OLEH: Sabpri Piliang
WARTAWAN SENIOR
DUA gol penyerang (striker) Marselino Ferdinan ke gawang Arab Saudi. Tidak terjadi begitu saja.
Dua umpan ‘tarik’ Ragnar Oratmangoen (gol pertama), dan Calvin Verdonk (gol kedua) ke arah Marselino Ferdinand, bukan tanpa “engineering” (perekayasaan). Bukan tanpa regulasi. Yeom Ki-hun lah yang memberi ‘textbook’.
Tusukan Oratmangoen, lalu terobosan (breakthrough) Verdonk, sangat tidak mudah. Tak ada egoisme, karena gol sangat dibutuhkan. “Target Man”-nya adalah Marselino Ferdinan.
Pemain Klub liga utama Belanda (Nijmegen) ini, sambil terjatuh memberi umpan sulit yang berbuah gol ke-2 Timnas Indonesia. Pertandingan versus Arab Saudi, meski menang. Tidaklah mudah.
Kedua gol tercipta, lewat perjuangan dan teknik bermain yang aduhai. Asisten pelatih Yeom Ki-hun telah menanamkan kepada para penyerang Timnas Indonesia, bermain itu ‘goal’nya adalah menang. “The first opportunity”, ambil.
Sentuhan dan pengalaman pelatih ‘striker’ Yeom Ki-hun, telah mematangkan (maturity) pemain-pemain Indonesia. Terutama “playmaker”, seperti Calvin Verdonk, Ragnar Oratmangoen, Ivar Jenner, dan Tom Haye.
Yeom Ki-hun juga telah mendewasakan Marselo Ferdinan, untuk bermain efisien. Tidak lagi memaksakan ruang sempit sebagai miliknya sendiri. Ruang sempit milik Verdonk terbukti efisien, ketika diumpankan kepada Marselo. Gooll!
Sebagai penyedia “assist” teratas di Korea League (K-League) selama musim (2015-2016), Yeom Ki-hun telah menjadi ikon yang menjanjikan bagi Timnas Indonesia. Terutama untuk penyerang Marselino Ferdinan, Raffael Struick, dan mungkin ke depan Ole Romeny.
Pengalaman Yeom Ki-hun sebagai Kapten Timnas Korea Selatan (2014). Di mana “assist”-nya (presisi dan akurat), sering memanjakan “target man”. Apa yang diberikan Oratmangoen dan Verdonk kepada Marselino Ferdinan, sebentuk kemanjaan apik.
Telah lama kita melihat, betapa tumpulnya ‘striker’ Timnas. Terutama saat-saat peluang gol 80-90 persen didapat. Tidak berbuah gol, karena “kebingungan”, mau dioper atau ditendang langsung ke arah gawang. Tak ada panduan.
Keputusan yang sering keliru ini, penyebab gagalnya Timnas Indonesia berprestasi optimal di kancah ASEAN. Yeom Ki-hun jawabannya.
Mantan pemain Piala Dunia Korea (2010) di Afrika Selatan ini. Disebut-sebut sebagai salah satu pemain terbaik yang pernah dimiliki oleh “Ksatria Taeguk” (julukan Timnas Korsel). STY mendatangkannya.
Pemain kidal yang sempat bersama pelatih kepala Shin Tae Yong (STY)di Klub Suwon Bluewing ini. Sangat cekatan menempatkan dirinya pada posisi yang tepat.
Eksistensi Yeom Ki-hun , telah merubah tekstur Jay Idzes dkk dari bersama bola. Menjadi tanpa bola. Membingungkan lawan, di mana Arab Saudi telah merasakannya 19 November lalu.
Marselino Ferdinan (melawan Arab Saudi), terlihat bergerak “remote” terafiliasi (terhubung). Ketika Oratmangoen, atau Verdonk membawa bola, pemain berbakat ini telah bergerak lebih dulu di ruang kosong. Untuk menerima umpan.
Sehingga setiap umpan silang, umpan diagonal, dan vertikal, hampir selalu menghasilkan gol bagi timnas Indonesia. Marselino telah membuktikan dan “positioning”.
Produktifitas menawan Yeom Ki-hun, yang membawa Korea Selatan menjuarai sejumlah turnamen. Baik regional Asia Timur, maupun lainnya. Telah dia tularkan kepada Timnas Indonesia.
Yeom yang juga terpilih sebagai pemain, saat STY melatih Timnas Korea Selatan (Piala Dunia 2018), saat ini berusia 41 tahun. Selama kariernya sebagai pemain, Yeom Ki-hun telah mencatak 103 gol, dan 131 ‘assist’.
Memulai karier profesional bersama Klub Jeonbok Hyundai Motor (2006), Yeom menyatakan pensiun sebagai pemain tahun 2023.
Karier cemerlang didapatinya saat bergabung dengan Suwon Bluewing FC (2010). Sejak bersama Suwon, hingga pensiun 13 tahun kemudian, Yeom telah menciptakan 72 gol dan 106 ‘assist’. Jumlah laga yang diikutinya pun fantastis, 417 “match”.
Menyaksi ulang laga Indonesia versus Arab Saudi, memang menarik. Efisiensi bermain, umpan ‘tiki-taka’ “starting eleven”, dan kesadaran bermain ‘indah’, telah membalikkan semua anggapan. Indonesia bukan tim “anak bawang lagi”.
Kisah Jonathan Livingstone Seagull, se-ekor Burung Camar yang ditulis Richard Bach (1970), menginspirasi kita. Jonathan merasa bosan karena harus berebut makanan setiap hari. Beramai-ramai, dan menjadi kehidupan berlabel rata-rata (anak bawang) .
Indonesia, di bawah Shin Tae Yong (STY) dan Yeom Ki-hun, bukan lagi bermain rata-rata (average). Asal bermain. Bukan lagi anak bawang, yang sudah senang sekadar ikut tanding. Bukan lagi tim yang terus menjadi semifinalis, atau cukup menjadi finalis saja.
Jonathan Livingstone Seagull (burung Camar), ingin mempelajari segala hal, sehingga bisa terbang lebih tinggi lagi. Bukan terbang rendah semata, di bawah awan.
Timnas Indonesia sebagai analogi Jonathan Livingstone, terus mengasah ketajaman. Tak ingin hanya “terbang” di ASEAN. Ingin merengkuh satu dari 48 kontestan Piala Dunia 2026 (AS, Kanada, Meksiko).
Apa yang diperlihatkan pelatih ‘striker’ Yeom Ki-hun saat Indonesia versus Arab Saudi di “matchday” ke-6 (November) lalu, adalah buah. Buah yang ditanam dari kegagalan demi kegagalan dalam “finishing”. Kegagalan yang membuat publik penonton ‘gregetan’.
Meski masih panjang dan “berangin”. “The Long and Winding Road” (1970), kata The Beatles. Namun, dua “matchday” di “home”, dan dua lagi “away”, tak muluk-muluk. Rangking 4, untuk memperpanjang ‘asa’ di putaran ke-4. Rasanya, bukan mimpi. Bukan khayalan.
Yeom Ki-hun, akan menambah “textbook”nya sebagai raja “assist” kepada Raffael Struick dan Marselino Ferdinand, di “matchday” ke-7 dan 8, Maret mendatang.
Timnas Indonesia, akan semakin tajam dan terasah.