Representasi perempuan dalam bidang politik di Indonesia masih jauh dari harapan.
DARA | Plt Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Titi Eko Rahayu mengatakan masih minimnya partisipasi politik perempuan untuk maju dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tentu menjadi keprihatinan yang mendalam, sebab mengecilkan kekuatan perempuan untuk memajukan bangsa Indonesia, khususnya dalam bidang politik.
“Perempuan yang maju dalam bursa Pilkada, masih banyak yang dipertanyakan kemampuannya. Selain itu, perempuan juga masih saja mendapat stereotip sebagai orang yang tak pantas memimpin. Keadaan diperburuk dengan karakteristik sistem politik Indonesia didominasi budaya patriarki, yang memandang perempuan sebagai sosok lemah dan tidak bermanfaat,” ujar Titi Eko.
“Padahal kehadiran perempuan di bidang politik sangat penting untuk pengambilan keputusan dan kebijakan berperspektif gender. Hal-hal inilah yang menyebabkan perempuan menjadi enggan untuk berbicara terbuka, malu, tidak percaya diri jika berkiprah pada bidang politik,” imbuhnya dikutip dari laman KemenPPPA, Selasa (17/9/2024).
Titi Eko juga mengatakan, berbagai tantangan yang masih harus dihadapi perempuan dalam kontestasi pilkada, diantaranya kekerasan perempuan dalam pemilu, baik kekerasan fisik maupun psikis, kemudian belum adanya standar atau proses rekrutmen khusus bagi kandidat perempuan, serta belum ada partai yang mengatur program tindakan afirmatif untuk mempromosikan kandidat perempuan.
Oleh karena itu, menjadi penting untuk para perempuan calon kepala daerah (cakada) memiliki gender awareness dan memerhatikan isu gender dalam kampanye Pilkada, di samping memahami isu aktual daerah dan tugas fungsi cakada.
“Keterwakilan perempuan sebagai cakada juga mewakili suara serta kepentingan perempuan dan anak. Maka dari itu, menjadi tugas kita bersama sebagai pemilih untuk memastikan apakah program yang ditawarkan cakada perempuan mampu menjawab isu perempuan dan anak di daerahnya, kemudian komitmen politik yang dibangun menyelesaikan permasalahan sampai ke akarnya, dan tidak adanya pelanggaran, sekaligus tetap menciptakan pilkada yang ramah perempuan dan anak. Kita juga harus memastikan bahwa Pilkada Serentak tahun ini bebas dari diskriminasi bagi perempuan, baik peserta maupun pemilih,” ujar Titi Eko.
Terkait dengan menciptakan Pilkada yang ramah anak, Titi mengatakan Kemen PPPA bersama para pihak terkait telah menuangkan komitmen bersama untuk mewujudkan Pemilu dan Pilkada Serentak Ramah Anak tertuang dalam Surat Edaran Bersama (SEB) antara Kemen PPPA, KemenDagri, KPAI, KPU, dan Bawaslu tentang Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 yang Ramah Anak.
Adapun SEB tersebut termasuk di dalamnya kegiatan kampanye, proses pemilu/pilkada, penghitungan suara dan/atau sengketa hasil pemilu/pilkada, komitmen dalam pemenuhan dan perlindungan hak anak harus tetap menjadi prioritas oleh semua pihak.
“Untuk dapat mewujudkan Pilkada yang Ramah anak, dibutuhkan sinergi pentahelix mulai dari pencegahannya. Selain itu, edukasi dan monitoring penyelenggaraan Pilkada yang Ramah Anak juga menjadi tanggung jawab seluruh pihak agar tidak terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki dan merugikan perempuan dan anak. Besar harapan agar para peserta Pilkada Serentak 2024 dan masyarakat sebagai pemilih memiliki komitmen yang sama dalam upaya perlindungan anak dari penyalahgunaan pada penyelenggaraan Pilkada sehingga pemenuhan hak dan perlindungan anak dapat terwujud,” tutur Titi Eko.
“Mari bersama melindungi dan memenuhi hak anak dengan tidak mengeksploitasi anak dalam penyelenggaraan Pilkada. Pilkada harus memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak menuju Indonesia yang Ramah Anak dan Indonesia Emas Tahun 2045,” imbuhnya.***
Editor: denkur