Suda sebulan harga minyak goreng mahal. Salah satu penyebabnya akibat harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) naik.
DARA – Kepala Disperindag Kabupaten Bandung, Dicky Anugrah mengatakan, berdasarkan pemantauan melalui data harga-harga komoditi memang ada kenaikan harga pada minyak goreng sebesar 6-11 persen dari harga sebelumnya.
“Kalau lihat situasi terkini memang harga minyak goreng di pasaran termasuk pasar rakyat memang ada kenaikan 6-11 persen dari harga sebelumnya,” ujar Dicky saat dihubungi via telepon, Jumat (5/11/2021).
“Termasuk minyak goreng yang sudah beredar di luar yang kemasan,” imbuhnya.
Kenaikan harga tersebut, kata Dicky, dipengaruhi dari CPO yang secara internasional terjadi kenaikan, sehingga area lingkupnya bukan hanya di Kabupaten Bandung tapi secara nasional.
Pihaknya berupaya untuk mendorong kementerian perdagangan membuat aturan harga eceran tertinggi (HET) bagi minyak goreng.
“Untuk minyak goreng ini memang saat ini belum dibuatkan HET secara nasional,” jelasnya.
Upaya lainnya, Disperindag Kabupaten Bandung juga merencanakan operasi pasar murah (OPM). Namun, harus disiapkan waktuanya.
Kemudian, tutur Dicky, ada kebijakan pemerintah pusat yang akan menghentikan ekspor dulu. Jadi, sebelum memenuhi kebutuhan diluar, pasokan CPO di dalam harus bisa terpenuhi terlebih dahulu.
“Kalau lihat dari sisi aspek potensi, kan kalau dari aspek data, Indonesia negara ketiga dari aspek CPO yang paling besar,” ujarnya.
Disinggung mengenai adanya praktek penimbunan yang menyebabkan kenaikan harga minyak goreng, Dicky mengaku belum bisa memastikannya. Namun, stok minyak goreng masih aman.
“Kalau penimbunan kita pun belum bisa memantau di lapangan ada penimbunan atau tidak, tapi yang jelas stok itu ada aman,” kata Dicky.
Sementara itu, salah seorang pedagang batagor di Soreang, Hendra (54) mengatakan kenaikan harga minyak goreng sudah terjadi selama dua sampai tiga bulan. Minyak curah biasanya Rp12 ribu, namun sekarang menjadi Rp22 ribu.
“Sekarang mah saya belinya yang kemasan aja, ya sebenarnya harganya sama aja sih mahal juga, tapi minyak kemasan itu bisa lebih awet,” ujarnya.
Dengan harga minyak goreng yang terus naik, Hendra mengaku berimbas pada keuntungan penjualannya, walaupun tidak rugi, tetapi keuntungannya jadi menipis karena ia tidak mungkin mengubah ukuran batagornya.
Kondisi saat ini memang menambah kesulitan bagi dirinya yang selama ini hanya berjualan di sekolah. “Selama pandemi pulang kampung, enggak jualan. Baru jualan lagi semenjak sekolah buka lagi. Tapi, pas baru jualan malah minyak mahal. Ya dijalani saja karena enggak bisa usaha lain, sudah tua,” ujar Hendra.***
Editor: denkur