Tujuan awal dari program KRPL/PPL sendiri menurut Iwan adalah sebagai edukasi terhadap masyarakat bahwa tanaman hidroponik itu lebih sehat daripada tanaman yang ditanam ditanah.
DARA | BANDUNG – Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), program unggulan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispakan) Kabupaten Bandung yang sudah berjalan sejak tahun 2014.
Namun, belakangan ini program tersebut seakan tidak lagi berjalan sebab beberapa instalasi pipa yang terdapat di perkantoran dinas di Komplek Pemkab Bandung terlihat kosong dan tidak terurus.
Kepala Seksi Penganekaragaman Pangan Dispakan Kabupaten Bandung, Iwan memaparkan, saat ini Program KRPL telah berubah nama menjadi Pekarangan Pangan Lestari (PPL). Program tersebut terus berjalan sampai saat ini, hanya saja memang ada skala prioritasnya.
“Jadi PPL itu masih ada, hanya saja anggarannya terkena refocusing akibat pandemi covid-19. Jadi tidak semua instalasi yang ada di kawasan komplek Pemkab bisa ditanami,” papar Iwan di kantornya, Soreang (1/3/2021).
Iwan menyebutkan dari 35 instalasi yang ada di kawasan komplek Pemkab Bandung, hanya 10 yang masih rutin ditanami tanaman hidroponik, sebab bibit yang tadinya turun sebanyak 32.000 bibit per bulan, saat ini hanya turun sebanyak 15.000 bibit.
Karena itulah pihaknya menerapkan skala prioritas di mana saja yang akan ditanami.tanaman hidroponik tersebut. Salah satu tempat yang masih menjalankan program PPL tersebut adalah Rumah Dinas Bupati, Rumah Dinas Wakil Bupati, Rumah Dinas Sekda, Gedung Dewi Sartika dan beberapa kantor Dinas saja.
“Jadi kalau dihitung dari semua instalasi yang ada itu lebih dari 17 ribu lubang yang harus ditanami, sementara bibitnya hanya ada 15 ribu, ya secara otomatis kita gilir saja,” ungkapnya.
Iwan menuturkan dalam setahun, masa tanam itu adalah selama 10 bulan (tiap bulan panen), sehingga idealnya bibit yang diperlukan itu adalah 32.000 X 10 bulan. Totalnya sekitar 320.000 bibit per tahun yang diperlukan dengan anggaran Rp.650 per bibitnya, sehingga total anggaran yang seharusnya dikeluarkan lebih dari 200 juta per tahunnya untuk bibit.
Tujuan awal dari program KRPL/PPL sendiri menurut Iwan adalah sebagai edukasi terhadap masyarakat bahwa tanaman hidroponik itu lebih sehat daripada tanaman yang ditanam ditanah. Karena itu, hasil panen tanaman hidroponik dari setiap instalasi tersebut biasanya dimanfaatkan oleh para pegawai dinas untuk dikonsumsi.
“Kadang kalau hari Sabtu atau Minggu kan banyak masyarakat yang jalan-jalan, kalau kebetulan kita lagi panen, biasanya kita suka kasihkan juga ke mereka,” ujarnya.
Program penanaman pohon pada media pipa tersebut, menurut Iwan cukup diminati masyarakat, hanya saja untuk menanam tanaman hidroponik itu kendalanya adalah listrik dan nutrisi.
“Nutrisinya masih menjadi sebuah rahasia, karena masih dari luar, itu kendalanya sehingga tidak bisa langsung diserap oleh masyarakat walaupun ada kelompok kita yang cukup berhasil di Rancaekek Kencana, kemudian yang terbagus di Solokan Jeruk yaitu KWT Citra,” katanya.
Untuk penjualan tanaman hidroponik sebetulnya pasarnya tidak susah, kata Iwan, hanya saja memang kelompok wanita tani (KWT) binaan Dispakan memang belum bisa memenuhi target pasarnya.
Tanaman hidroponik yang biasa ditanam pada program KRPL/PPL adalah selada, kangkung, pak coi, sawi, selada bokor, dan seledri.
Harga tanaman hidroponik memang jauh lebih tinggi dibanding tanaman yang ditanam di tanah, karena dianggap lebih sehat.
Saat ini edukasi tentang penanaman tanaman hidroponik dirasa sudah cukup baik, lanjut Iwan, masyarakat pun banyak yang sudah mengetahui tentang program tersebut. Sehingga kedepan hanya tinggal pengembangannya di masyarakat yang perlu digencarkan.
“Tahun ini ada penerapan skala prioritas supaya hasilnya maksimal walaupun pemanfatan ekonomi masih belum maksimal,” pungkasnya.
Editor : Maji