DARA| Mabes Polri merilis, hingga November 2018, jumlah pembunuhan di Indonesia, tercatat 625 kasus, terungkap 574 kasus. Dibanding dua tahun lalu jumlahnya menurun. Tahun 2017 total 783 kasus, terungkap 773. Tahun 2016 totalnya 1.197, terungkap 1.156.
Dua pekan ini, ada tiga kasus pembunuhan yang cukup menggegerkan, yaitu kasus pembunuhan satu keluarga di Bekasi, pembunuhan yang jasadnya ditemukan dalam drum di Bogor, serta kasus pembunuhan seorang pemandu lagu di Jakarta. Menjadi geger karena tergolong pembunuhan sadis.
Pembunuhan satu keluarga di Bekasi itu dilakukan Haris Simamora (23). Motipnya dendam. Padahal, ia masih ada kaitan keluarga dengan keluarga korban. Kasus kedua yaitu pembunuhan Abdullah Fithri Setiawan (43) alias Dufi. Pelakunya diketahui bernama M Nurhadi (35). Jenazah Dufi ditemukan seorang pemulung di dalam drum di kawasan industri Kembang Kuning, Kampung Narogong, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Minggu (18/11). Motifnya hingga artikel ini ditulis masih didalami polisi.
Kasus lain tak kalah menggegerkan yaitu pembunuhan seorang perempuan berinisial CIP di rumah indekos kawasan Tegal Parang Mampang, Jakarta Selatan yang melibatkan pria berinisial YAP dan R. Jenazah CIP ditemukan penjaga rumah indekosnya di dalam sebuah lemari pakaian pada Selasa (20/11) sekitar pukul 13.20 WIB.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan mayoritas penyebab kasus pembunuhan terjadi adalah masalah antara pelaku dengan korban. Menurutnya, interaksi yang terjalin tersebut menjadi masalah karena menimbulkan sakit hati, dendam, atau menyinggung perasaan, sehingga pelaku nekat membunuh korban.
Motif pembunuhan yang dilatarbelakangi masalah interaksi antara pelaku dan korban semakin banyak ditemukan oleh polisi walaupun jumlah total kasus pembunuhan mengalami tren penurunan di 2018 ini.
Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan kasus pembunuhan yang terjadi dalam beberapa terakhir ini membuat masyarakat menjadi cemas dan khawatir. “Menjadi teror bagi masyarakat,” kata Neta seraya menambahkan, dari ketiga kasus pembunuhan tersebut, aksi pembunuhan terlihat begitu mudah dilakukan oleh para pelaku. Ia menilai salah satu faktor yang membuat orang nekat melakukan aksi pembunuhan adalah faktor ekonomi. Menurutnya, faktor ekonomi mengakibatkan seseorang menjadi mudah tertekan hingga akhirnya melakukan aksi kriminal.
“Pelaku nekat menghabisi nyawa korban yang sesungguhnya dia kenal dekat, tekanan ekonomi membuat pelaku gampang kalap,” tutur Neta.
Kriminolog Universitas Indonesia Iqrak Sulhin mengatakan umumnya penyebab aksi pembunuhan terjadi karena masalah interpersonal atau masalah antar pribadi. Bentuk masalah itu, kata Iqrak, bisa dendam, sengketa, maupun masalah lainnya.
“Selama ini penelitian memperlihatkan pembunuhan dominan terjadi karena adanya masalah interpersonal,” kata Iqrak kepada CNNIndonesia.com, Kamis (22/11).
“Tidak ada pembunuhan dilakukan oleh orang asing, kecuali pelaku mengalami permasalaham mental,” imbuhnya. Meski begitu, Iqrak menyebut persoalan interpersonal biasanya berujung pada aksi pembunuhan berencana. Namun, pembunuhan secara spontan juga bisa dilandasi motif persoalan interpersonal. “Bisa saja ada yang dilakukan spontan di tempat saat cek cok terjadi,” ujarnya.
Iqrak menuturkan soal aksi pembunuhan yang dilakukan spontan akan bergantung pula pada kondisi di lokasi kejadian, terutama terkait dengan alat yang digunakan dalam melakukan aksinya.
Perlakuan terhadap korban setelah aksi, sambung Iqrak juga tergantung pada situai yang ada. “Bisa saja dilakukan untuk menyembunyikan sementara atau upaya untuk menghilangkan bukti,” ucapnya.
Iqrak menyampaikan biasanya pelaku pembunuhan dengan motif permasalahan interpersonal merupakan seseorang yang baru pertama kali melakukan pembunuhan. Ia berpendapat orang yang pernah mendapat hukuman atau residivis jarang melakukan aksi pembunuhan dengan motif sepert itu. Kecuali, konteksnya terjadi dalam konteks ganh kejahatan.
Iqrak menjelaskan dalam motif interpersonal, pelaku biasanya membuat penilaian tersendiri terhadap tingkat permasalahan yang dihadapinya, termasuk soal solusi penyelesaiannya.
Jika komunikasi antara pelaku dan korban berjalan dengan baik, maka permasalahan sebenarnya bisa diselesaikan dengan baik.
Namun, kata Iqrak, saat ini pola interaksi atau pola komunikasi masyarakat telah mengalami perubahan. Ia mencontohkan dengan kesibukan masyarakat saat ini, kerap kali proses komunikasi berjalan kurang baik.***
Editor: denkur // Bahan: CNN