Rencana Tata Ruang Wilayah, Untuk Siapa?

Senin, 3 Februari 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 Nur Illah Kiftiah Khaerani

Nur Illah Kiftiah Khaerani

Sebanyak 60 hektare lahan pertanian menyusut setiap tahunnya. Penyusutan ini disebabkan karena alih fungsi lahan ke area non pertanian. Biasanya, alih fungsi ini dilakukan untuk proyek pembangunan jangka panjang seperti perumahan, pabrik dan jalan tol serta fasilitas umum lainnya.

“Angka sebesar itu nyaris setara dengan angka penurunan produksi sebanyak 300 ribu ton setiap tahun, “ujar kepala biro Humas dan informasi publik kementerian pertanian (kementan) Kuntoro Boga Andri, di Jakarta (ayobandung.com).

Melihat fakta diatas, dalam komitmennya untuk melaksanakan tata ruang dan juga alih fungsi lahan, seringkali digoyahkan oleh kepentingan ekonomi.

Komitmen dalam melaksanakan rencana tata ruang ini. Seringkali melihat daerah-daerah kabupaten/kota yang belum membuat RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang daerah tersebut memiliki potensi untuk rencana ini, serta didalamnya harus menetapkan alokasi lahan untuk pembuatannya. Tentunya ini sebagai kendala dalam pengembangan tata ruang untuk mengendalikan alih fungsi lahan saat ini.

Daerah lain yang memiliki rencana tata ruang seringkali tergoda untuk melakukan revisi, karena adanya kepentingan ekonomi yang kuat, sehingga kawasan yang dulunya pertanian sawah beralih fungsinya menjadi kawasan pertanian non pangan, perumahan, jalan dan infrastruktur lainnya.

Ketika pemanfaatan lahan melampaui daya dukungnya, maka alam bukan lagi menjadi sumberdaya melainkan bencana. Karena itu perlu ada pengaturan keseimbangan antara alam dan kebutuhan ruang, termasuk perlindungan lahan pertanian dalam penataan ruang.

Hal ini yang menjadi kebijakan kebijakan pemda, dimana kebijakan tersebut lebih berorientasi pada kebijakan ekonomi dan industri yang menyampingkan industri pangan. Tujuannya yakni sebagai peralihan terhadap hukum tata ruang dengan melakukan revisi RTRW yang berorientasi mengakomodasi kepentingan-kepentingan pihak tertentu.

Itulah kelemahannya dalam melaksanakan rencana tata ruang tersebut. Kelemahan lainnya adalah, tidak diterapkannya instrumen pengendalian tata ruang dengan baik, sehingga pengendalian tata ruang diakuinya tidak lagi memprioritaskan keharmonisan.

Kemudian, alih fungsi lahan pertanian seyogiannya insentif yang diberikan kepada petani sawah sangat kurang, sebagai salah satu akibat dari dilanggarnya rencana tata ruang yang merupakan hal alamiah, hal ini terjadi karena sifat manusia yang ingin mengejar keuntungan ekonomi.

Semua itu akibat dari sistem korporatokrasi turunan dari sistem kapitalis yang sekuler. Yang selalu menjadikan kepentingan para korporat diatas kepentingan rakyat. Solusinya bagaimana konsep Islam dalam menata lingkungan, dimana RTRW akan diselaraskan dengan kebutuhan masyarakat.

Tidak akan dibangun bangunan-bangunan yang tidak ada manfaatnya bagi rakyat. Tidak akan pula daerah resapan air dijadikan sebagai wilayah pemukiman penduduk/ dibangun perumahan tersebut.

Sudah selayaknya kita kembali kepada tuntunan Islam yang di dalamnya Allah mewajibkan kepada penguasa untuk mengurus urusan rakyatnya. Dalam Islam, negara melakukan pembangunan dan pengelolaan hamparan kawasan tersebut dengan prinsip pelayanan, bukan malah menjadikannya sebagai aset yang dibisniskan kepada rakyat.

Sebagaimana khalifah Umar ra. Ketika mulai menata wilayah di  Irak beliau menghitung betul kategori dan potensi tanah, ruang, serta hewan-hewan liarnya untuk melayani kebutuhan hidup rakyatnya, bukan berhitung dengan rumus bisnis.

Sejarah Islam mencatat bagaimana tata kelola kota di masa Khilafah begitu baik. Kota-kota Islam semisal Bagdad, Cordoba, Granada, Cairo adalah kota-kota Islam yabg dikenal dengan keindahan, sarana dan prasarana yang lengkap semisal Rumah sakit, universitas, tempat pemandian umum, ketersediaan air yang memadai, dan keteraturan lain yang mengagumkan. Hal ini menunjukan begitu baiknya pengurusan Khalifah dalam menata kota atas prinsip pelayanan kepada umat, seluruhnya, bukan hanya untuk orang yang kaya dan super kaya saja seperti saat ini.***

Nur Illah Kiftiah Khaerani adalah guru, tinggal di Bandung

Berita Terkait

OPINI: Kontek Pencalonan Menuju Pilkada Bandung Barat, Mau Dibawa Kemana?
Pilkada Kabupaten Bandung : Manuver Partai Nasdem
Sosok Pemimpin KBB ke Depan, Bagaimana Parpol?
Sistem Pengendalian Manajemen pada PT Unilever Indonesia Tbk
Sistem Pengendalian Manajamen terhadap PT Campina Ice Cream Industry
PT Mitsuba Indonesia Produsen Komponen Elektrik Ternama di Dunia
Sistem Pengendalian Manajemen pada PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Sistem Pengendalian Manajemen pada PT Gudang Garam Tbk
Berita ini 2 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Sabtu, 3 Agustus 2024 - 13:08 WIB

OPINI: Kontek Pencalonan Menuju Pilkada Bandung Barat, Mau Dibawa Kemana?

Kamis, 25 Juli 2024 - 09:42 WIB

Pilkada Kabupaten Bandung : Manuver Partai Nasdem

Kamis, 27 Juni 2024 - 10:44 WIB

Sosok Pemimpin KBB ke Depan, Bagaimana Parpol?

Jumat, 21 Juni 2024 - 10:54 WIB

Sistem Pengendalian Manajemen pada PT Unilever Indonesia Tbk

Kamis, 20 Juni 2024 - 17:18 WIB

Sistem Pengendalian Manajamen terhadap PT Campina Ice Cream Industry

Berita Terbaru

JABAR

Si Propam Polres Garut Bakti Sosial di Pesantren Al Bayan

Jumat, 15 Nov 2024 - 16:48 WIB