Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina yang didukung oleh Universitas Mahakarya Asia, Paramasophia menyelenggarakan dialog kebangsaan memperingati Hari Sumpah Pemuda.
DARA – Diskusi itu bertajuk “Pancasila dan Penyemaian Spirit Moderasi Beragama di Kalangan Pelajar dan Mahasiswa”.
Dilakukan secara daring, Senin 18 Oktober 2021 pukul 09:00–12:50 WIB.
Hadir Wakil Ketua MPR-RI, Dr Ahmad Basarah, MH. sebagai keynote speaker.
Dr Ahmad Basarah, MH, menyampaikan pentingnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Besarnya suatu bangsa berdasarkan falsafah yang dimiliknya, tidak dapat meniru falsafah hidup bangsa lain. Bangsa yang besar adalah bangsa yang hidup di atas nilai falsafah bangsanya sendiri,” ujarnya.
Acara yang merupakan puncak rangkaian kegiatan Lomba Nasional Esai dan Video serta Workshop Penulisan Populer di Media ini disambut baik Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini dan Deputi Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan BPIP, Ir Prakoso, M.M.
Dalam sambutannya, Prof Didik J Rachbini mengungkapkan, nilai-nilai Pancasila telah diimplementasikan dalam tiga pilar Paramadina, yakni keislaman, kemodernan, dan keindonesiaan yang ditegakkan oleh pendiri Universitas Paramadina, Nurcholish Madjid.
“Sudah setengah abad Cak Nur menegakkan Pancasila dengan nilai keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan”. Ia menegaskan pentingnya proses dialog kebangsaan antar semua pihak, “Marilah kita terus berdialog tanpa ada perasaan paling benar,” ujarnya.
Ir Prakoso, MM, dalam sambutannya menyampaikan bahwa dialog kebangsaan ini dimaksudkan agar masyarakat khususnya anak muda dapat mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam laku tindakan bermasyarakat dan bernegara.
Dalam acara juga hadir empat orang narasumber yang membahas secara komprehensif persoalan Pancasila dan Moderasi Beragama dari berbagai perspektif.
Ferro Ferizka Aryananda, M.Sc.,MBA., Rektor Universitas Mahakarya Asia memberikan pemaparan pertama mengenai Pancasila dan Anak Muda.
Ferro menekankan bahwa Pancasila merupakan falsafah dan pandangan hidup yang baik, namun hal ini tidak cukup apabila tidak dikomunikasikan dengan baik pula terutama kepada para anak muda.
Menurutnya bentuk komunikasi ini penting untuk disesuaikan dengan semangat dan cara-cara yang menarik bagi anak muda. “Yang paling penting dalam menumbuhkan nilai-nilai Pancasila di kalangan anak muda adalah muatan substansinya, tidak perlu melabel dengan istilah-istilah formal.”
Dr. Sunaryo, dosen sekaligus Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Paramadina menegaskan dalam presentasinya bahwa Pancasila bukan lawan agama.
“Secara substantif tidak mungkin agama menolak Pancasila. Kalau ada agama yang menolak Pancasila, artinya agama itu menolak nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai perdamaian, itu sulit untuk dibayangkan,” tambahnya.
Kemudian ia menjelaskan masih adanya kelompok yang menentang Pancasila disebabkan oleh dua hal yang perlu ditelisik lebih jauh, yaitu kemungkinan adanya pemahaman yang tidak tepat dalam memahami agama dan substansi Pancasila dan kedua, adanya kemungkinan interpretasi Pancasila yang tidak tepat (dari penguasa) sehingga mengancam sebagian kelompok agama.
Tia Rahmania, M.Psi.,Psikolog, dekan Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina mengaitkan perilaku intoleransi dan radikalisme dengan persoalan psikososial dan kesehatan mental yang dialami oleh setiap individu maupun kelompok.
“Sikap tidak menghargai moderasi dalam beragama berkaitan dengan perilaku anti-sosial, di antaranya mengabaikan atau melanggar hak dan pertimbangan orang lain tanpa penyesalan,” katanya.
Tia menambahkan, untuk meningkatkan kehidupan moderasi beragama dan kesehatan mental yang komprehensif, perlu adanya kolaborasi dari berbagai pihak dengan melibatkan kementerian dan meningkatkan keterlibatan komponen masyarakat.
Dr. M.Subhi-Ibrahim, Ketua Program Studi Falsafah dan Agama Universitas Paramadina membagikan hasil temuan big data terkait pembicaraan Pancasila dan agama di media sosial.
“Dari hasil penelitian tersebut diketahui isu radikalisme menjadi perbincangan paling banyak (46%) terkait dengan Pancasila, disusul dengan isu lomba penulisan ilmiah oleh BPIP (22%), isu implementasi (19%), pelajar (11), dan sosialisasi (3),” ujarnya.
Dalam acara Dialog Kebangsaan yang dihadiri oleh 900 peserta yang terdiri dari pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum secara nasional ini juga diumumkan para pemenang Lomba Nasional Esai dan Video yang mengangkat tema “Pancasila dan Penyemaian Spirit Moderasi Beragama di Kalangan Pelajar dan Mahasiswa”.
Adapun pemenang Lomba Esai: Widya Resti Anike Putri (Harapan 3 – Universitas Mahakarya Asia), Fazri Kurniawan (Harapan 2 – UPN Veteran Jakarta), Muhammad Ghifari (Harapan 1 – Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir), Amirullah Mukmin (Juara 3 – Universitas Paramadina), I Ketut Satya Wirayudhana (Juara 2 – Universitas Gadjah Mada), Karunia Haganta (Juara 1 – Universitas Indonesia).
Pemenang Lomba Video: Muhammad Irfan Farhas (Harapan 3 – SMK Negeri 3 Magelang), Zhahrina Meiliza Putri (Harapan 2 – SMK Negeri 1 Tunjung Teja, Serang Banten), Yuliana (Harapan 1 – SMA N 1 Jeruklegi, Cilacap, Jawa Tengah), Fera Yulianti (Juara 3 – SMK Negeri 1 Tunjung Teja, Serang Banten), Fadhil Mujahid (Juara 2 – MAN Insan Cendekia, Padang Pariaman, Sumatera Barat), Ega Dahni Pratama (Juara 1 – SMA Negeri 1 Pandeglang, Banten).***
Editor: denkur