SAAT masih Berjaya, Kerajaan Majapahit menempatkan sejumlah pejabatnya ke sejumlah wilayah yang dikuasainya. Para pejabat tertentu akan kembali ke pusat kerajaan untuk menghadap raja dan mengunjungi kampung halamannya.
Hal itu kemudian dikaitkan dengan fenomena mudik.
Sumber catatan yang lain juga menyebut, para pejabat dari Mataram Islam yang berjaga di daerah kekuasaan juga kembali menghadap rajanya pada saat Idulfitri. Meski telah ada sejak lama, istilah mudik baru tren pada tahun 1970-an.
Mudik menggambarkan kembalinya seseorang pada tanah kelahiranya, orang tua, saudara, teman-teman, dan suasana tempat itu berada. Mudik dari sisi agama memberikan sebuah pemahaman bahwa manusia punya daerah asal dan manusia diciptakan Allah.
Manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Tidak ada satupun manusia yang tidak mengalami hal yang satu ini, tidak ada satu pun yang mampu menghindar dari panggilan-Nya.
Lalu beragam alasan kita untuk mudik, di antaranya, karena rindu kampung halaman, ingin tetap mengikat silaturahim dengan orang tua, saudara, teman dan yang lainnya. Ada juga yang mudik karena ingin menunjukan keberhasilan/kesuksesan bekerja di kota.
Bagi para ASN Pemerintah Kota Bandung, apa pun alasannya, mudik sangat didukung oleh pimpinan. Bahkan Wali Kota Bandung, Oded M. Danial, dan Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, telah memerintahkan para ASN untuk mudik.
Alasannya, kedua pemimpin itu ingin para ASN Pemkot Bandung berbakti kepada orang tua. “Berbakti kepada orang tua lebih penting dan mulia dari pada berbakti Kepada Wali Kota .
Karena itu jika masih punya orang tua, silahkan mudik kepada mereka,” kata wali kota dalam sebuah kesempatan.
Meski memerintahkan para ASN untuk mudik, ia tetap mengimbau agar tidak menggunakan kendaraan dinas. Apalagi bagi para pejabat yang memiliki kendaraan pribadi.***
Dikutip dari: humas.bandung.go.id | Editor: Ayi Kusmawan