Masyarakat Indonesia, mungkin dunia akan mengenal nama Cut Nyak Dien. Dia Srikandi bumi Serambi Mekah Aceh, yang kemudian ditetap sebagai pahlawan nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia. Siapa menyangka penampilan penuh kasih sayang, lembut dan keibuan yang dimilikinya ternyata sangat berbeda saat berada di medan tempur. Beberapa kali Belanda dibuat kocar kacir saat bertempur melawan Pasukan Cut Nyak Dien.
Salah satu srikandi Bumi Aceh ini, mendapat didikan ilmu agama dan ketrampilan dasar berumahtangga dari keluarganya. Ini pasti karena dasar dasar kehidupan seorang perempuan muslim dan dari lingkungan keluarga muslim taat akan dibekali baik ilmu agama maupun ketrampilan sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anaknya jauh sebelum mereka aqil balig dan dipersunting lelaki pujaanya.
Di usia 12 tahun Cut Nyak Dien dipersunting putra bangsawan Aceh Teungku Cek Ibrahim Lamnga. Teungku Cek Ibrahim Lamnga dikenal masyarakat sebagai seorang alim dan berwawasan sangat luas.
Keharmonisan rumah tangga Cut Nyak Dien dan Teungku Ibrahim terusik setelah 13 tahun. Itu bersamaan dengan kedatangan Belanda ke Bumi Serambi Aceh di tahun 1873.
Pasukan Belanda menyerang Aceh. Komandan Pasukan Belanda Mayjen Kohler memerintahkan penyerbuan ke Aceh dengan menembakan meriam ke darat dari kapal Citdadel van Antwerpen.
Perang Aceh pun meletus pada 26 Maret 1873. Pasukan Aceh dan masyarakat bahu membahu memberikan perlawanan. Namun perlawanan itu membuat Belanda menambah pasukan, sehingga dapat menguasai Bumi Aceh. Masjid Baiturrahman diduduki dan membakar sebagaian bangunan masjid.
Meski Cut Nyak Dien belum bergabung dalam pasukan Kesultanan Aceh, namun mendengar pendudukan Belanda atas Masjid Baiturrahman dan jor joranya pasukan Belanda menguasai Bumi Aceh, dia marah dan berkata “Lihatlah wahai orang orang Aceh, tempat ibadah kita dirusak. Mereka telah mencoreng nama Allah. Sampai kapan kita begini, sampai kapan kita akan menjadi budak Belanda”
Perang Aceh, terus berkobar di bawah komando Sultan Iskandasyah dan Panglima Polim. Suami Cut Nyak Dien, Teuku Ibrahim Lamnga bersama Panglima Polim ikut bertempur di garis depan. Bulan April 1873, Jenderal Kohler tewas, jantungnya ditembus peluru sniper tepat di depan pintu gerang Masjid Baiturrahman yang terbakar.

Belanda marah besar. Kemudian menambah kekuatan pasukanya. Kesultanan Aceh jatuh bahkan daerah kelahiran suami Cut Nyak Dien pun termasuk daerah yang dihancurkan dan dikuasasi Belanda. Teuku Ibrahim Lamnga, balik menyerang ke daerah yang dikuasi Belanda yaitu Mukim VI. Namun Ibrahim Lamnga gugur dalam pertempuran itu.
Cut Nyak Dien berduka. Cut Nyak Dien hatinya terluka dan marah. Dia bersumpah untuk menghancurkan Belanda. Untuk menghormati suaminya Cut Nyak Dien, hanya mau dinikahi lagi oleh lelaki yang mau membela dan meneruskan perjuangan suaminya. Lelaki yang siap untuk itu adalah Teuku Umar.
Teuku Umar pun kemudian mengikat tali penikahan dengan Srikandi Bumi Rencong ini. Sejak pernikahan itu Cut Nyak Dien bersama Teuku Umar bahu membahu di medan pertempurah hingga pada suatu ketika pasukan Cut Nyak Dien berhasil merebut kembali tanah kelahiran Teuku Ibrahuim Lamnga yang diduduki Belanda.
Seusai merebut kembali Mukim VI, Cut Nyak Dien bersama Teuku Umar kembali ke kampung halamanya. Di rumah itu, para pejuang bertemu untuk membahas taktik dan strategi memerangi Belanda.
Namun Cut Nyak Dien harus kembali kehilangan suaminya. Teuku Umar gugur pada satu penyerbuan ke Mualaboh. Namun tidak menyurutkan semangat perlwanan atas kehilangan itu.
Cut Nyak Dien, mengubah taktik pertempuranya dengan cara bergerilya. Cut Nyak Dien mendapat bantuan dari Hulubalang, para Datuk bahkan penyair yang selalu menggelorakan semangat perlawanan. Taktik gerilya yang dilancarkan pasukan Cut Nyak Dien, berhasil. Ratusan tentara Belanda tewas dalam beberapa kali peertempuran.
Pasukan Cut Nyak Dien bergerilya di seputar daerah Mualaboh. Tampaknya aktivitas ke luar masuk hutan untuk bergerilya, ditambah usia Cut Nyak Dien yang terus bertambah memaksa ketahanan tubuh Cut Nyak Dien menurun. Mata menderita rabun, kemudian beberapa sendi tubuhnya terserang encok.
Namun semnagat perlawabnan terus bergelora. Namun di balik semangat itu ada salah seorang anak buah Cut Nyak Dien yang tak tahan dengan kondisi sulit yang dialaminya. Akhirnya memberitahunkan kepada pihak Belanda posisi markas gerilya pasukan Cut Nyak Dien.
Belanda akhirnya menangkap Cut Nyak Dien.Karena sakit Cut Nyak Dien sempat dirawat dengan baik oleh Belanda. Namun saat dalam perawatan itu ratusan warga Aceh menjenguknya. Belanda khawatir, jika pertemuan itu akan kembali mengobarkan semangat perlawanan. Akhirnya Cit Nyak Dien dibuang ke Sumedang Jawa Barat hingga Srikandi Bumi Aceh ini wafat di sana.
Bahan : berbagai sumber