Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Bandung Maftuh Kholil menyerukan kepada umat muslim tak risau terhadap penyesuaian tata cara pelaksanaan Idul Adha 2021, sebab dari sudut pandang agama tak mengurangi keutamaannya.
DARA – Maftuh menuturkan, pedoman pelaksanaan ibadah yang dianjurkan pemerintah merupakan ikhtiar melawan pandemi Covid-19 di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Ibadah masih afdal dengan tetap mengikuti ketentuan tersebut.
Maftuh berharap umat muslim tetap bisa menjalankan ibadah sekalipun kini masjid dan musala tengah dibatasi penggunaannya. Pasalnya, pelaksanaan Idul Adha tetap bisa berlangsung tanpa memandang tempat.
“Dari lima rukun Islam yang disyaratkan atau ditentukan tempatnya hanya ibadah haji, yaitu harus ke Makkah. Yang lainnya kita harus selalu beribadah di manapun dan tidak ditentutan di satu titik,” ucap Maftuh, Kamis (15/7/2021).
Maftuh menerangkan, Shalat Idul Adha tergolong shalat sunah. Keutamaan sunahnya masih di bawah salat sunah Tahajud dan Witir.
“Hanya saja Shalat Idul Adha dianjurkan, dan dilaksanakan satu tahun sekali. Barangkali ini yang menjadi keberatan umat muslim tidak bisa dilaksanakan secara berjemaah,” ujarnya.
Maftuh kembali menegaskan, shalat ini sunah dan sifatnya dianjurkan untuk berjamaah, bukan diwajibkan. Sehingga, tidak terlalu krusial apabila kini shalat berjemaah di masjid atau lapangan ditiadakan sementara waktu. Terlebih untuk kepentingan bersama dalam rangka mengurangi penularan Covid-19.
Sebagai gambarannya, Maftuh menyebutkan untuk shalat wajib bisa dan diperbolehkan dilaksanakan masing-masing. Apalagi untuk shalat sunah dan masih tetap bisa dilaksanakan berjemaah dengan keluarga di rumah.
“Padahal nilainya juga tidak berbeda dengan sunah lainnya. Untuk berjamaah ini untuk shalat fardu lima waktu boleh dilakukan munfarid, apalagi untuk Shalat Idul Adha. Silahkan dilaksanakan di rumah masing-masing, hanya diupayakan pakai khotbah. Berjemaah itu tidak dianjurkan di masjid atau lapangan terbuka. Berjemaah itu adalah cukup dilaksanakan dengan dua orang. Satu orang imam dan satu orang makmum,” imbuhnya.
Tata cara pelaksanaan salatnya pun Maftuh menekankan, tidak memberatkan. Seperti ketika ‘takbiratul ihram’ yang bisa saja dilakukan satu kali apabila tidak mampu atau tidak paham.
“Takbir yang 7 dan 5 ini bukan rukun, maka seperti biasa shalat sunah kobla dzuhur 2 rakaat. Kemudian dilanjut dengan khutbah. Dianjurkan tema khutbah disesuaikan dengan nasehat keluarga sesuai kebutuhan,” ujarnya.
Begitupun saat melewatkan malam takbiran, Maftuh menilai hal itu tetap bisa dilakukan tanpa harus berkerumun. Apabila tidak ingin memutar lewat rekaman, maka bisa dilantunkan oleh salah seorang dari masjid dan diikuti warga lainnya dari rumah masing-masing.
“Jadi takbiran di masjid itu syiar. Tetap saja mau sendiri atau bersama-sama tetap dalam cara yang afdal,” katanya.
Sedangkan perihal waktu penyembelihan, Maftuh juga mengimbau agar umat muslim memanfaatkan waktu tasyrik yaitu pada 21, 22 dan 23 Juli 2021. Mengingat pada 20 Juli 2021 atau 10 Zulhijah 1442 Hijriah masih dalam masa PPKM darurat.
“Waktu pemotongan selama empat hari, semuanya itu afdal mau tanggal 10, 11,12 atau 13 zulhijah. Selama empat hari itu pemotongan hewan kurban. Jika memotong di luar tanggal tersebut bukan kurban,” ujarnya.
Asalkan, sambung Maftuh, hewan kurban yang disembelih itu memenuhi syarat ‘halalan toyyiban’. Untuk proses ini, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung sudah membantu memeriksa kesehatan dan kelayakan hewan kurban.
“Untuk tahun ini kita sudah merancang bahwa keluarga melihat dan menyaksikan cukup di rumah, bisa via Zoom. Untuk pendistribusiannya, panitia menunjuk koordinator di wilayah masing-masing. Misalkan di satu blok atau di RT menunjuk satu orang koordinator,” pungkasnya.***
Editor: denkur