Mengenal Asal Usul Wayang Purwa dan Wayang Golek

Selasa, 28 Juni 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Wayang golek (Foto: Blog PEPADI Jabar)

Wayang golek (Foto: Blog PEPADI Jabar)

Wayang, salah satu seni pertunjukan rakyat yang hingga kini masih digemari. Dimainkan oleh seorang dalang dengan menggerakkan tokoh-tokoh pewayangan. Berikut sejarah singkat lahirnya Wayang Purwa dan Wayang Golek.


DARA – Diceritakan bahwa wayang purwa diciptakan oleh Prabu Jayabaya dengan gelar Arum Gandaning Brahmana.

Sang prabu mempunyai hasrat membuat wayang purwa karena sang Prabu mempunyai minat dan senang pada cerita dan riwayat para nenek moyangnya, tercantum dalam serat Pustakaraja Purwa.

Sang Prabu kemudian melihat Candi Penataran di Blitar. Sang Prabu melihat arca para dewa dan gambar yang diukir sepanjang tembok batu sekeliling candi. Ukiran-ukiran tersebut menceritakan Rama.

Ukiran candi inilah yang memberi inspirasi Parbu untuk membuat Wayang Purwa.

Mula-mula sang Prabu membuat coretan gambar meniru arca para dewa di atas daun Tal. Awalnya yang digambar adalah arca Batara guru, kemudian prabu juga menggambar dewa-dewa. Dalam menggambar, sang prabu dibantu oleh sanak saudara dan hamba-hambanya yang memiliki bakat menggambar, sehingga gambar menyerupai arca yang ditiru, berbentuk manusia.

Setelah selesai digambar, gambar-gambar tersebut direntangkan dengan menggunakan tali, menurut urutan sejarahnya dan kemudian dimasukkan kedalam peti ukiran kayu kecil.

Pada hari ulang tahun sang Prabu, wayang diatas daun Tal tersebut dilihat kembali dan sang Prabu berfikir bahwa wayang tersebut terlalu kecil untuk dipertunjukkan didepan keluarga dan para abdi yang menghadap.

Kemudian sang Prabu memerintahkan untuk memindahkan gambar wayang diatas kulit lembu yang sudah diolah dan dikeringkan.

Gambar ditatah di atas kulit, sesudah itu diberi pegangan dari bambu. Wayang tersebut dibuat sebanyak 50 buah dan diberi nama Wayang Purwa dengan Sengkalan: Candraning Wayang Wolu, tahun Surya 861.

Cerita-cerita wayang Purwa bersumber dari Pustaka Rajapurwa dan dahulu hanya diiringi lagu-lagu sekar Ageng tembang Kidung.

Wayang yang sedang diceritakan dipegang dan ditempelkan di kelir dan tampak bayangannya. Bayangan itulah yang dilihat oleh sanak keluarga Raja dan para abdi dalem.

Wayang pada zaman dahulu belum dapat disabetkan, sebab tangannya menjadi satu dengan badan. Jadi, pementasan Wayang hanya menancapkan lakon-lakon secara berhadapan.

Jika dalang tidak memiliki kemampuan yang baik dalam membawaan cerita, maka pementasan akan terlihat sangat membosankan. Untuk itu, peran dalang dalam wayang itu sangat penting.

Wayang Golek

Berbagai sejarah tentang keberadaan wayang golek bermunculan dari beragam versi.

C.M Pleyte mengatakan masyarakat di Jawa Barat mulai mengenal wayang pada tahun 1455 Saka atau 1533 Masehi dalam Prasasti Batutulis.

Selain itu, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa penyebaran Wayang Golek di Pulau Jawa Barat terjadi pada masa pemerintahan Raden Patah dari Kerajaan Demak yang kemudian disebarluaskan oleh Wali Sanga.

Sunan Gunung Jati juga memiliki peran andil dalam penyebaran Wayang di Jawa Barat yang digunakan untuk media dakwah Agam Islam di Jawa Barat.

Pendapat lain yang berkenaan dengan penyebaran wayang di Jawa Barat adalah pada masa pemerintahan Raden Patah dari Kerajaan Demak. Penyebaran itupun dilakukan oleh para Wali Sanga, termasuk Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1568 memegang kendali pemerintahan di Kasultanan Cirebon.

Beliau memanfaatkan pergelaran wayang kulit sebagai media dakwah untuk penyebaran agama Islam. Sekitar tahun 1584 Masehi salah satu Sunan dari Dewan Wali Sanga, Sunan Kudus menciptakan sebuah kesenian yang dinamakan wayang golek.

Saat kabupaten-kabupaten di Jawa Barat ada di bawah pemerintahan Mataram, ketika zaman pemerintahan Sultan Agung (1601-1635), mereka yang menggemari seni pewayangan lebih meningkat lagi, ditambah lagi banyaknya kaum bangsawan Sunda yang datang ke Mataram untuk mempelajari bahasa Jawa dalam konteks kepentingan pemerintahan.

Dalam penyebarannya wayang golek dengan adanya kebebasan pemakaian bahasa masing-masing, seni pewayangan lebih berkembang, dan menjangkau hampir seluruh Jawa Barat.

Menurut penjelasan Dr Th Pigeaud, salah seorang Bupati Sumedang mendapat gagasan untuk membuat wayang golek yang bentuknya meniru wayang kulit seperti dalam cerita Ramayana dan Mahabharata.

Perubahan bentuk wayang kulit menjadi golek secara berangsur-angsur, hal itu terjadi pada sekitar abad ke 18-19. Penemuan ini diperkuat dengan adanya berita, bahwa pada abad ke-18 tahun 1794-1829 Dalem Bupati Bandung (Karanganyar), menugaskan Ki Darman, seorang juru wayang kulit asal Tegal Jawa Tengah, yang bertempat tinggal di Cibiru, Jawa Barat, untuk membuat bentuk golek purwa.

Pada abad ke-20 mengalami perubahan-perubahan bentuk wayang golek, semakin menjadi baik dan sempurna, seperti wayang golek yang kita ketemukan sekarang ini.

Sebagaimana alur cerita pewayangan umumnya, dalam pertunjukan wayang golek juga biasanya memiliki lakon-lakon baik itu galur maupun carangan.

Alur cerita diambil dari cerita rakyat seperti cerita penyebaran agama Islam oleh Walangsungsang dan Rara Santang maupun cerita yang bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabarata dengan menggunakan bahasa Sunda.

Dalam pementasan, wayang golek diiringi oleh gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat boning, satu perangkat boning rincik, satu perangkat kenong, sepasang gong (kempul dan goong), ditambah dengan seperangkat kendang (sebuah kendang Indung dan tiga buah kulanter), gambang dan rebab.

Lakon yang biasa dipertunjukan adalah lakon carangan. Hanya kadang-kadang saja dipertunjukan lakon galur. Hal ini seakan menjadi ukuran kepandaian para dalang menciptakan lakon carangan yang bagus dan menarik.

Beberapa dalang wayang golek yang terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Entah Tirayana, Apek, Asep Sunandar Sunarya, Cecep Supriadi, Ki Dalang Iin Wahyu Iskandar dan lain sebagainya.

Wayang yang merupakan kebudayaan peninggalan yang masih tetap lestari hingga saat ini tidak terbatas hanya wayang purwa maupun wayang golek saja. Ada berbagai macam jenis wayang lainnya yang juga tersebar dibeberapa wilayah di Indonesia. Kini, kesenian wayang sudah ditetapkan oleh UNESCO menjadi Warisan Budaya Indonesia yang terlah diakui secara internasional.

Editor: denkur | Sumber: Kemendikbud

Berita Terkait

“Kasidah Cinta Hindun Binti ‘Utbah” Tampil di Gedung Rumentang Siang, Catat Tanggalnya!
Fikmin Sunda: Falling in Love
Yuk, Kita Nikmati Lukisan Karya Jeihan di Gey Art Gallery Braga
Fiksimini Sunda # Dironom Maung #
Perpaduan Sastra dan Keroncong di Panggung Taman Indonesia Kaya, Warnai Akhir Pekan Masyarakat Kota Semarang
Antologi Puisi “Bersyair di Andir”, Untaian Cinta dari Siswa SDN Andir Majalaya
Puisi Agus Dinar : Balada Lelaki Paruh Baya Mencari Cinta
Diskusi Sastra “Semesta Para Pengembara”, Puisinya Para Penyair Kabupaten Bandung
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 18 Maret 2024 - 17:17 WIB

“Kasidah Cinta Hindun Binti ‘Utbah” Tampil di Gedung Rumentang Siang, Catat Tanggalnya!

Minggu, 24 Desember 2023 - 12:37 WIB

Fikmin Sunda: Falling in Love

Senin, 20 November 2023 - 11:42 WIB

Yuk, Kita Nikmati Lukisan Karya Jeihan di Gey Art Gallery Braga

Senin, 18 September 2023 - 23:15 WIB

Fiksimini Sunda # Dironom Maung #

Senin, 11 September 2023 - 10:29 WIB

Perpaduan Sastra dan Keroncong di Panggung Taman Indonesia Kaya, Warnai Akhir Pekan Masyarakat Kota Semarang

Berita Terbaru