Memasuki pasca panen di musim kemarau basah, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung fokus pada pengendalian hama tikus di lahan pertanian.
DARA | BANDUNG – Petugas Pengedali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT), Aang Sudrajat mengatakan, tikus cenderung menyukai tempat lembab dan basah, sehingga ia menyarankan para petani untuk mengatur sistem pengairan lahan sawah mereka dengan cara sehari diberi air, empat hari dikeringkan, agar tanah tidak terlalu basah tergenang air.
“Jadi sekarang itu petani baru selesai masa panen, jadi kita melakukan pengendalian pasca panen atau sebelum masa tanam kembali agar kita bisa menekan populasi tikus lebih awal, jadi begitu tanam, serangan dari tikusnya tidak terlalu eksplosif,” jelas Aang di kantornya, Jum’at (28/8/2020).
Cara yang dipakai untuk pengendalian hama tikus tersebut diantaranya dengan cara gropyokan, pengemposan dengan pembongkaran pematang sawah untuk menghancurkan lubang-lubang tikusnya, selain itu dengan melakukan perburuan tikus menggunakan anjing.
“Satu kali gropyokan itu kita bisa melibatkan 60 orang yang merupakan gabungan dari petani, petugas PPL, Babinsa, dan babinkamtibmas,” ujarnya.
Sejauh ini, Aang mengatakan di Kabupaten Bandung sendiri, lahan pertanian masih aman dari serangan hama tikus karena gencarnya gerakan pengendalian yang mereka lakukan. Dimana setiap gerakan dilakukan berdasarkan data yang dimiliki oleh petugas di Kecamatan dan Desa.
Sebagai contoh, POPT belum lama ini melakukan gerakan gropyokan di daerah Solokan Jeruk, dalam empat hari mereka bisa membasmi sebanyak 4.600 ekor tikus. Setelah tikus-tikus tersebut ditangkap, mereka lalu memusnahkannya dengan cara dibakar dan dibuang.
“Kita sengaja hitung satu-satu jumlah tikusnya, si bagai bahan laporan ke provinsi dan pusat, sebanyak apa populasi tikusnya,” kata Aang.
Wilayah pertanian di Kabupaten Bandung yang paling rawan diserang hama tikus adalah Margaasih, Banjaran, Baleendah, Solokan Jeruk, Majalaya, Rancaekek, dan beberapa wilayah yang dekat dengan aliran sungai besar dan irigasinya masih tradisional.
Populasi hama tikus ini mempunyai siklus lima tahunan, dan tahun ini sebenarnya bukanlah masa siklusnya, sehingga populasi tikusnya masih tergolong rendah dibanding tahun kemarin.
Untuk mendeteksi hama tikus, bisa dilihat dari kerusakan tanaman dan lubang-lubang pada pematang sawah. Namun untuk saat ini intensitas kerusakannya masih diangka 4-5, artinya hal tersebut masih jauh dari ambang ekonomi atau ambang pengendalian, sehingga pihak POPT belum mengeluarkan rekomendasi untuk pengendalian tikus dengan menggunakan kimia.
“Saat ini yang dilakukan masih dengan teknis biasa, yaitu dengan agen hayati dan pestisida nabati (organik), nanti kalau memang sudah di ambang batas pengendalian, baru kita akan mengatasi dengan pestisida kimia,” jelasnya.***
Editor: denkur