Di kaki Gunung Sawal, Ciamis masih berkeliaran macan tutul. Kenapa?
DARA | Macan tutul masih banyak terutama di wilayah Kawali serta daerah lain di sekitar kaki Gunung Sawal, Ciamis, Jawa Barat.
Gunung Sawal adalah salah satu gunung yang masih terjaga dan lestari. Macan yang ada di dalamnya kerap memangsa domba milik warga.
Salah satu macan tutul di Gunung Sawal disebut warga sekitar dengan nama Abah. Itu sudah mati karena faktor usia. Namun, hingga kini masih ada macan tutul lainnya.
Begitu cerita Bupati Ciamis terpilih Herdiat Sunarya saat berbincang dengan Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi.
Perbicangan tersebut berlangsung di Lembur Pakuan, Subang dan ditayangkan di YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel.
Disebutkan Herdiat sudah banyak domba yang dimakan macan tutul.
Dedi pun meminta Herdiat untuk menghitung jumlahnya dan akan menggantinya nanti setelah ia dilantik jadi Gubernur Jabar.
“Domba yang sudah dimakan macan tutul tolong hitung. Nanti akan saya ganti seluruh domba itu,” ujar Dedi.
Dedi kemudian mengingatkan agar semua warga jangan bertindak apapun ketika macan turun gunung.
Dedi lebih memilih mengganti domba yang menjadi mangsa macan daripada mengambil tindakan terhadap macan. Apalagi jika ujung-ujungnya mengalami kepunahan.
Karena itu, dengan adanya Gunung Sawal ini masyarakat bisa mengambil manfaatnya, salah satunya dengan menanam tanaman khas hutan.
Bahkan, ia berencana untuk menghubungi Menteri Kehutanan agar wilayah tersebut menjadi salah satu hutan konservasi.
“Kita mengusulkan Gunung Cikuray dan Sanggabuana menjadi kawasan konservasi. Semoga saja Gunung Sawal juga bisa,” ujar Dedi.
Upaya ini, sambung Dedi, supaya bisa mengubah pola pikir dan pola tindakan masyarakat. Terlebih mereka hidup berdampingan dengan kawasan hutan yang masih terjaga dengan baik.
Pihaknya pun memiliki rencana membuat perkampungan di sekitar Gunung Sawal dengan konsep rumahnya seragam dan terbuat dari bahan bambu.
Kemudian, untuk anak-anaknya bakal mendapatkan pendidikan kepariwisataan, belajar bahasa Inggris, pramusaji, tata kelola rumah dan lainnya.
“Dengan begini, sehingga pariwisata tidak hanya dinikmati oleh investor saja, tapi juga oleh masyarakat desa yang secara original mempertahankan adatnya dan terbukti berhasil. Seperti halnya di Kampung Naga,” tutur Dedi, sebagaimana dikutip dara.co.id dari harapanrakyat,com, Minggu (29/12/2024).***
Editor: denkur