Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung mensosialisasikan Instruksi Bupati (Inbup) Nomor 1 tahun 2020 tentang Pola Tanam Perlindungan dan Konservasi Hutan, Lahan serta Daerah Resapan Air di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
DARA | BANDUNG – Melalui Inbup tersebut, Bupati Bandung H. Dadang M. Naser menginstruksikan para petani yang memiliki atau menggarap lahan di lereng gunung, untuk membuat terasering dan menanam sabuk gunung.
“Inbup ini diterbitkan agar para petani di daerah hulu tetap bisa bercocok tanam, namun tidak berdampak sedimentasi di hilirnya,” ungkap Dadang Naser di sela-sela kegiatan Gerakan Bulan Menanam di Desa Mekarsaluyu, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Selasa (25/2/2020).
Petani yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian di lereng pegunungan baik pemilik maupun penggarap, imbau Dadang, harus menerapkan pola tanam dalam Inbup tersebut.
“Mau itu pemilik atau penggarap, kalau menanam pada lahan di kemiringan tetap harus memakai terasering. Jangan sampai di ujung gawir (jurang) masih ditanami bawang,” katanya.
Selain terasering, untuk menahan agar tanah di kemiringan tidak longsor, juga harus ditanami sabuk gunung. “Tumpang sarikan sayuran dengan pohon buah-buahan, kaliandra, atau pohon keras lainnya. Tanaman kopi, kalau takut menghalangi sinar matahari, bisa dibonsai. Rumput odot, bisa dijadikan pakan ternak,” ujarnya.
Dadang juga menyebut, pembangunan bidang lingkungan utamanya adalah membuat udara segar dengan adanya produksi oksigen dari pohon. Pepohonan yang tumbuh di hutan dan gunung, juga berfungsi menyimpan air dan menahan tanah agar tidak terjadi longsor.
Dalam kegiatan yang juga melibatkan Pemkab Bandung Barat, Kota Bandung dan Cimahi, jajaran Kodam III/Siliwangi, Polri, swasta serta anggota gerakan pramuka itu, ditanam sebanyak 2600 bibit pohon.
“Masyarakat non petani, juga bisa ikut terlibat dalam kegiatan Gerakan Bulan Menanam. Terlebih Kawasan Bandung Utara (KBU), di mana Cimenyan termasuk di dalamnya, masih terbuka luas untuk ditanami,” katanya.
Jika diakumulasikan, maka anggaran untuk rekayasa teknis normalisasi Sungai Citarum mencapai triliunan rupiah. Namun jika tidak didukung adanya rekayasa sosial, maka kerusakan lingkungan akan sulit diperbaiki.
“Anggaran untuk meluruskan atau mendalamkan sungai, membuat polder, terowongan, membebaskan lahan untuk membangkitkan situ yang hilang, itu kalau diakumulasikan jumlahnya luar biasa. Namun bila masyarakatnya belum paham dan tidak ikut terlibat, akan sulit memperbaiki kerusakan alam,” jelasnya.***
Editor: Muhammad Zein