Panitia khusus (pansus) Raperda VII DPRD Jabar mengunjungi sejumlah pondok pesantren sebagai upaya konsultasi rencana pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Pesantren di Jawa Barat.
DARA | BANDUNG – Ketua Pansus VII DPRD Jabar, Sidkon Djampi mengatakan, pondok pesantren adalah pendidikan khas nusantara yang mandiri.
Pesantren ada sebelum negara Indonesia ada dan keberadaannya hingga saat ini masih eksis dan mewarnai masyarakat.
Keberadaan UU Pondok Pesantren No18 tahun 2019 dan di Jawa Barat Raperda Pondok Pesantren yang sedang digodog merupakan upaya agar negara hadir untuk memajukan pendidikan pesantren.
Dengan adanya UU serta adanya perda ponpes nanti, kalangan pesantren diharapkan bisa lebih maju dalam mengelola ponpesnya.
“Hadirnya negara lewat UU pesantren dan kita tindaklanjuti dengan Perda tentang Penyelenggaraan Pesantren ini adalah sebagai guide lines bagi pengembangan pesantren. Diharapkan UU dan Perda ponpes ini menjadi instrumen optimalisasi untuk mencapai pesantren yang maju dan lebih baik,” ujar Sidkon dalam rilis seperti dikutip dara.co.id dari galamedianews, (13/6/2020).
Pada kunjungan ke ponpes, Pansus VII DPRD Jabar ingin melihat secara langsung kondisi ponpes, untuk menyerap saran dan masukan serta gagasan ideal untuk keutuhan perda pondok pesantren.
Hingga Jumat kemarin (12/6/2020), Pansus telah mengunjungi pondok-pondok pesantren yang berada di Babakan Ciwaringin Cirebon.
Di sana mendapati fakta yang menarik, yakni Babakan adalah nama desa di Kecamatan Ciwaringin Cirebon, yang di dalamnya terdapat sekitar 50 pondok pesantren, dengan jumlah santrinya sebanyak 10.000 orang. Jumlah itu melebihi jumlah penduduknya sendiri.
Di sana Pansus berdialog dengan para masyayikh dan sesepuh pondok-pondok pesantren Babakan Ciwaringin, di antaranya KH. Zamzami Amin, KH. Azka Hammam Syaerozy, Lc, DR KH. Affandi Muchtar (Ketua Forum Komunikasi Pest. Babakan), KH. Aziz Hakim Syaerozy, MSi, KH. Ahmad Mufid Dahlan, KH. Nawawi Tamam, dan DR. KH. Arwani Syaerozy.
Dalam kesempatan ini, hadir pula santriwan dan santriwati yang tidak pulang kampung, sejak pandemi covid 19 terjadi.
“Alhamdulillah, kami disambut hangat para sesepuh pondok pesantren baik saat kunjungan ke Babakan Ciwaringin Cirebon maupun saat kunjungan ke ponpes Cadangpinggan Indramayu. Seperti halnya di Pesantren Babakan, kami berbincang langsung dengan para sesepuh, di Pesantren Cadangpinggan juga kami diberi masukan langsung oleh Buya Syakur Yasin.” ungkapnya.
Dari hasil kunjungan itu, tutur Sidkon banyak hal yang harus mendapat perhatian, salah satunya adalah banyaknya karya ilmiah pondok pesantren yang belum tersebar secara luas ke masyarakat, manajemen dakwah, soal kebersihan pondok, utamanya pengelolahan sampah butuh teknologi tepat guna, mendaur ulang sampah di ponpes dan ketersediaan air bersih.
Selanjutnya soal kesehatan ternyata klinik kesehatan itu adalah bagian terkecil, utamanya adalah soal minimnya ketersediaan tempat tinggal santri atau kamar (kobong red) dimana ukuran kobong santri 3X3 diisi lebih kurang 20 orang santri.
“Secara normal sudah tidak layak, dan tidak sehat. Hak ini menjadi PR kita semua, intinya optimalisasi pondok pesantren harus dilihat secara holistik dan keberlanjutan,” katanya.***
Editor: denkur