Nasib Salak Warpul yang Kini Nyaris Punah Tergerus Pemukiman

Senin, 1 Februari 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Salak Warpul yang terkenal tahun 1980 an (Foto: heni Suhaeni/dara.co.id)

Salak Warpul yang terkenal tahun 1980 an (Foto: heni Suhaeni/dara.co.id)

Salak Warung Pulus atau dikenal dengan sebutan Salak Warpul cukup terkenal sejak tahun 1980-an hinggi kini. Anda ingin mencicipi kelejatannya bisa datang ke jalan raya Batujajar menuju arah Cihampelas (jalan lama), disitu banyak berjejer para tukang salak.


DARA – Salak Warpul ternyata berasal dari Desa Pangauban dan Galanggang Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Bentuknya yang cukup besar.

Disepanjang jalan raya Batujajar menuju arah Cihampelas (jalan lama), banyak berjejer  tukang salak. Kebanyakan wanita, sehingga muncul banyolan jika di sepanjang jalan itu banyak WTS alias Wanita Tukang Salak.

Seiring dibukanya Waduk Saguling sekitar tahun 1984, jalan di sekitar itu buntu karena tergenang. Otomatis tanaman salak juga sebagian besar tergusur proyek Waduk Saguling.

Didin Tahyudin (64), salah seorang petani salak Warpul yang hingga kini masih bertahan mengatakan, pada masa itu luas lahan keseluruhan yang ditanami salak sekitar 30 hektar. Namun, tergerus proyek Waduk Saguling sekitar 20 hektar.

“Sekarang, paling tinggal 2 hektar-an yang tanam salak lokal (Warpul). Selebihnya sudah dibangun perumahan dan sisanya beralih tanam salak pondoh dan si madu,” ujarnya, saat ditemui di kebun salak miliknya di Kampung Pangauban RT 01 RW 05 Desa Pangauban, Minggu (31/1/2021).

Ia masih tetap mempertahankan pohon salak lokal di belakang rumahnya sekitar 700 meter. Di tempat berbeda, Didin juga menanam pohon salak pondoh dan salak madu.

Didin Tahyudin (64), salah seorang petani salak yang hingga kini masih mempertahankan salak Warpul (Foto: Heni Suhaeni/dara.co.id)

Jika dibandingkan dengan salak lokal, kata Didin, salak pondoh dan salak madu asal Sleman ini jauh bernilai ekonomi tinggi. Harga salak lokal hanya sekitar Rp3.000-an/kg sedangkan salak pondoh Rp8.000/kg-Rp12.000/ kg.

Bahkan, salak madu yang biasa dijual di super market bisa tembus harga antara Rp15.000/kg-Rp25.000/kg.

Satu-satunya alasan Didin masih mempertahankan salak lokal, karena ingin melestarikannya. Ia tidak mau cucu buyutnya kelak tidak mengenal salak lokal daerahnya.

“Ini peninggalan karuhun (warisan orang tua), jangan sampai habis. Harus punya nilai sejarah,” tuturnya.***

Editor: denkur

Berita Terkait

Penurunan Penghasilan Pengaruhi Pola Belanja Masyarakat saat Lebaran
Tak Hanya ASN, Pekerja Swasta Juga Dapat THR, Segini Besarannya
Jelang Mudik, Inilah Instruksi Mendagri untuk Kepala Daerah
Permudah Distribusi Penumpang, Pemerintah Luncurkan Platform Terpadu Mudik Gratis Nusantara Hub
Webinar Universitas Paramadina: Menyoal Pseudo-Spiritualitas dan Budaya Korupsi di Negara Religius
Sidak Pasar Tagog Padalarang, Tim Gabungan Temukan MinyakKita Kurang Takaran
Lokasi Mobil SIM Keliling di Kabupaten Bandung, Jumat 14 Maret 2025
Lokasi Mobil SIM Keliling di Kota Bandung, Jumat 14 Maret 2025
Berita ini 14 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 15 Maret 2025 - 14:40 WIB

Penurunan Penghasilan Pengaruhi Pola Belanja Masyarakat saat Lebaran

Sabtu, 15 Maret 2025 - 11:38 WIB

Tak Hanya ASN, Pekerja Swasta Juga Dapat THR, Segini Besarannya

Sabtu, 15 Maret 2025 - 11:28 WIB

Jelang Mudik, Inilah Instruksi Mendagri untuk Kepala Daerah

Sabtu, 15 Maret 2025 - 11:22 WIB

Permudah Distribusi Penumpang, Pemerintah Luncurkan Platform Terpadu Mudik Gratis Nusantara Hub

Sabtu, 15 Maret 2025 - 11:06 WIB

Webinar Universitas Paramadina: Menyoal Pseudo-Spiritualitas dan Budaya Korupsi di Negara Religius

Berita Terbaru

BANDUNG UPDATE

Penurunan Penghasilan Pengaruhi Pola Belanja Masyarakat saat Lebaran

Sabtu, 15 Mar 2025 - 14:40 WIB

Foto: Komdigi

HEADLINE

Jelang Mudik, Inilah Instruksi Mendagri untuk Kepala Daerah

Sabtu, 15 Mar 2025 - 11:28 WIB