Belajar tak hanya di dalam kelas, tapi juga di luar kelas, sehingga guru dituntut memberikan metode pembelajaran yang inovatif dan bermakna bagi siswa agar mereka tidak jenuh belajar.
DARA – Bagi guru penggerak, salah satu solusi untuk menghindari kejenuhan siswa tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran yang menyenangkan di luar kelas.
Materi ajar tetap bisa disampaikan guru dengan mengubah suasana kelas dan menggunakan metode belajar yang menyenangkan.
Wijayanto, seorang guru penggerak dari SDIT Hidayah Ngawen, Klaten, Jawa Tengah, sudah menerapkan pembelajaran yang menyenangkan di luar kelas untuk peserta didiknya. Ia terinspirasi dari materi yang didapatkannya saat mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak.
“Dalam pembelajaran, saya menerapkan apa yang sudah saya dapatkan di program Pendidikan Guru Penggerak, di mana pendidikan itu harus berpusat pada murid,” katanya.
Menurutnya, materi yang paling berkesan baginya selama mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak adalah materi mengenai pembelajaran berdiferensiasi dan pemetaan aset di sekolah. Dengan berbekal dari kedua materi itu, kini Wijayanto menjadi lebih siap dan percaya diri untuk menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan.
“Dengan pembelajaran berdiferensiasi, kita bisa mengoptimalkan potensi peserta didik yang dimiliki. Kemudian dengan aset yang dimiliki sekolah, kita juga bisa mengambangkan pembelajaran yang lebih inovatif dan berdampak pada murid,” ujarnya, seperti dikutip dari laman resmi Kemendikbud, Senin (18/7/2022).
Sebagai guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, Wijayanto mengajak siswanya mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan metode yang menyenangkan. Setelah materi diajarkan di dalam kelas, selanjutnya ia mengajak siswa belajar di luar kelas dan membuat permainan dengan mengaplikasikan materi yang diajarkannya, misalnya tentang persamaan kata (sinonim) dan lawan kata (antonim).
“Setelah murid mengetahui pengertian dan contoh-contohnya, lalu agar mereka lebih paham tentang beberapa contoh kata sinonim dan antonim, juga agar tidak text book, hanya menghafal, dan supaya tidak jenuh, maka kita kemas dengan bermain,” tutur Wijayanto.
Ia kemudian mengajak siswa kelas 6 ke lapangan sekolah untuk melanjutkan pembelajaran. Di lapangan, Wijayanto sudah menyiapkan dua kelompok kartu, yaitu satu kelompok kartu berwarna kuning dan satu kelompok kartu lagi berwarna merah. Pada setiap kartu berwarna kuning, tertulis kata-kata yang bisa dipasangkan sebagai sinonim. Kemudian pada setiap kartu berwarna merah tercantum kata-kata yang bisa dipasangkan sebagai antonim.
Wijayanto lalu membagi siswanya menjadi dua kelompok, yakni kartu kuning dan kartu merah. Kedua kelompok itu kemudian berlomba untuk bersama-sama menyusun kata-kata sinonim dan antonim.
Setelah permainan dilakukan secara berkelompok, siswa kemudian diminta untuk memasangkan kartu secara mandiri atau sendiri-sendiri untuk lebih menguatkan pemahaman siswa dan melihat apakah ada siswa yang belum mengerti materinya.
“Jadi itu pelajaran di luar kelas sambil bermain. Anak berlari ke depan mengambil satu kartu dan mengurutkan. Jadi kita juga bisa mengecek mana siswa yang sudah paham atau belum. Dengan demikian anak-anak akan lebih mudah paham dan gembira, daripada hanya menghafalkan. Jika pembelajaran dikemas dengan bermain akan lebih berkesan,” ujar Wijayanto.
Metode pembelajaran yang menyenangkan di luar kelas tersebut disukai oleh siswa-siswanya, salah satunya Faiq Abyan Hilmi. Menurut Faiq, pembelajaran tersebut lebih seru dan menyenangkan.
“Lebih enjoy dan lebih seru. Tadi bermain membedakan kata antonim dan sinonim. Jadi kita lihat kartunya, terus mengurutkan kartu berdasarkan lawan kata dan persamaan kata,” tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh kawannya, Luthfiana Janitra Mardiyana. Luthfiana mengatakan, pembelajaran dengan permainan di luar kelas lebih menyenangkan.
“Pak Wijayanto tidak pernah marah jadi saya mudah memahami materinya. Saya juga lebih suka belajar di luar kelas. Soalnya lebih menyenangkan di luar kelas daripada di dalam kelas,” tuturnya.
Sebagai guru penggerak, Wijayanto menuturkan, ia memosisikan siswa sebagai subjek belajar sehingga siswa bisa lebih aktif dalam pembelajaran. Ia mengatakan, sebagai seorang pendidik, guru hanya menuntun dan mengarahkan siswa, agar mereka bisa mengembangkan potensinya.
“Dalam program Pendidikan Guru Penggerak juga diharapkan agar pembelajaran di tingkat SD bisa lebih menyenangkan. Makanya saya kemas pembelajaran tidak hanya sekadar belajar, tetapi juga sambil bermain. Saya yakin anak-anak lebih gembira dan lebih mudah memahami materi yang disampaikan,” katanya. (Desliana Maulipaksi)
Editor: denkur