Ada 11 satriwati asal Garut yang menjadi korban cabul seorang oknum pengjaran berisinial HW. Kasus yang jadi sorotan publik itu kini sudah masuk persidangan.
DARA – Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari Gunawan, mengatakan, dari 11 santriwati asal Garut yang menjadi korban kejahatan pelaku itu, delapan diantaranya hamil dan saat ini sudah melahirkan.
“Ada 11 santriwati dari Garut yang jadi korban hingga diketahui hamil dan punya anak,” ujarnya saat menggelar konferensi pers di Kantor P2TP2A Garut, Jalan Patriot, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Kamis (9/12/2021) malam.
Diah menyebutkan, Juni 2021 lalu, pihaknya menerima laporan dari seorang kepala desa dan orangtua santri terkait kasus dugaan pencabulan terhadap beberapa anak warga desanya yang jadi santri di sebuah pesantren di Bandung. Sebelumnya, kepala desa sudah melaporkan kasus tersebut ke Polda Jawa Barat.
“Dari hasil koordinasi dengan jajaran Polda Jawa Barat yang juga menindaklanjuti laporan kepala desa dan warga yang jadi orangtua santri, diketahui ada 11 santri perempuan dari Garut yang jadi korban hingga diketahui punya anak dan ada yang tengah hamil,” ujarnya.
Dari 11 santri tersebut, karena berasal dari daerah yang berbeda dengan kepala desa yang melapor ke P2TP2A, menurut Diah, sebagian orang tuanya belum mengetahui masalah yang menimpa anaknya, hingga P2TP2A berinisiatif memanggil para orangtua korban dan diberitahu perihal masalah yang menimpa anak mereka di pesantren oleh tim psikolog.
Awalnya, ujar Diah, semua orangtua shock begitu mengetahui permasalahan yang menimpa anaknya. Namun setelah diberi pemahaman dan pendampingan, akhirnya para orangtua bisa menerima permasalahan tersebut.
“Setelah para anak asal Garut tersebut berhasil diambil dari pondok pesantren oleh penyidik Polda Jabar, selanjutnya mereka dibawa ke rumah aman P2TP2A Garut dan dipertemukan dengan orangtua mereka,” katanya.
Menurut Diah, kemudian para orangtua dan anak diberi dampingan psikolog agar kuat menghadapi permasalahan yang menimpanya.
Pendampingan psikolog dilakukan secara berkelanjutan, sedangkan tim penyidik Polda Jabar mulai melengkapi berkas perkara dengan memeriksa para korban di rumah aman P2TP2A yang prosesnya selama beberapa hari hingga P2TP2A pun memfasilitasi proses visum dan pemeriksaan darah untuk melengkapi berkas pemeriksaan.
“Setelah berkas pemeriksaan dirasa cukup, tim pemyidik Polda Jabar kemudian melakukan penangkapan terhadap pelaku,” ujarnya.
Diah menuturkan, setelah pelaku diamankan, P2TP2A Garut fokus melakukan pendampingan terhadap para korban yang semuanya telah berhasil dibawa keluar dari pesantren tersebut dan dibawa ke Garut bersam orangtuanya agar kuat menghadapi kasus lewat terapi-terapi psikolog.
Selain itu, lanjut Diah, upaya-upaya reintegrasi korban untuk kembali ke lingkungannya pun terus dilakukan dengan pendekatan ke aparat pemerintahan desa dan tokoh masyarakat hingga para korban akhirnya bisa kembali ke rumahnya.
Diah menyebutkan, hingga saat ini upaya pendampingan masih terus berjalan berupa pendampingan korban dalam menghadapi persidangan, hingga pendampingan kesehatan mengingat, ada korban yang masih menunggu proses melahirkan setelah sebelumnya, satu orang korban juga telah melahirkan dengam fasilitasi P2TP2A Garut.
“Selain pendampingan kesehatan, P2TP2A juga melakukan pendampingan agar para korban yamg masih usia sekolah bisa kembali sekolah hingga ada yang melanjutkan kuliah,” ucapnya.
Diah mengatakan, meski para korban telah kembali ke rumahnya masing-masing dan tinggal bersama orangtuanya, pemantauan para korban terus dilalukan lewat komunikasi dengan orangtua korban dan korban.
Sampai saat ini, menurutnya, P2TP2A Garut masih terus melakukan komunikasi dengan para orangtua korban dan korban mengingat, tiap kali persidangan yang memerlukan kehadiran korban, P2TP2A memfasilitasi keberangkatan para korban sambil memantau perkembangan para korban.
Dimasa-masa awal kasus ini terungkap, menurutnya, anak menghadapi tekanan berat hingga muncul trauma, namun tim psikologi P2TP2A Garut terus melakukan terapi psikologi hingga akhirnya para korban sudah mulai bisa kembali ke masyarakat. Ia pun berharap, para pihak bisa tetap menjaga identitas anak-anak yang menjadi korban agar terhindar dari stigma di masyarakat.
“Ramainya pemberitaan kasus ini sekarang, kami khawatirkan malah membuat kondisi psikologis anak tertekan dan hilang kepercayaan diri, apalagi jika sampai identitasnya terungkap,” katanya.
Diah menambahkan, P2TP2A Garut terus berkomitmen melakukan pendampingan bagi para korban agar mereka bisa bangkit dan kembali menata masa depannya. Pihaknya juga berharap, semua dapat berperan serta melakukan upaya perlndungan bagi para korban.
“Minimal dengan tidak membuka identitas korban,” ujarnya.
Editor: denkur