Salah satu penyebab stunting adalah kurang asupan gizi pada ibu hamil dan anak. Guna mencegahnya, bisa melakukan pendekatan dengan cara perbaikan gizi sensitif.
DARA | BANDUNG – Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan prevalensi stunting di Kabupaten Bandung, Jawa Barat mengalami penurunan dari 40,7% menjadi 35,2%.
Sekda Kabupaten Bandung, H. Teddy Kusdiana, mrnyampaikan data tersebut saat membuka Sosialisasi Peraturan Bupati 74/2019 tentang Percepatan Pencegahan dan Penanggulangan Stunting, di Kota Bandung Kamis (26/12/2019).
“Prevalensi ini lebih tinggi dari prevalensi stunting nasional 30,8% dan provinsi 31,2%. Meskipun telah menurun, namun stunting masih menjadi prioritas utama pemerintah daerah,” katanya.
Sekda menyebutkan, salah satu penyebab terjadinya stunting adalah kurangnya asupan gizi pada ibu hamil dan anak. Guna mencegah terjadinya itu, lanjut dia, bisa melakukan pendekatan dengan cara perbaikan gizi sensitif melalui ketersediaan air bersih, ketahanan pangan dan gizi, KB, jaminan kesehatan masyarakat, dan pengentasan kemiskinan.
“Sementara perbaikan gizi spesifik yakni dengan perbaikan gizi pada remaja puteri, ibu hamil, ibu menyusui dan bayi usia 0-23 bulan,” ujar dia.
Menurut dia, dalam menekan stunting perlu komitmen bersama antara perangkat daerah (PD), camat, kepala desa, puskesmas, dan masyarakat agar terintegrasi secara optimal. Bagi kelapa desa, lanjutny, dana desa dapat dimanfaatkan untuk penanganan dan pencegahan stunting, seperti pembangunan atau rehab poskesdes (pos kesehatan desa), polindes (pondok bersalin desa) dan posyandu.
“Pada kegiatan ini, kami berharap seluruh PD, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, dan masyarakat dapat sabilulungan menurunkan angka stunting di Kabupaten Bandung,” kata Teddy.
Pada bagian lain, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung, drg. Grace Mediana Purnami, mengungkapkan, pemerintah daerah telah mengeluarkan berbagai macam program penurunan angka stunting. Program tersebut, antara lain cakupan penggunaan sumber air minum layak yang mencapai 68.000 rumah tangga, cakupan rumah tangga peserta JKN mencapai 462.849.
Program lainnya, cakupan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang mendapatkan FDS gizi mencapai 24.128. “Sedangkan cakupan keluarga seribu HPK (Hari Pertama Kelahiran) kelompok miskin sebagai penerima BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) mencapai 2.679 kelompok.”
Pada sosialisasi yang dihadiri 75 peserta itu, pihaknya berterima kasih kepada seluruh stakeholder yang telah berkontribusi dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD). Sosialisasi ini dihadiri 28 PD yang terlibat penanganan stunting, Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), organisasi profesi, camat, akademisi dan dunia usaha.
“Kami berharap, RAD yang dilengkapi Perbup Nomor 74 tahun 2019 bisa memotivasi semua pihak untuk sabilulungan dalam percepatan penanganan stunting,” katanya.***
Editor: Ayi Kusmawan