Memasuki musim hujan, Pemerintah Kabupaten Bandung gelar rapat koordinasi penetapan status darurat bencana, kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kabupaten Bandung, Hendra Hidayat di sela-sela kegiatan Ngawangkong Bari Ngopi di Halaman Gedung Capetang, Soreang, beberapa waktu lalu.
DARA | BANDUNG – Hendra menuturkan, hingga saat ini pihaknya masih menunggu hasil rakor tingkat Provinsi Jabar, yang dilaksanakan di Pangandaran, Jumat (23/10/2020).
“Kemarin Pak Kalak (kepala pelaksana) sudah menghadiri rakor tingkat provinsi. Setelah surat keputusan dari provinsi turun, baru kita laksanakan rakor tingkat kabupaten. Penetapan status siaga darurat tidak bisa hanya berdasarkan estimasi pribadi. Melainkan ada beberapa pertimbangan, seperti informasi dari setiap stakeholder di lapangan, termasuk informasi dari BMKG terkait curah hujan,” kata Hendra.
Meski begitu, pihaknya telah melakukan mitigasi bencana. Salah satunya dengan melakukan pendataan daerah rawan bencana, baik banjir genangan, bandang dan tanah longsor.
“Ada sembilan kecamatan di Kabupaten Bandung yang berpotensi terkena banjir, seperti Kecamatan Majalaya, Solokan Jeruk, Rancaekek, Cicalengka, Ibun, Kertasari, Ciwidey, Baleendah, Bojongsoang, Dayeuhkolot dan Banjaran. Sedangkan Kecamatan Pasirjambu dan Ibu berpotensi longsor,” ujarnya.
Sebagai langkah preventif menghadapi pergeseran tanah, kata Hendra, BPBD Kabupaten Bandung telah melakukan uji coba polimerisasi di sejumlah titik rawan longsor.
“Polimerisasi ini masih bersifat uji coba. Namun kami berharap, penyemprotan cairan polimer dapat mengeraskan struktur tanah. Sedangkan untuk penguatnya, kami menggunakan tanaman vetiver. Tanaman golongan rumput ini dapat menahan gempuran aliran hujan deras dan menjaga kestabilan tanah,” ujar Hendra.
Selain itu, pihaknya juga telah membentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB). Ia menjelaskan, forum tersebut nantinya akan membantu BPBD dalam pendataan dan penanganan awal bencana.
“FPRB menaungi 234 komunitas dengan jumlah anggota sekitar 700 orang. Mereka merupakan ujung tombak penanganan bencana. Seperti kita ketahui, Kabupaten Bandung sangat luas, dengan SDM yang terbatas, kami tidak akan mampu menangani sendiri. Maka dari itu, kami mengajak seluruh komunitas masyarakat untuk bersinergi dalam penanggulangan bencana,” katanya.
Ia menuturkan, FPRB telah melakukan rakor internal. Hal itu dilakukan guna menginventarisir SDM serta kelengkapan peralatan dalam proses penanggulangan bencana. Tak hanya itu, selama dua bulan terakhir, BPBD bersama FPRB juga telah melaksanakan pembentukan enam forum tingkat desa. Kedepannya, pihaknya bersama forum akan menggelar rakor di lima kecamatan rawan bencana lainnya.
“Selain sosialisasi dan pembentukan forum tingkat desa, kami juga telah menyiapkan sejumlah kegiatan, seperti pemetaan partisipatif di daerah rawan bencana, pembentukan pos gabungan serta kegiatan susur sungai untuk pengecekan sedimentasi dan tumpukan sampah,” pungkas Hendra.***
Editor: denkur