Penolakan penetapan Sugianto sebagai ketua DPD, pertama datang dari Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) Kabupaten Bandung, organisasi yang didirikan Partai Golkar.
DARA | BANDUNG – Pemilihan ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten Bandung diwarnai penolakan dari sejumlah Pimpinan Kecamatan (PK) dan organisasi sayap Partai Golkar.
Meski demikian, hasil akhirnya musyawarah daerah (musda) tersebut berhasil menetapkan Sugianto sebagai pemimpin Partai Golkar Kabupaten Bandung untuk lima tahun mendatang secara aklamasi.
Penolakan penetapan Sugianto sebagai ketua DPD, pertama datang dari Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) Kabupaten Bandung, organisasi yang didirikan Partai Golkar.
Sekretaris Jendral MDI Kabupaten Bandung, Andi Muttaqin mengatakan, pihaknya merasa dinodai dengan proses musda kesepuluh tersebut.
“Ini bukan masalah like atau dislike. Pertama MDI sendiri tidak diundang, padahal didalam aturan sudah jelas bahwa MDI berhak memberikan suara. Mereka bilang kita tidak aktif, kalau mengatakan aktif tidak aktif maka ini semakin panjang alasannya, artinya kalau mau bongkar-bongkar kenapa banyak organisasi yang menjadi tidak aktif, kapan mengundang kami, kapan melibatkan kami, tidak pernah dilibatkan,” ujar Andi saat wawancara di Soreang, Sabtu (20/2/2021).
Pihaknya juga dengan tegas mengatakan bahwa musda tersebut ilegal. Hal tersebut dikarenakan SK DPD Partai Golkar Kabupaten Bandung sudah berakhir pada 31 Januari 2021. Jadi artinya, kepengurusannya sudah selesai, sama halnya dengan SC dan OC nya yang tidak berkekuatan hukum, sehingga tidak bisa memberikan kebijakan untuk mengadakan musda.
Permasalahan yang ketiga adalah ada delapan PK yang berstatus Pelaksana Tugas (Plt). Seharusnya, ungkap Andi, ada pleno ditingkat kecamatan terlebih dahulu untuk menentukan pihak yang berhak mengikuti musda tersebut, barulah hasil pleno tersebut diajukan ke DPD. Kata Andi, justru ditunjuk langsung oleh DPD.
“Jadi dasar Plt itu bukan untuk menghadiri musda. Kalau ada pimpinan kecamatan dalam artian kekosongan kepemimpinan, maka disitu ada yang namanya Plt, dan Plt tersebut dibentuk atas dasar pleno kecamatan. Tapi itu tidak terjadi. Justru plt itu dilakukan oleh DPD kabupaten,” tutur Andi.
Langkah selanjutnya yang akan ditempuh MDI adalah akan bergabung dengan sejumlah PK yang memutuskan walk out saat musda. Kemudian, pihaknya juga akan bermusyawarah untuk menentukan apakah perlu melangkah hingga ketingkat mahkamah partai atau tidak.
“Kami akan meminta perlindungan hukum kepada DPD Golkar Jawa Barat,” ungkap Andi.
Ia pun menegaskan bahwa pihaknya tidak menerima dengan hasil dari musda kesepuluh Golkar Kabupaten Bandung tersebut.
“Bagaimana kita bisa terima? Musdanya aja ilegal,” tegasnya.
Musda yang digelar pada Sabtu (20/2/2021) itu juga diwarnai aksi walkout dari beberapa Pengurus Kecamatan (PK) Partai Golkar, diantaranya PK Paseh, PK Pangelengan, dan PK Dayeuhkolot.
Editor : Maji