DARA | JAKARTA – Gratifikasi seks, kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, bisa dijerat undang-undang pemberantasan korupsi. Namun, pembuktiannya sangat sulit. Di beberapa negara sudah ada undang-undang itu.
“Tentu nilai gratifikasinya sebesar berapa biaya yang dikeluarkan. Artinya kan dalam bentuk seks,” kata Alexander, Rabu (30/1/2019).
Guru Besar Hukum Acara Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho mengatakan, bisa sekali gratifikasi seks dijerat pidana korupsi, sebab pengertian gratifikasi itu luas sekali. “Kalau dulu hanya berupa pemberian, fasilitas, diskon, sekarang berkembang. Orang sudah tidak perlu diskon, (diberikan) gratifikasi seks,” ujarnya.
Namun, pembuktian gratifikasi seks itu cukup menantang. “Hukum bicara bukti, ini tantangan penegak hukum. Paling tidak bukti-bukti materiil harus ditemukan. Butuh kerja keras penegak hukum untuk membuktikannya,” kata Prof Hibnu.
Semenatara itu, pakar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Ganjar Laksmana mengatakan, faktor apa yang membuat pembuktian gratifikasi seks sulit. “Kalau dibilang gratifikasi seks, harus terbukti mereka melakukan hubungan seks,” ujarnya.***
Editor: denkur