Dalam 25 tahun terakhir ini telah terjadi tiga krisis ekonomi, sehingga krisis bukanlah sesuatu yang harus kita takutkan tetapi sesuatu yang harus kita hadapi.
DARA | Demikian dikatakan Wijayanto Samirin, MPP, Staf Khusus Wapres 2007-2014 dalam diskusi “Tantangan Dunia Kerja di Tahun Turbulensi 2023” yang digelar Universitas Paramadina, Kamis (27/10/2022).
Diskusi dibuka Rektor Prof Dr Didik J Rachbini ini dengan narasumber Wijayanto Samirin, MPP dosen Universitas Paramadina dan Handi Risza Wakil rektor Universitas Paramadina.
Moderator Fuad Mahbub Siraj, PhD, Direktur Kemahasiswaan dan Inkubator Bisnis.
Diskusi digelar dalam rangka pembekalan Wisuda Sarjana dan Magister ke-37 Universitas Paramadina.
Wijayanto mengibaratkan ekonomi dunia yang sedang pasang surut seperti pesawat besar Airbus A380, mesinnya empat penumpangnya yang sangat banyak.
Mesin yang pertama yaitu Amerika Serikat yang mewakili 25% ekonomi dunia mengalami perlambatan dengan inflasinya tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Mesin kedua adalah China mewakili 18% ekonomi dunia perekonomiannya sedang turun, produksi pangan turun, selama ini bergantung pada PLTA namun karena kekeringan maka mengalami masalah.
Mesin Ketiga yakni European Union mewakil 18% ekonomi dunia, tidak sedang baik-baik saja karena adanya konflik, sehingga kesulitan untuk mempertahankan perekonomiannya.
Mesin keempat adalah negara-negara di luar ketiga kelompok sebelumnya mewakili 39% ekonomi dunia termasuk Indonesia.
Menurut Wijayanto, mesin keempat ini masih berfungsi dengan baik tapi juga tak lepas dari masalah.
“Saat ini ada 27 negara yang sedang mengantri di IMF untuk dibantu seperti Indonesia pada tahun 1998. 39% ini tidak mengalami krisis tapi juga tidak baik-baik saja, sehingga sebagai penumpang jika kita mengharapkan pesawat terbang tinggi dan juga smooth, sampai tujuan on time itu sedikit berat karena kita harus bersiap dengan adanya guncangan-guncangan,” ujarnya dalam rilis, Jumat (28/10/2022).
Krisis yang terjadi di masa lalu bisa diidentifikasi, kalau bukan krisis keuangan pasti krisis energi dan solusinya memperkuat perbankan agar ekonomi dapat berjalan lagi.
Namun, krisis saat ini berbeda karena adanya pandemi covid, perang Ukraina-Rusia, kekeringan di China terburuk selama 60 tahun terakhir, apakah krisis Lembaga keuangan di dunia juga akan berbenturan.
Jika pertumbuhan ekonomi bagus, maka perusahaan akan melakukan ekspansi dan membuka lapangan pekerjaan baru, namun kalau pertumbuhan ekonomi rendah, maka perusahaan akan mengerem ekspansinya bahkan membuat efisiensi sehingga lapangan pekerjaan menjadi lebih lebih sulit.
“Kita akan menghadapi era dimana krisis akan sering terjadi, tidak perlu takut kepada resiko, tapi harus pandai menghadapi resiko. Dari pembacaan saya dari literature dan juga pengalaman, supaya bisa survive di era ketidakpastian seperti ini kita perlu mindset baru, attitude dan skill baru, dan model bisnis baru. Kalau kita menggunakan mindset lama, attitude lama, dan bisnis model lama kita tidak akan survive,” tutur Wijayanto.
Wijayanto juga memberi pesan agar para lulusan berani bersaing. “Saya banyak berinteraksi dengan anak muda mereka lebih melek teknologi, kreatif, cekatan. Kalau kita masih muda takut bersaing dengan senior itu salah karena kebalikannya para senior yang merasa lebih grogi. Jadi kemudaan rekan-rekan itu adalah keuntungan,” katanya.
Setelah lulus kuliah lanjut Wijayanto, akan dihadapkan kembali dengan proses pembelajaran yang sangat pasif, produktif, dan dinamis, dihadapkan dengan dunia nyata dan hal baru.
“Problem kita seringkali kita belajar merasa nyaman, karena belajar menggunakan cara yang sama. Ada orang yang sudah kerja 10 tahun, sebenarnya pengalamannya hanya 1 tahun tapi diulang sebanyak 10 kali,” ujarnya.
“Di kampus teman-teman belajar tentang knowledge tetapi dibutuhkan juga soft skill, life skill, negotiation skill, bagaimana teman-teman bisa meyakinkan seseorang interviewer. Soft skill yang membuat teori berenang itu membuat teman-teman bisa berenang, life skill yang membuat teman-teman bisa berenang di laut, dihadapi dengan stress, krisis. Jadi improve terus dari knowledge, lengkapi dengan soft skill dan life skill,” imbuhnya.
Bonus Demografi
Dalam kesempatan yang sama Wakil Rektor Universitas Paramadina, Dr Handi Risza mengatakan, terjadi pergeseran resiko dari Covid menjadi perang pada Rusia dan Ukraina.
“Awalnya dipicu kondisi inflasi yang membuat berbagai negara kesulitan, Rusia memasok 40% sumber energi ke Eropa. Lonjakan inflasi terjadi dilanjutkan dengan krisis energi dan pangan yang disebabkan oleh konflik Rusia dan Ukraina. Salah satunya cara mengantisipasi adalah menaikkan suku bunga, sebagai upaya menyelamatkan ekonomi,” ujarnya.
Akan ada momentum besar Indonesia pada 2045, yaitu 100 tahun kemerdekaan RI. 20-23 tahun lagi untuk mahasiswa S1 akan berusia 45 tahun akan menjadi aktor utama pada tahun 2045 ini.
“Apa yang terjadi di tahun 2045 ini, kelas menengah akan tumbuh subur, termasuk Indonesia. Selain itu penggunaan teknologi juga akan semakin maju, perubahan iklim, perubahan geopolitik, lembaga internasional akan dikuasai oleh negara -negara margin market seperti Indonesia saat ini, urbanisasi banyak orang yang akan migrasi ke negara-negara Asia, karena memiliki potensi untuk memajukan Dunia. Motor terkuat di Asia selain di China juga ada di Indonesia, itu yang perlu kita lihat sebagai nilai positif kita saat ini,” tutur Handi.
Saat ini bangsa Indonesia sedang mengalami apa yang disebut dengan bonus demografi. Hal ini adalah anugerah untuk bangsa kita, seperti dulu Jepang Ketika awal awal tahun 45 itu luluh lantak, tetapi dengan restorasi Meiji mereka mampu bangkit dan menjadi negara dengan ekonomi dan penguasaan teknologi terbaik sampai saat ini.
Korea juga seperti itu, tahun 60-an masih miskin bahkan lebih miskin daripada kita, tetapi karena kemampuan sumber daya yang mereka miliki, mereka menguasai teknologi terbaik saat ini.
“Jika kita lihat ini merupakan golden moment sampai 2030, karena pada periode tersebut jumlah usia produktif paling besar pada periode tersebut. Saat ini 80% populasi kita berada pada usia produktif, Artinya jika dikelola dengan baik, mereka memiliki pekerjaan yang baik, inilah momen pertumbuhan kita, sehingga diharapkan 2045 kita sudah sejahtera, karena sedang ada pada usia yang aktif. Kalau kesadaran kolektif ini dibangun maka kita akan menjadi champion pada tahun 2045 tadi,” ujar Handi.
Namun menurut Handi, bonus demografi ini juga dapat jadi bencana, jika lapangan pekerjaan sedikit, maka anak muda ini akan banyak yang menganggur karena tidak memiliki pekerjaan, sehingga ini akan menjadi beban negara, karena negara harus bayar subsidi untuk teman-teman semua, subsidi energi, subsidi listrik dan menanggung beban usia produktif akan lebih berat dengan menanggung beban usia tidak produktif. Hal ini akan berakhir pada tahun 2030 karena usia produktif ini akan semakin menua.
Tahun 2004 APBN Indonesia masih 500-600 Triliun tapi hari ini naik sekitar 6 kali lipat. Pembelanjaan negara saat ini 3000 T. Artinya ekonomi ini tumbuh berkembang, didukung oleh pendapatan negara dari pajak hampir 2000T dan juga belanja negara juga cukup besar, berarti pemerintah punya budget untuk menggerakkan perekonomian.
“Kalau dikelola secara baik tidak ada alasan kita menjadi miskin, karena kita sudah memiliki modal 3000T. Maka itu kita menjadi anggota G20, negara yang memiliki perekonomian terbesar di dunia, ini adalah satu modal yang membuat kita harus optimis untuk menjadi lebih baik kedepannya,” katanya.
“Jika semua dapat dikelola dengan baik, kita harapkan pada tahun 2045 Indonesia bisa menjadi salah satu kekuatan besar perekonomian dunia, tentu saja dengan melakukan mitigasi-mitigasi yang sedang terjadi, harus mampu menjaga daya beli masyarakat dan juga peningkatan ekspor dan impor,” imbuhnya.
“Ada tiga hal yang perlu teman-teman kuasai yang pertama adalah hardskill yang telah didapatkan dibantu kuliah, yang kedua ada softskill yang saya yakin teman-teman juga sudah miliki bagaimana cara bernegosiasi, diplomasi. Yang terakhir adalah life skill yang perlu kita implementasikan, yang dapat kita temukan di Paramadina seperti Keindonesiaan, Kemodernan, dan keislaman sehingga kita memiliki idealisme dan karakter,” tutur Handi.
Editor: denkur