Tetapi para ilmuwan memperingatkan strategi keluar dari pandemi mungkin premature. Munculnya varian virus corona yang lebih menular membuat negara-negara yang bahkan tingkat vaksinasinya tinggi seperti AS tetap rentan.
DARA- Pemerintahan Inggris telah mencabut hampir seluruh pembatasan virus corona. Sementara itu Jerman mengizinkan orang-orang yang telah divaksinasi untuk bepergian tanpa karantina.
Di Italia dan Singapura, kewajiban pemakaian masker di luar ruangan sebagian besar telah dicabut. Mal-mal masih tetap buka.
Delapan belas bulan setelah virus corona pertama kali muncul, pemerintah di Asia, Eropa, dan Amerika mendorong warganya kembali ke ritme kehidupan sehari-hari dan transisi menuju normal baru di mana kereta, kantor-kantor, restoran, dan bandara kembali penuh. Mantranya sama: Kita harus belajar hidup dengan virus.
Tetapi para ilmuwan memperingatkan strategi keluar dari pandemi mungkin premature. Munculnya varian virus corona yang lebih menular membuat negara-negara yang bahkan tingkat vaksinasinya tinggi seperti AS tetap rentan. Tempat-tempat seperti Australia, yang menutup perbatasannya, sedang mempelajari bahwa mereka tidak dapat mencegah virus keluar.
Pemerintah mulai menerima lockdown dan pembatasan adalah bagian penting dari pemulihan. Warga didorong untuk mengubah perspektif pandemi mereka dan fokus untuk menghindari penyakit parah dan kematian daripada infeksi, yang lebih sulit untuk dihindari. Dan negara-negara dengan ambisi nol-Covid memikirkan kembali kebijakan tersebut.
“Anda perlu memberi tahu orang-orang: Kami akan mendapat banyak kasus,” jelas Dale Fisher, seorang profesor kedokteran di Universitas Nasional Singapura yang mengepalai Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nasional Kementerian Kesehatan Singapura.
“Dan itu bagian dari rencananya – kita biarkan saja,” lanjutnya, dikutip dari The New York Times, Kamis (22/7/2021).
“Rakyat kami lelah berperang,” tulis sekelompok menteri Singapura dalam esai opini di surat kabar Straits Times pada Juni lalu, seperti dilansir dara.co.id dari merdeka.com.
“Semua bertanya: Kapan dan bagaimana pandemi akan berakhir?”
Para pejabat di Singapura mengumumkan rencana untuk secara perlahan memperlonggar pembatasan. Rencana tersebut termasuk memantau sejumlah orang yang sakit parah, berapa yang memerlukan ICU, dan berapa yang butuh ventilator. Mereka fokus ke hal tersebut daripada infeksi.
Rencana tersebut mendapat ujian. Wabah menyebar melalui beberapa tempat karaoke dan pelabuhan ikan. Pada Selasa (20/7/2021), Singapura mengumumkan untuk memperketat tindakan pencegahan, termasuk melarang semua layanan makan di tempat di restoran.
Singapura telah memvaksinasi penuh 49 persen populasinya dan menjadikan Israel yang tingkat vaksinasinya 58 persen sebagai contoh.
Israel juga lebih fokus untuk penanganan penyakit parah. Negara ini menghadapi lonjakan kasus baru, naik dari satu digit sebulan yang lalu menjadi ratusan kasus baru dalam sehari. Baru-baru ini, Israel kembali mewajibkan masker dalam ruangan.
Australia di persimpangan jalan
Ahli epidemiologi di Universitas Otago di Selandia Baru, Michael Baker, mengatakan negara-negara yang mengambil jalan pintas dalam perjalanan mereka untuk membuka kembali perbatasannya membuat orang yang tidak divaksinasi dalam risiko dan bertaruh dengan nyawa.
Baker, yang membantu merancang strategi penanganan Covid Selandia Baru, mengaku cukup kaget dengan keputusan pemerintah yang memutuskan untuk hidup berdampingan dengan virus.
Warga Selandia Baru tampaknya telah menerima kemungkinan pembatasan jangka panjang. Dalam survei yang dilakukan pemerintah baru-baru ini terhadap lebih dari 1.800 orang, 90 persen responden mengatakan mereka tidak berharap kehidupan kembali normal setelah mereka divaksinasi.
Para ilmuwan masih belum sepenuhnya memahami “covid jangka panjang” – gejala jangka panjang yang masih dihadapi oleh ratusan ribu pasien yang sebelumnya terinfeksi. Mereka mengatakan Covid-19 tidak boleh diperlakukan seperti flu, karena jauh lebih berbahaya. Mereka juga tidak yakin tentang durasi kekebalan yang diberikan oleh vaksin dan seberapa baik vaksin memberikan perlindungan terhadap varian virus corona.
Banyak negara berkembang juga masih menghadapi lonjakan infeksi, memberikan virus kesempatan lebih besar untuk berkembang biak dengan cepat, yang kemudian meningkatkan risiko mereka bermutasi dan menyebar. Hanya 1 persen orang di negara berpendapatan rendah telah menerima satu dosis vaksin, menurut proyek Our World in Data.
Di AS, kondisinya berbeda dari tempat ke tempat. Negara bagian seperti California dan New York angka vaksinasinya tinggi tapi mewajibkan orang yang tidak divaksinasi memakai masker di dalam ruangan. Sementara di Alabama dan Idaho, angka vaksinasinya rendah tapi tidak mewajibkan pemakaian masker. Beberapa sekolah dan universitas berencana mewajibkan siswa dan mahasiswanya divaksinasi, tapi beberapa negara bagian melarang lembaga publik menerapkan pembatasan tersebut.
Di Australia, beberapa anggota parlemen negara bagian mengatakan negara itu telah sampai di “persimpangan jalan” di mana perlu memutuskan antara pembatasan terus-menerus dan belajar untuk hidup dengan infeksi. Mereka mengatakan Australia mungkin perlu mengikuti sebagian besar negara di dunia dan menyerah pada pendekatan nol-Covid-nya.
Gladys Berejiklian, pemimpin negara bagian New South Wales, Australia, segera menolak usulan tersebut.
“Tidak ada negara bagian atau bangsa atau negara mana pun di planet ini yang dapat hidup dengan varian Delta ketika tingkat vaksinasi kita sangat rendah,” ujarnya.
Hanya sekitar 11 persen warga Australia di atas usia 16 tahun yang telah divaksinasi penuh.
Perdana Menteri Australia, Scott Morrison juga membatalkan perubahan protokol Covid di negara itu. Setelah mengumumkan rencana empat fase untuk kembali ke kehidupan biasa pada 2 Juli, dia bersikeras kekuatan varian Delta memerlukan penundaan sampai waktu yang tidak dapat dipastikan.
Editor : Maji