“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan” (QS al-Anbiya: 35).
Ayat Alquran itu menegaskan bahwa maut adalah sesuatu yang pasti terjadi pada diri setiap orang. Dan, tidak ada satu pun manusia mengetahui kapan dirinya akan wafat. Sungguh, perkara kematian merupakan salah satu rahasia Ilahi.
“Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat meminta penundaan(nya)” (QS al-Hijr: 5).
Allah Ta’ala juga menetapkan, tenggat waktu datangnya mau sudah ditentukan. Tidak dapat dimundur. Tidak pula bisa dimajukan.
Karena itu, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada umatnya untuk sering mengingat mati. Bukan untuk berputus asa. Justru zikrulmaut menjadi penyemangat agar kita memperbanyak dan meningkatkan kualitas amal ibadah.
Jangan lalai
Pernak-pernik duniawi kerap kali melalaikan manusia dari mengingat mati. Saking semangatnya menumpuk-numpuk harta, lupa bahwa usia kian menua dari tahun ke tahun. Saat melihat pada cermin, tampak bahwa rambut telah memutih, kulit tak lagi kencang, atau pandangan mata tak lagi tajam.
Bukannya memikirkan umur, yang ada dalam pikiran justru pertanyaan, bagaimana menutup-nutupi itu semua. Warna hitam melapisi putihnya uban. Berbagai krim dioles untuk perawatan kulit. Dan berbagai upaya lainnya.
Adalah hasrat manusiawi untuk tampil sebagus-bagusnya. Akan tetapi, janganlah hal itu membuai kita dari perenungan. Sejauh ini, sudah baikkah ibadah-ibadah kita dalam pandangan Allah? Bagaimana dengan tobat yang kita lakukan?
Dunia ini sementara
Banyak orang ketika dicabut nyawanya sedang berada dalam kondisi maksiat. Sesaat sebelumnya, mereka cenderung berpikir bahwa waktu kehidupan masih panjang. Nanti sesudah mereguk kenikmatan duniawi, dapatlah kembali ingat ibadah atau bertobat.
Padahal, sekali lagi, tidak ada yang mengetahui kapan dan di mana ajalnya tiba. Kecenderungan lalai biasanya terjadi lantaran seseorang sudah tidak ingat lagi kepada kematian. Kenikmatan duniawi telah melalaikannya.
Nabi SAW bersabda, “Perbanyaklah mengingat sang pemutus kelezatan, yaitu kematian.” Pesan Rasulullah SAW itu bermakna sangat dalam. Inilah imbauan untuk selalu menyadari, kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Adapun negeri akhirat lebih kekal dan utama.
Kembali kepada Allah
“Siapapun yang pelatarannya dihampiri oleh kematian, maka tak ada bumi maupun langit mampu melindunginya. Bumi Allah teramat luas. Namun, tatkala mati menjemput, sempitlah semua ruang.” Begitu petikan dari sebuah syair karya Imam Syafii.
Banyak karya sastra mengibaratkan kematian sebagai pengalaman yang sangat sepi. Dalam arti, hanya si calon jenazah yang sedang sekarat bisa mengalaminya. Bukan anaknya, istri/suaminya, orang tua, sahabat, atau siapapun di sekitarnya. Mereka semua hanya bisa menyaksikan, bukan ikut merasakan.
Karena itu, segeralah bertobat selama hayat masih di kandung badan. Dengan kembali kepada Allah, hati menjadi tenang.***
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di Republika yang ditulis oleh Hasanul Rizqa dengan judul: Kematian Sebagai Nasihat.
Editor: denkur