Pamor batik Garutan kini kian meredup, terpinggirkan batik impor dari Cina. Berharap kebaikan pada Hari Batik Nsional, atas upaya melestarikan seni tradisional yang dibangga-banggakan ini, ternyata lain bagi perajin batik Garutan ini.
HARI Batik Nasional jadi harapan Agus Sugiarto (53), agar batik Garutan bisa lebih dikenal publik. Produk lokal diharap bisa berjaya di tanah sendiri.
Namun buktinya, batik produk impor dari Cina menggempur pasar Indonesia. Akibatnya produk lokal sulit bersaing karena harga yang lebih mahal.
“Batik cap saja yang lokal itu harganya sekitar Rp200 ribu. Beda sama impor sekitar Rp100 ribu bisa dapat tiga,” kata Agus, pemilik batik Garutan Saha Deui (SHD), Rabu (2/10/2019).
Agus sudah menggeluti dunia batik sejak tahun 2000. Ia merupakan generasi kedua. Orang tuanya sudah merintis batik Garutan sejak tahun 1974.
Agus memproduksi dua jenis batik, yakni batik tulis dan cap. Batik tulis berukuran 2,6 meter x1,05 meter dijual sekitar Rp1,5 juta. Sedangkan batik cap ukuran 2,30 meter x1,05 meter seharga Rp200 ribu.
Mahalnya harga batik tulis sebanding dengan prosesnya yang rumit. Setidaknya butuh waktu dua bulan untuk memproduksi satu potong batik. Sedangkan batik cap membutuhkan waktu 10 hari untuk satu kodi atau 20 potong.
“Saya suka sedih kalau lihat pegawai pemerintah atau swasta pakai batik impor. Mungkin mereka belum bisa membedakan. Makanya perlu sekali wawasan soal batik lokal,” ujarnya.
Sejak tahun 2017, pemasaran batik Garutan mulai merosot. Pesanan pun menurun sampai 40 persen. Ia kini hanya memproduksi batik terutama batik tulis jika ada yang memesan.
Batik Garutan memiliki keunikan dibanding daerah lain. Pertama batik Garutan mempunyai warna yang cerah. Warna dasar gading, biru, dan cokelat selalu melekat. Lalu coraknya pasti menggambarkan suasana alam Garut.
“Corak flora dan fauna jadi ciri khas batik Garutan. Pasti tiap daerah punya ciri masing-masing pada batiknya,” ucapnya.
Agus berharap pemerintah bisa membantu pemasaran batik Garutan. Saat ini ia biasa menjual batik ke para wisatawan dan bekerja sama dengan agen travel.
“Paling jual online juga. Banyak yang pesan dari Jakarta, Bandung, Bali, dan beberapa kota di Indonesia,” katanya. ***
Wartawan: Beni | Editor: Ayi Kusmawan