Banyak sopir angkot yang mengeluh. Sejak corona mewabah penumpang sulit didapat. Bangku-bangku kosong jadi sesuatu yang mengerikan. Itu imbas corona.
DARA | BANDUNG – “‘Ya, sejak ada corona penghasilan kami turun drastis. Sehari paling narik menumpang dua orang. Itupun jarak dekat, paling bayar ongkos lima ribu,” ujar Mang Tohidin sopir angkot di Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (30/6/2020).
Tadinya, kata sopir angkot lain di terminal Kebon Kalapa, dikira kalau sudah memasuki masa new normal, penumpang akan kembali normal. Namun, ternyata tidak. Meski sudah ngetem lama, tetap saja hanya narik dua atau tiga orang penumpang.
Pokoknya imbas corona, kata Mang Tohidin cukup menyesakan dada. Penghasilannya hanya mampu untuk beli bensin. Itupun setelah putar-putar empat hingga lima rit sehari.
“Benar-benar parah. Kami hanya bisa bertahan untuk makam satu atau dua hari. Bahkan, tak sedikit pengemudi angkot yang lebih memilih tidak jalan. Namun, ada juga yang sementara alih profesi entah dagang entah apa,” ujarnya.
Krisis penumpang juga dialami sopir angkot trayek Soreang-Kebon Kalapa dan Banjaran-Kebon Kalapa. Bahkan, menurut penelusuran dara.co.id, hampir di semua trayek saat ini kesulitan penumpang yang otomatis berpengaruh pada penghasilannya.
Bangku kosong dalam angkot jadi sesuatu yang mengerikan. Bukan karena ada hantu, mengerikan karena bangku-bangku itu tak lagi ditumpangi penumpang, hingga para sopir angkot kebingungan mencari makan.
Adaptasi kebiasaan baru atau new normal, ternyata belum bisa memulihkan pendapatan sopir angkot seperti sebelum wabah corona menerjang. Suasana normal entah kapan akan kembali dirasakan. Para sopir angkot menanti itu untuk bekal hidup anak dan istrinya.
Meski begitu, para sopir angkot berterimakasih kepada pemerintah yang telah membagikan paket sembako. Meski belum terhitung cukup, namun kehadiran paket sembako sedikit bisa untuk menyambung hidup.
Merosotnya penghasilan sopir angkot memang sudah dirasakan sebelum adanya corona. Serbuan sepeda motor jadi penyebabnya. Banyak orang kini punya sepeda motor. Bahkan, satu keluarga bisa punya dua atau tiga unit motor. Akibatnya yang biasanya naik naik angkot jika hendak kerja maupun ke sekolah atau belanja di mall dan pasar, kini naik motor miliknya.
Para sopir angkot tidak tahu harus berbuat apa. Mereka hanya bisa pasrah dan tetap menjalani profesina sebagai sopir angkot.***
Editor: denkur