DARA | CIANJUR – Musim kemarau kali ini, berakibat debit air di 70 jaringan irigasi di Kabupaten Cianjur rata-rata menyusut hampir 30%. Bahkan sebagian wilayah sudah kering sama sekali.
“Hasil pantauan tim di lapangan, rata-rata secara akumulasi, debit air di aliran-aliran sungai sudah turun hampir 30%,” tutur Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Cianjur, Wiguno Prihantono, kepada wartawan, Kamis (1/8/2019).
Seperti di irigasi Sungai Cihea. Dalam kondisi normal, debit air di ungai ini 17 ribu liter per detik. Memasuki pekan pertama Juli atau saat kemarau, debit airnya turun drastis menjadi sekitar 4 ribu liter per detik.
Kondisi serupa terjadi di aliran Sungai Leuwi Bokor di Kecamatan Cikalongkulon. Dalam kondisi normal debit airnya di kisaran 15 ribu liter per detik. Sekarang turun menjadi 1.800 liter per detik.
“Tapi ada juga yang masih bagus debitnya. Seperti di Sungai Cijedil. Masih cukup normal,” ujarnya.
Menurut dia, menyusutnya debit air di beberapa jaringan irigasi akan berdampak cukup signifikan terhadap pasokan air ke lahan-lahan pertanian. Pihaknya bersama Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Mitra Cai di wilayah, memberlakukan gilir giring bagi areal pertanin di sekita irigasi yang debit airnya masih cukup.
“Tapi kalau untuk yang sudah tidak ada debit airnya, cukup sulit melakukan gilir giring. Seperti Irigasi Jebol di Kecamatan Mande. Dari data laporan yang kita terima, sudah tidak ada airnya. Sudah kering,” katanya.
Jaringan irigasi di Kabupaten Cianjur terbagi ke dalam tujuh wilayah pengelolaan. Di Balai Wilayah I Cianjur Kota terdapat 20 jaringan, Balai Wilayah II Cibeber 14 jaringan, Balai Wilayah III Ciranjang 4 jaringan, Balai Wilayah IV Cikalongkulon 15 jaringan, dan di Balai Wilayah V Sukanagara terdapat 5 jaringan. Kemudian di Balai Wilayah VI Pagelaran terdapat 8 titik jaringan irigasi, di Balai Wilayah VII Cidaun t4 t jaringan irigasi.
Semua jaringan irigasi itu berada di bawah pengelolaan Dinas PUPR Kabupaten Cianjur. “Dalam kondisi normal, debit air dari irigasi yang kita kelola bisa mengaliri sekitar 37 ribu lebih hektare lahan sawah di seluruh Kabupaten Cianjur,” ujarnya.
Dinas PUPR, lanjut dia, berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Perkebunan Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur menangani pasokan air ke lahan-lahan pertanian masyarakat. Termasuk berkoordinasi dengan BPBD dan Dinas Permukiman Kawasan Perumahan dan Pertanahan (Kimrumtan).
“Tapi kalau BPBD itu program penanganannya lebih diprioritaskan membantu penyaluran air bersih bagi masyarakat. Kalau Dinas Kimrumtan dan Dinas Pertanian fokusnya membuat sumur-sumur pantek,” tuturnya.
Untuk membantu pasokan air, Dinas PUPR juga memiliki sekitar 60 situ dan embung tersebar di sejumlah lokasi. Namun Wiguno belum mendapat laporan spesifik embung dan situ yang mengalami kekeringan. “Intinya, kami juga mengimbau kepada petani, saat kemarau seperti ini agar beralih menanam palawija daripada tanaman padi,” ujar dia.
Menyusutnya debit air di jaringan-jaringan irigasi cukup berdampak terhadap sektor pertanian, terutama bagi tanaman padi. Selama kemarau pada Juni-Juli, lahan pertanian yang terancam kekeringan mencapai seluas 4.152 hektare dan yang sudah terdampak seluas 3.737 hektare.
Lahan yang yang sudah terdampak itu terdiri atas kekeringan ringan 1.272 hektare, kekeringan sedang 979 hektare, kekeringan berat 889 hektare, dan puso 579 hektare. Sedangkan pada 2017 selama periode Juni-September seluas 360 hektare terdiri atas kekeringan ringan 277 hektare, kekeringan sedang 44 hektare, kekeringan berat 39 hektare, dan puso nihil.
Sementara pada 2018 selama Juni-September seluas 668 hektare terdiri dari kekeringan ringan 606 hektare, kekeringan ringan 47 hektare, kekeringan berat 889 hektare, dan puso nihil. “Dibandingkan 2017 dan 2018, luasan lahan pertanian yang terdampak kekeringan melonjak drastis,” ujar Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Perkebunan Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur, Dandan Hendayana.***
Wartawan: Purwanda | Editor: Ayi Kusmawan