Kontribusi APBD dalam pembangunan daerah di Jawa Barat hanya 10 persen dari kebutuhan pendanaan. Karena itu, penerbitan obligasi daerah dipandang perlu sebagai salah satu sumber dana, selain sejumlah sumber yang telah ada.
DARA | BANDUNG – Pemprov Jawa Barat sedang menyiapkan inovasi pembiayaan pembangunan dengan menerbitkan obligasi daerah sebagai salah satu kolaborasi pendanaan pembangunan. Selama ini pendanaan pembangunan daerah bersumber dari selain APBN, APBD Provinsi/kabupaten/kota, dana umat, pinjaman daerah, CSR, serta Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Inovasi atau kolaborasi dari segi pendanaan termasuk obligasi daerah itu, berkali-kali ditegaskan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, perlu dilakukan, karena APBD hanya mampu mencukupi 10 persen dari yang dibutuhkan. “Dalam membangun Jawa Barat, kita tidak bisa hanya mengandalkan APBD. Negara-negara maju di dunia melakukan inovasi pembiayaan, salah satunya dengan bond atau obligasi,” katanya, di Bandung, kemarin.
Pemrov Jabar memiliki banyak proyek pembangunan infrastruktur mulai dari transportasi, pengelolaan sampah, command center, infrastruktur pariwisata, hingga fasilitas kesehatan, dan pendidikan. Menurut Kepala Biro Investasi dan BUMD Setda Provinsi Jawa Barat, Noneng Komara Nengsih, saat ini pihaknya terus menggenjot strategi percepatan obligasi daerah, agar bentuk sumber pinjaman daerah jangka menengah dan/atau jangka panjang yang bersumber dari masyarakat itu bisa segera diterbitkan.
“Salah satunya dengan membentuk Tim Percepatan. Kami juga berkoordinasi dengan tim percepatan pusat (yang) terdiri dari Kemenkeu, Kemendagri, OJK, juga Bursa Efek Indonesia,” ujar Noneng.
Bagi Pemprov Jawa Barat, urgensi dikeluarkannya obligasi daerah merujuk kepada nilai tabungan masyarakatnya. Selain itu, Noneng mengatakan bahwa minat investasi tinggi bagi warga di provinsi dengan status berpenduduk terbesar se-Indonesia ini.
Selain itu, ia berharap, dengan obligasi daerah ini Provinsi Jawa Barat bisa lebih mandiri dalam perekonomian. Selama ini struktur perekonomian 42 persen dari industri berbasis impor.
“Dengan adanya pembiayaan yang diberikan masyarakat, kita akan lebih mandiri dan tidak lebih mudah terkena goncangan krisis luar,” ujarnya.
Terkait langkah Pemprov Jaawa Barat untuk mengeluarkan obligasi daerah, Noneng menyebutkan, tim percepatan terus mengkaji kekuatan ekonomi, termasuk berapa pengembaliannya dari setiap obligasi daerah yang dibeli.Kepada masyarakat yang membeli, menurut dia, mereka tetap beruntung karena akan mendapatkan pengembalian setiap bulan sekaligus memililki sumbangsih dalam membangun Jabar.
“Hasil pembangunan (infrastruktur) kan kembali lagi ke masyarakat. Jadi masyarakat untung, Jabar membangun,” kata dia.
Nantinya, lanjut dia, selain syarat-syarat dan prosedur yang harus dipenuhi sebelum menerbitkan obligasi daerah, Pemdaprov Jawa Barat juga harus mengantongi izin DPRD setempat sebelum melalui penilaian Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. Untuk mendorong percepatan obligasi daerah bagi Jawa Barat, timnya terus mem-branding obligasi daerah sebagai inovasi dari investasi yang membawa partisipasi publik dalam membangun Jabar lebih berprestasi.
“(Obligasi) hutang. Tapi untuk membangun, bukan untuk konsumsi. Kalau pembangunan infrastruktur tinggi, tentu semua tahu manfaatnya. Pertumbuhan ekonomi meningkat, bisa mengurangi kemiskinan dan pengangguran, menaikkan IPM. Juga trickle down effect untuk kehidupan masyarakat. Jadi obligasi daerah menjadi hal yang sangat penting,” katanya.***
Editor: Ayi Kusmawan