu sudah tidak menyusu ke ibunya, sehingga penularan tidak mungkin terjadi.***
Editor: denkur