Pemerintah Kabupaten Bandung Tak Peka Budaya Lokal, Ketua Paseban Berpesan Seperti Ini

Jumat, 5 Maret 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ketua Paseban Kabupaten Bandung, Heri Awi

Ketua Paseban Kabupaten Bandung, Heri Awi

“Kalau ada acara itu biasanya yang ditampilkan seniman luar Kabupaten Bandung, seolah di kita nggak ada seniman, padahal kita kan beunghar ku seniman dan budayawan,” ungkap Heri.


DARA | BANDUNG – Kabupaten Bandung sangat kaya akan seni dan budaya, namun selama ini keduanya seakan kurang tereksplore dengan baik.

Memang perlu strategi jitu untuk mengembangkan dan mempopulerkan budaya lokal agar bisa lebih dikenal masyarakat luar. Salah satunya dengan mengkolaborasikan seni dan budaya dengan pariwisata.

Namun demikian, semuanya tidak semudah membalikan telapak tangan, pasalnya diperlukan sinergitas antara banyak pihak jika ingin memajukan kolaborasi tersebut.

Ketua Paguyuban Seniman Budayawan (Paseban) Kabupaten Bandung, Heri Awi mengatakan, ada banyak hal yang perlu diperhatikan untuk membuat kolaborasi yang epik antara seni, budaya, dan pariwisata. Diantaranya, bagaimana kelompok adat bisa menerima dengan terbuka kedatangan pihak luar.

“Budaya itu kan luas ya, ada upacara-upacara atau ritual adat, ada tradisi atau tata cara hidup bermasyarakat, ada kesenian, dan lain sebagainya. Nah untuk menunjukan budaya itu ke dunia luar memang salah satunya dengan menggabungkan antara budaya dan pariwisata. Tapi itu tidak cukup mudah. Mungkin akan ada benturan-benturan yang terjadi di masyarakat itu sendiri,” ujar Heri melalui sambungan telepon, Jum’at (5/3/2021).

Heri mencontohkan, ketika ada kelompok masyarakat adat yang masih melakukan ritual-ritual adat, ternyata tidak semua masyarakat diluar kelompok itu yang bisa menerima. Bisa alasan agama atau modernisasi.

“Beda ketika ritual adat dilaksanakan di Bali atau Toraja, ritual adat mereka kan selalu berhubungan dengan agamanya. Nah, karena di kita mayoritasnya muslim, kadang itu berbenturan. Itu kendalanya,ya,” jelas Heri.

Di sisi lain, banyak juga kelompok adat yang takut budayanya akan rusak akan tercampur dengan budaya luar ketika banyak orang (wisatawan) yang datang ke daerahnya.

“Mungkin kesakralannya akan hilang atau alasan lainnya. Itulah kendala kenapa di kita susah untuk mempopulerkan wisata budaya,” tambahnya.

Namun demikian, yang paling berpeluang untuk bisa dikolaborasikan dengan pariwisata adalah kesenian. Dimana seni pertunjukan biasanya lebih diminati oleh para wisatawan.

“Di Kabupaten Bandung kan banyak objek wisata, banyak hotel, juga restoran. Seharusnya bisa dong seniman-seniman lokal ditampilkan disana,” kata Heri.

Hal itu menurut Heri peluang yang sangat bagus, terlebih biasanya para seniman itu hanya mengandalkan penghasilan dari panggung ke panggung. Kalau pemerintah bisa memfasilitasi para seniman tersebut untuk manggung, itu akan menjadi harapan baru bagi kehidupan mereka.

“Sangat bisa dikolaborasikan antara kesenian dan pariwisata, cuman pemerintahnya siap enggak. Misalnya ada pelaku seni yang menggelar kesenian di satu tempat wisata, maka ada biaya ongkos yang dikeluarkan, latihan bolak-balik, mereka kan berhitung, mereka orang-orang yang butuh. Harusnya pemerintah merekrut, mengajak berbicara dan sebagainya. Selama ini mah kan tidak pernah diajak diskusi,” papar Heri.

Menurut Heri, seharusnya pemerintah bisa lebih peka dan memperhatikan kegiatan kesenian, apalagi kalau kegiatannya rutin dilakukan. Misalnya, kalau di Paseban itu ada kegiatan Pencak Silat. Dirinya juga berharap saat pemerintah menggelar kegiatan, maka pelaku seni Kabupaten Bandung yang dilibatkan.

“Harapannya orang di birokrasi harus mengerti budaya, banyak ngobrol dengan pelaku seni, kemudian libatkan (dalam kegiatan), selama ini kan kalau ada acara itu biasanya yang ditampilkan seniman luar Kabupaten Bandung, seolah di kita nggak ada seniman, padahal kita kan beunghar ku seniman dan budayawan,” ungkap Heri.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan agar para pelaku seni bisa menggelar kesenian dan memperoleh pendapatan adalah dengan melibatkan restoran, hotel dan objek wisata agar bisa menyediakan fasilitas pagelaran seni. Kata Heri, tidak perlu setiap hari, cukup seminggu sekali saja.

“Seminggu sekali, giliran di rumah makan, hotel, objek wisata di fasilitasi jadi tidak bosan. Buat peraturan bupati (Perbup) nya, seniman Ciwidey bisa menggelar kesenian di Pangalengan dan sebaliknya, jadi bergilir. Tapi sejauh ini tidak pernah ada,” pungkasnya.

 

 

Editor : Maji

Berita Terkait

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi: Hentikan Alih Fungsi Lahan di Puncak Bogor
Dibaca Usai Tarawih, Berikut Bunyi Doa Kamilin dan Terjemahannya
Berapa Besaran THR di Era Prabowo? Ini Dia Beritanya
Siaran Ramadan di Medsos Harus Edukatif dan Ramah Anak
Ramadan tak Sekadar tentang Ibadah Pribadi
Keutamaan Niat Puasa
Breaking News, Sidang Isbat: Awal Ramadan 1446 H Jatuh Hari Sabtu 1 Maret 2025
Observatorium Bosscha ITB Pantau Hilal Awal Ramadan 1446 H
Berita ini 5 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 2 Maret 2025 - 10:16 WIB

Dibaca Usai Tarawih, Berikut Bunyi Doa Kamilin dan Terjemahannya

Minggu, 2 Maret 2025 - 09:53 WIB

Berapa Besaran THR di Era Prabowo? Ini Dia Beritanya

Sabtu, 1 Maret 2025 - 13:39 WIB

Siaran Ramadan di Medsos Harus Edukatif dan Ramah Anak

Sabtu, 1 Maret 2025 - 13:22 WIB

Ramadan tak Sekadar tentang Ibadah Pribadi

Sabtu, 1 Maret 2025 - 13:04 WIB

Keutamaan Niat Puasa

Berita Terbaru

Masjid Al Jabbar (Foto: Ist)

BANDUNG UPDATE

Jadwal Buka Puasa Wilayah Bandung Raya Hari Ini

Senin, 3 Mar 2025 - 16:06 WIB

JABAR

Perang Sarung di Sukabumi, Seorang Remaja Kena Bacok

Senin, 3 Mar 2025 - 15:46 WIB

Bupati Sukabumi, Asep Japar (Foto: Istimewa)

JABAR

Bupati Sukabumi: ASN Harus Kompak

Senin, 3 Mar 2025 - 15:18 WIB