OPINI: Efektivitas dan Transparansi Kartu Kredit Pemerintah dalam Keuangan Negara

Senin, 12 September 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sujiyati, S.E

Sujiyati, S.E

Dalam melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara secara lebih profesional, terbuka, dan bertanggung jawab, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.


Peraturan Pemerintah tersebut merupakan dasar dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan pengimplementasian Kartu Kredit Pemerintah (KKP) guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan uang kas negara.

Berkaitan dengan pembayaran menggunakan kartu kredit Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) beberapa
waktu lalu mengeluarkan uji coba penggunaan KKP dalam pembayaran belanja negara.

Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-17/PB/2017 tentang Uji Coba Pembayaran dengan Kartu Kredit dalam rangka Penggunaan Uang Persediaan.

Uji coba penggunaan kartu kredit dalam pembayaran belanja dilaksanakan pada beberapa satker di Kementerian/Lembaga.

Kartu kredit yang digunakan adalah jenis Kartu Kredit Korporat. Namun karena Kartu Kredit Korporat identik dengan swasta atau perusahaan maka istilah yang digunakan untuk kartu kredit yang digunakan untuk belanja satker adalah KKP.

Realisasi belanja menggunakan KKP tidak berpengaruh signifikan terhadap kas menganggur dari penggunaan Uang Persediaan (UP), tetapi realisasi belanja melalui UP tunai berpengaruh. Biaya operasional, jumlah satuan kerja dan ukuran Kementerian/Lembaga berpengaruh signifikan meningkatkan nilai UP KKP.

Penggunaan KKP disarankan untuk seluruh jenis transaksi pemerintah dan diwajibkan terhadap seluruh satker.

Penghapusan pembayaran melalui UP Tunai dinilai membantu efektivitas manajamen kas pemerintah.

Transparansi sebagai salah satu karakteristik utama dalam good governance diartikan sebagai suatu keputusan yang diambil dan penegakannya dilakukan dengan cara mengikuti aturan dan peraturan.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 201 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menjelaskan bahwa transparansi berarti memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada Peraturan Perundang-undangan transparansi juga memungkinkan informasi yang cukup untuk
disediakan dalam bentuk dan media yang mudah dimengerti.

Sebagaimana kita ketahui, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Selanjutnya dalam Pasal 3 dalam Undang-Undang Keuangan Negara tersebut disebutkan antara lain Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Penggunaan KKP dilaksanakan secara tertib dan taat pada peraturan perundang-undangan.

Pemakaian kartu kredit oleh satker Kementerian/Lembaga akan mempercepat pelaksanaan kegiatan satker yang bersangkutan. Pelaksana kegiatan tidak perlu harus menunggu uang dari Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan kegiatannya.

Sebagai contoh, untuk pegawai yang banyak melakukan perjalanan dinas, dengan adanya KKP maka pelaksanaan tugasnya akan lebih efektif karena tidak perlu selalu meminta uang operasional kepada bendahara dan juga tidak
perlu banyak membawa uang kas karena semua keperluan terkait tugas seperti pembayaran tiket pesawat dan hotel dapat menggunakan KKP.

Melalui penggunaan kartu kredit ini juga telah mendukung program meminimalisasi peredaran uang tunai (cashless society).

Pemakaian KKP dilaksanakan secara transparan dan bertanggung jawab. Berbeda dengan Kartu Kredit Perorangan, KKP dalam pengelolaannya memiliki administrator.

Administrator Kartu Kredit adalah pegawai/pejabat yang ditunjuk untuk melakukan administrasi penggunaan KKP
termasuk memantau penggunaan KKP oleh Pemegang Kartu Kredit.

Administrator dapat mengaktifkan dan menonaktifkan kartu kredit. Pemegang KKP harus menyimpan semua bukti pengeluaran atas penggunaan kartu kredit dan menyerahkannya kepada Pejabat Pembuat Komitmen sebagai dasar verifikasi, pembayaran tagihan serta pertanggungjawaban uang persediaan.

KKP adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh Bank Penerbit KKP, dan Satker berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus.

Terobosan baru dalam mekanisme pembayaran belanja negara tersebut perlu dilakukan karena Uang Persediaan pada Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja semakin meningkat setiap tahun.

KKP merupakan Kartu Kredit Corporate (Corporate Card), yang diterbitkan oleh Bank Penerbit KKP.

Bank Penerbit KKP merupakan bank yang sama dengan rekening Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu dibuka, dan Kantor Pusat Bank tersebut melakukan kerjasama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Penggunaan KKP dilakukan dengan memperhatikan prinsip:
a. Fleksibel, yaitu kemudahan penggunaan (flesibility) kartu dengan jangkauan pemakaian yang lebih luas dan transaksi dapat dilakukan di seluruh merchant yang menerima pembayaran melalui mesin Electronic Data Capture (EDC)/media daring.
b. Aman dalam bertransaksi dan menghindari terjadinya penyimpangan (fraud) dari transaksi secara tunai.

c. Efektif dalam mengurangi UP yang menganggur (idle cash) dan biaya dana (cost of fund) Pemerintah dari transaksi UP.
d. Akuntabilitas pembayaran tagihan negara dan pembebanan biaya penggunaan UP KKP.

Pemegang KKP

Pejabat dan/atau pegawai di lingkungan Satker Kementerian Negara/Lembaga yang berstatus sebagai Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau pegawai lainnya untuk melakukan belanja dengan KKP berdasarkan penetapan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang berhak menjadi Pemegang KKP.

Urutan Pengajuan KKP sampai dengan Penggunaan
1. Pengajuan KKP
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menyampaikan Surat Permohonan Penerbitan KKP kepada Bank Penerbit KKP dilampiri:
a. Surat Referensi;
b. Formulir Aplikasi KKP dari bank berkenaan;
c. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku;
d. Fotokopi NPWP;
e. Fotokopi Surat Persetujuan Besaran UP dari KPPN; dan
f. Fotokopi Surat Keputusan Penunjukkan KPA.

2. Penerbitan KKP

Bank Penerbit KKP melakukan verifikasi atas Surat Permohonan Penerbitan KKP dan dokumen pendukungnya. Verifikasi yang dilakukan termasuk verifikasi atas persetujuan pemberian batasan belanja (limit) KKP dengan mempertimbangkan Surat Persetujuan Besaran UP Satker yang diterbitkan KPPN.

3. Penyerahan KKP

KPA menyerahkan KKP kepada Pemegang KKP disertai Berita Acara Serah Terima KKP dan Surat Perjanjian Penggunaan KKP yang ditandatangani oleh KPA dan Pemegang KKP.

4. Aktivasi dan Penggunaan KKP

Pemegang KKP menggunakan KKP sesuai dengan kewenangannya setelah terlebih dahulu dilakukan aktivasi kartu dan PIN KKP untuk pertama kali. Aktivasi KKP dan request/aktivasi PIN KKP dilakukan oleh Administrator KKP atau masing-masing Pemegang KKP melalui call center/layanan pesan singkat (Short Message Service) sarana lainnya.

KPA melakukan pengawasan secara internal atas kewajiban pembayaran tagihan KKP agar tidak melewati batas waktu/jatuh tempo pembayaran selain itu dalam mengantisipasi/mencegah terjadinya keterlambatan pembayaran tagihan KKP.

Satker membuat SOP Internal terkait norma waktu penggunaan, penyelesaian tagihan, dan pertanggungjawaban KKP yang ditetapkan oleh KPA dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dasar Hukum

1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan KKP;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.05/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan KKP.

Jenis KKP

KKP terdiri atas:
1. Kartu kredit untuk keperluan belanja barang operasional serta belanja modal;
2. Kartu kredit untuk keperluan belanja perjalanan dinas jabatan.

KKP Belanja Operasional dan Belanja Modal

KKP untuk keperluan belanja dapat digunakan untuk keperluan:
1. Belanja Barang Operasional, antara lain belanja keperluan perkantoran, belanja pengadaan bahan makanan, belanja penambah daya tahan tubuh, dan belanja barang operasional lainnya;

2. Belanja Barang Non Operasional, antara lain belanja bahan dan belanja barang non operasional lainnya;
3. Belanja Barang untuk persediaan, antara lain belanja barang persediaan barang konsumsi;
4. Belanja Sewa;
5. Belanja Pemeliharaan Gedung dan Bangunan, antara lain belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, belanja barang persediaan pemeliharaan gedung dan bangunan, dan belanja pemeliharaan gedung dan bangunan lainnya;
6. Belanja Pemeliharaan Peralatan dan Mesin, antara lain belanja pemeliharaan peralatan dan mesin, belanja bahan bakar minyak dan pelumas dan pelumas khusus non pertamina, belanja barang persediaan pemeliharaan peralatan dan mesin, dan belanja pemeliharaan peralatan dan mesin lainnya.
7. Belanja Pemeliharaan Lainnya, antara lain belanja barang persediaan pemeliharaan lainnya dan belanja pemeliharaan lainnya;
8. Belanja Modal.

Penggunaan KKP

Penggunaan KKP dilakukan dengan nilai belanja paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk 1 (satu) penerima pembayaran khusus hanya dapat dilakukan untuk transaksi pengadaan barang/jasa yang merupakan produk dalam negeri yang disediakan oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui sarana:
a. katalog elektronik dan toko daring yang disediakan oleh lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah (e-KATALOG).
b. marketplace berbasis platform pembayaran pemerintah yang disediakan oleh Kementerian Keuangan (DIGIPay).

Dalam hal KKP digunakan untuk transaksi di luar sarana sebagaimana dimaksud di atas, nilai belanja paling banyak untuk 1 (satu) penerima pembayaran berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN, yaitu maksimal Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) untuk 1 (satu) penerima pembayaran.

KKP Belanja Perjadin Jabatan

KKP untuk keperluan Belanja Perjalanan Dinas Jabatan digunakan untuk:
1. Komponen pembayaran biaya transport
2. Penginapan
3. Sewa kendaraan dalam kota

Batas tertinggi dan estimasi penggunaan KKP untuk keperluan belanja perjalanan dinas jabatan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai standar biaya masukan.

Ketentuan Lain
1. KKP merupakan Kartu Kredit Corporate (corporate card) yang diterbitkan oleh Bank Penerbit KKP. Bank Penerbit KKP merupakan bank yang sama dengan tempat rekening BP/BPP dibuka dan kantor pusat bank tersebut telah melakukan kerja sama dengan DJPb.
2. Ketentuan pembayaran dan penggunaan KKP dikecualikan bagi Satker yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. tidak terdapat penyedia barang/jasa yang dapat menerima pembayaran dengan KKP melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari KPA;
b. memiliki pagu jenis belanja Satker yang dapat dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp2.400.000.000,00 (dua miliar empat ratus juta rupiah).
3. Proporsi UP diatur sebagai berikut:
a. UP Tunai sebesar 60% (enam puluh persen) dari besaran UP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. UP KKP sebesar 40% (empat puluh persen) dari besaran UP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
4. Kepala Kanwil DJPb dapat memberikan persetujuan atas perubahan proporsi UP KKP berupa kenaikan atau penurunan proporsi UP KKP.

5. Persetujuan atas kenaikan proporsi UP KKP diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Kebutuhan penggunaan UP KKP dalam 1 (satu) bulan,, melampaui besaran UP KKP;
b. Frekuensi penggantian UP KKP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan dalam 1 (satu) tahun.
6. Persetujuan atas penurunan proporsi UP KKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Kebutuhan penggunaan UP Tunai dalam 1 (satu) bulan, melampaui besaran UP Tunai;
b. Frekuensi penggantian UP Tunai tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan dalam 1 (satu) tahun;
c. Terbatasnya penyedia barang/jasa yang menerima pembayaran dengan KKP melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari KPA.

Tujuan Penggunaan KKP
1. Meminimalisasi penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara Pembayaran dilaksanakan secara cashless transaction, penggunaan KKP mengakibatkan jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat menjadi lebih berkurang.
2. Meningkatkan keamanan dalam bertransaksi Penggunaan KKP akan memberikan rasa aman kepada pemegangnya dikarenakan bendahara/pegawai tidak harus membawa uang tunai yang banyak untuk membayar
barang/jasa yang diperolehnya, membawa uang tunai dalam jumlah besar akan sangat berisiko terjadinya pencurian atau perampokan.
3. Mengurangi potensi fraud dari transaksi secara tunai Mengurangi terjadinya kecurangan (fraud) dengan memanipulasi dokumen pembayaran (markup harga) dan pembuatan dokumen pembayaran fiktif.
4. Mengurangi cost of fund/idle cash dari penggunaan UP
Jumlah uang tunai yang dimiliki oleh satker akan berkurang karena 40% akan dialokasikan dananya untuk pembayaran melalui KKP.

Anggapan bahwa menggunakan KKP kurang efektif dan efisien tentu saja keliru. Justru penggunaan KKP dapat meningkatkan efisiensi antara lain mengurangi/mempercepat waktu transaksi sekaligus juga meningkatkan pengawasan.

Berdasarkan gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi KKP sebagai model baru praktek pengelolaan keuangan negara banyak memberikan manfaat bagi penggunaannya terutama satuan kerja dan pemerintah serta mendorong menuju pengelolaan keuangan negara yang efektif dan efisien dalam rangka transparansi dan governance dalam pengelolaan APBN.

Editor: denkur

Berita Terkait

Peran DPRD dalam Rotasi Mutasi PNS
Pilkada Serentak 2024, Masyarakat Telah Menentukan Pilihan
OPINI: Kontek Pencalonan Menuju Pilkada Bandung Barat, Mau Dibawa Kemana?
Pilkada Kabupaten Bandung : Manuver Partai Nasdem
Sosok Pemimpin KBB ke Depan, Bagaimana Parpol?
Sistem Pengendalian Manajemen pada PT Unilever Indonesia Tbk
Sistem Pengendalian Manajamen terhadap PT Campina Ice Cream Industry
PT Mitsuba Indonesia Produsen Komponen Elektrik Ternama di Dunia
Berita ini 9 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 21 Desember 2024 - 17:32 WIB

Peran DPRD dalam Rotasi Mutasi PNS

Jumat, 29 November 2024 - 14:59 WIB

Pilkada Serentak 2024, Masyarakat Telah Menentukan Pilihan

Sabtu, 3 Agustus 2024 - 13:08 WIB

OPINI: Kontek Pencalonan Menuju Pilkada Bandung Barat, Mau Dibawa Kemana?

Kamis, 25 Juli 2024 - 09:42 WIB

Pilkada Kabupaten Bandung : Manuver Partai Nasdem

Kamis, 27 Juni 2024 - 10:44 WIB

Sosok Pemimpin KBB ke Depan, Bagaimana Parpol?

Berita Terbaru

Ads

PIALA ASIA U-17 Tiru “Incorporated” ala Jepang

Kamis, 10 Apr 2025 - 09:36 WIB