DARA | Sebelum membahas siapa Ya’juj dan Ma’juj serta siapakah sesungguhnya Dzulkarnain yang disebutkan dalam Alquran tersebut, ada baiknya mencermati tembok yang dibangun Dzulkarnain.
Sekitar 50 km di utara Beijing, ada sebuah desa di kaki bukit bernama Badaling. Dari tempat ini, para turis (wisatawan) dari berbagai belahan dunia, memasuki pintu gerbang menuju Tembok Besar Cina (The Great Wall).
Pemandangan dari atas tembok sangat indah. Tembok sepanjang 6.000 km itu konon bisa terlihat dari bulan. Banyak orang menyangka itulah tembok yang dibuat oleh Dzulkarnain dalam surat Alkahfi. Dan, yang disebut Ya’juj dan Ma’juj adalah bangsa Mongol dari utara yang merusak dan menghancurkan negeri-negeri yang mereka taklukkan.
Syekh Hamdi bin Hamzah Abu Zaid, seorang penulis dan peneliti tentang Tembok Dzulkarnain, meyakini bahwa tembok yang dibangun Dzulkarnain adalah Tembok Cina tersebut. Hal ini kemudian dituangkannya dalam sebuah buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Mengungkap Misteri Perjalanan Dzulkarnain ke Cina: Munculnya Ya’juj dan Ma’juj di Asia. Buku ini diterbitkan pada Maret 2007 lalu.
Di dalam bukunya, Syekh Hamdi sangat yakin dan tanpa ragu menyatakan bahwa Tembok Cina adalah tembok yang dibangun Dzulkarnain. Ia kemudian menyebutkan secara detail penelitian dan bukti-buktinya.
Namun, jika dilihat secara fisik, terdapat perbedaan yang sangat jelas antara tembok yang dibangun Dzulkarnain dengan Tembok Cina. Pertama, Tembok Cina terbuat dari susunan batu bata, sedangkan dalam Alquran disebutkan tembok Dzulkarnain terbuat dari tumpukan besi yang kemudian dicampur dengan tembaga.
Kedua, tembok Cina dibangun secara bertahap selama ratusan tahun dari berbagai dinasti yang memerintah Cina, di antaranya Dinasti Han dan Ming. Sementara itu, penjelasan Alquran tembok itu dibangun oleh suku bangsa yang meminta pertolongan kepada Dzulkarnain. Dan, setelah selesai, Dzulkarnain menyatakan bahwa tembok itu tidak akan bisa dilewati dan dilubangi oleh Ya’juj dan Ma’juj.
Ketiga, dalam Alkahfi ayat 86, ketika bertemu dengan suatu kaum di barat, Allah berfirman kepada Dzulkarnain yang memerintahkan terserah kepadanya mau diapakan kaum itu. Artinya, Dzulkarnain mendapatkan wahyu dari Allah, sedangkan para raja Cina tidak. Dengan demikian, apakah benar Tembok Cina itu disebut sebagai tembok yang dibangun Dzulkarnain?
Berbeda dengan penjelasan Syekh Hamdi bin Hamzah Abu Zaid, Abdullah Yusuf Ali dalam tafsir The Holy Qur’an menulis bahwa di distrik Hissar, Uzbekistan, sekitar 240 km di sebelah tenggara Bukhara, ada celah sempit di antara gunung-gunung batu. Letaknya di jalur utama antara Turkestan ke India dengan ordinat 38oN dan 67oE. Tempat itu kini bernama buzghol-khana dalam bahasa Turki, tetapi dulu nama Arabnya adalah bab al hadid. Orang Persia menyebutnya dar-i-ahani. Orang Cina menamakannya tie-men-kuan. Semuanya bermakna pintu gerbang besi.
Hasil foto satelit pada ordinat itu, sudah tidak ditemukan lagi tembok atau pintu besi tersebut. Namun, seorang pengembara Cina, Hiouen Tsiang, pada abad ketujuh pernah melewati pintu berlapis besi saat melakukan perjalanan ke India. Dan, tidak jauh dari tempat tersebut, terdapat sebuah danau yang dinamakan Iskandar Kul.
Pada tahun 842, Khalifah Abbasiyah, al-Watsiq Billah mengutus sebuah tim ke gerbang tersebut yang dipimpin oleh Sallam. Hasilnya, tim ekspedisi ini masih menemukan gerbang di antara gunung-gunung itu selebar 137 meter (ada pula yang menyebut 150 meter) dengan kolom besar di kiri kanan terbuat dari balok-balok besi yang dicor dengan cairan tembaga, tempat bergantung daun pintu raksasa. Pada Perang Dunia II, konon Winston Churchill, pemimpin Inggris, mengenali gerbang besi itu.
Dalam versi lain, disebutkan para arkeolog menemukan benteng tersebut pada awal abad ke-15 M di belakang Jeihun dalam ekspedisi Balkh dan disebut sebagai ‘Babul Hadid’ (Pintu Besi) di dekat Tarmidz. Timurleng pernah melewatinya, juga Syah Rukh dan ilmuwan German Slade Verger. Arkeolog Spanyol, Klapigeo, pada 1403 M, pernah diutus oleh Raja Qisythalah di Andalus ke sana dan bertamu pada Timurleng. ‘Babul Hadid’ adalah jalan penghubung antara Samarqindi dan India.
Ada juga yang menyatakan, keberadaan tembok tersebut telah tenggelam dan sampai saat ini berada di Azerbaijan dan Armenia, tepatnya di pegunungan yang sangat dan tinggi serta keras. Ia berdiri tegak seolah-olah diapit oleh dua buah tembok yang sangat tinggi. Tempat itu tercantum pada peta-peta Islam ataupun Rusia, terletak di Republik Georgia.
Al-Syarif al-Idrisi dalam bukunya Nuzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaq, menegaskan hal itu melalui riwayat penelitian yang dilakukan Sallam, utusan Khalifah al-Watsiq Billah (Abbasiah). Sallam melihat pegunungan yang terpisah oleh lembah. Luas lembah sekitar 150 meter. Lembah ini ditutup tembok berpintu besi sekitar 50 meter.
Dalam Alquran memang tidak dijelaskan secara detail tentang Dzulkarnain berasal dan ke mana saja pengembaraannya. Alquran hanya menyebutkan, Dzulkarnain melakukan pengembaraan menuju matahari terbenam dan matahari terbit. Lalu, dalam perjalanan ke utara, Dzulkarnain bertemu dengan dua buah bukit yang dibaliknya terdapat kaum yang bernama Ya’juj dan Ma’juj.
Namun demikian, para ahli tafsir meyakini Dzulkarnain berasal dari daratan Mesir yang membangun tembok di sekitar wilayah Asia Tengah. Di wilayah Asia Tengah ini, terdapat beberapa bangsa, seperti Cina, India, Uzbeksitan, dan lainnya. Dengan beberapa kecenderungan yang ada, para ahli tafsir ataupun peneliti kemudian merujuk keberadaan tembok itu berada di wilayah Asia Tengah.
Dalam Nuzhat al-Musytaq, al-Syarif al-Idrisi juga menuturkan bahwa Sallam pernah bertanya kepada penduduk sekitar pegunungan, apakah ada yang pernah melihat Ya’juj dan Ma’juj. Mereka mengaku pernah melihat gerombolan orang di atas tembok penutup. Lalu, angin badai bertiup melemparkan mereka. Penduduk di situ melihat tubuh mereka sangat kecil. Setelah itu, Sallam pulang melalui Taraz (Kazakhtan) kemudian Samarkand (Uzbekistan), kota Ray (Iran), dan kembali ke Istana al-Watsiq di Surra Man Ra’a, Iraq. Ia kemudian menceritakan dengan detail hasil penelitiannya kepada khalifah.
Kalau menurut penuturan Ibnu Bathuthah dalam kitab Rahlat Ibn Bathuthah, pegunungan Ya’juj dan Ma’juj berada sekitar perjalanan enam hari dari Cina. Penuturan ini tidak bertentangan dengan al-Syarif al-Idrisi. Karena, di sebelah barat Laut Cina adalah daerah-daerah Rusia.***
Editor: denkur
Artikel ini pernah ditayangkan Republika, dengan judul Di Manakah Tembok yang Dibangun Zulkarnain? , Kamis (7/2/2019)