OLEH: Sabpri Piliang
WARTAWAN SENIOR
“DUNIA belum kiamat”. Cara China memberi penghargaan kepada pelatih Branko Ivankovic, patut jadikan contoh. Buahnya, “Dragon Team” (julukan Timnas China mengalahkan Timnas Indonesia di “matchday” ke-4.
Sekalipun secara statistik pertandingan, Indonesia jauh lebih unggul dari China. China, menjadi “The Winning Team”. China kembali memiliki harapan untuk berbicara di di pertandingan-pertandingan selanjutnya.
Mengapa China menang di tengah optimistis Indonesia? Sikap Asosiasi Sepak Bola China (CFA) untuk tetap mempertahankan Ivankovic, di saat Timnas China terpuruk. Memberi ruang berpikir, taktik dan strategi jitu bagi Ivankovic.
Itulah kunci yang membuat Ivankovic mampu melakukan “rebound” di “matchday” ke-4 ini. Ivankovich tidak merasa sedang ‘terancam’, seandainya pun harus kalah dari Indonesia. Sementara, tim asuhan STY, dinarasikan harus menang. Bila draw, akan ‘bercitarasa’ kalah. Harus menang!
Satu hal yang tidak kalah menjadi kerikil dan gangguan psikologis. Adalah pertandingan ‘matchday’ ke-3 lawan Bahrain, lima hari sebelumnya. Rentang ini, percaya atau tidak, masih mengganggu. Fokus pemain terpecah, terutama di babak pertama hingga bobol dua gol.
Paranoid akan ‘dikerjai’ lagi, pasti muncul. Sebab pertandingan Indonesia versus China, juga dipimpin oleh wasit “kawannya” Ahmed Al Kaf. Omar Mohammed Al Ali dari Uni Arab Emirat (UAE). Maksudnya sama-sama berasal dari negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC). Wasitnya dikira-kira akan berperilaku sama. Namun, nyatanya tidak!
Sejak kekalahan “menyakitkan” berturut-turut tiga kali (Jepang, Arab Saudi, dan Australia). Pelatih dan mantan pemain Kroasia (70 tahun) ini, telah menancapkan satu kata kepada pemainnya.
“Pertarungan melawan Indonesia, adalah awal pertarungan sesungguhnya”, Ivankovic mengingatkan pemainnya. Maknanya apa?
Indonesia adalah “target operasi” (TO), sehingga China tidak akan bermain seperti saat kalah dari: Jepang (0-7), Arab Saudi (0-2), dan Australia (1-3). China akan bermain lebih ngotot, terlebih bermain sebagai tuan rumah.
Negeri Beruang Panda ini, tidak berpikir ‘hyperbol’, tidak ingin bermimpi lolos langsung di dua teratas. Juga tidak penting merebut tiga besar . Zhang Yuning dkk, hanya ingin mengincar posisi ke-4, klasemen akhir di pertandingan ke-10, Juni tahun depan. Tokh, rangking empat pun, akan lolos ke putaran empat.
Dunia belum “kiamat”. Indonesia tidak kalah dalam konteks bermain buruk. Dengan statistik tembakan 14 berbanding lima (14-5), mengarah ke gawang (6-3), penguasaan bola Jay Idzes dkk Unggul 76-24, dan akurasi operan 604-193. Jelas Indonesia dominan.
Ada kekeliruan strategi dan susunan pemain Indonesia? Sebaiknya saya tidak masuk ke poin ini. Karena, 23 orang “line up” pemain yang didaftarkan, tentu sudah dalam pertimbangan masak. Tak ada yang salah.
Psikolog ternama Edward Thorndike (1898) menyebutkan. “Perilaku-perilaku yang memuaskan. Cenderung untuk diulangi. Sementara, akibat-akibat yang menimbulkan ketidaksenangan, lebih Kecil untuk diulangi.
Mungkin ini yang dipersalahkan oleh sebagian publik, “The Winning Team”, sebaiknya tetap dipertahankan dalam menghadapi pertandingan berikutnya.
“Line up” saat Indonesia versus Bahrain (2-2). Seharusnya tetap menjadi “starting line”, tak perlu diubah. Sekalipun hasil draw “bercitarasa” kalah, namun bermain draw (abaikan Al Kaf) dengan tuan rumah (Bahrain/10 Oktober), tidaklah buruk dan cukup positif.
Merotasi Thom Haye dengan Nathan Tjoe-A-On, lalu Asnawi mengambil alih posisi Sandy Walsh, dan Malik Risaldi dirotasi oleh Witan Sulaeman. Sedangkan Jordi Amat yang cedera ditukar dengan Shayne Pattinama. Salahkah? Relatif!
Gelandang Thom Haye (Almere City), adalah pemain elegan yang mestinya sejak awal ada. Umpan dan tendangan akurasi Thom Haye, memiliki akurasi tinggi. Sama seperti gelandang lainnya, Ivar Jenner (dua gol Indonesia lawan Bahrain berawal dari Ivar Jenner).
Masuknya Thom Haye di babak kedua menggantikan Mees Hilgers, Rizky Ridho menggantikan Shayne Pattinama, dan Marselino menggantikan Witan Sulaeman, serangan dan akurasi makin bagus.
Namun, itulah yang disebut “game”. Menyerang terus, tapi gagal memanfaatkan peluang. Bukan tanpa usaha, beberapa kali peluang bagus Calvin Verdonk dan Witan Sulaeman, pupus menjadi gol.
Di samping penjaga gawang China Wang Dalei, juga bermain bagus. Dua gol China diciptakan oleh pemain asal Provinsi Xinjiang Behram Abduwelli (menit 21), dan Zhang Yuning (44). Sementara gol Indonesia dibuat oleh Thom Haye (86).
Shin Tae Yong tak menampik. Bila pemainnya telah bermain bagus. Namun, keinginan China untuk menang, sangat kuat. Meskipun begitu, Shin Tae Yong bertekad untuk bangkit di “matchday” ke-5 November mendatang.
Menang, atau kalah dalam satu pertandingan. Itu biasa! Yang terpenting, bagaimana cara kekalahan itu diperoleh. Permainan sudah bagus, hanya belum beruntung. Alternatifnya, bila tidak menang. Maka kalah. Sekali lagi, Itu biasa!
Terimalah kekalahan Indonesia atas China, sebagai satu isyarat. Strategi yang dibuat saat pertandingan, kurang kokoh. Perbaiki, dan teruskan perjuangan menuju Piala Dunia 2026.