Kalua jeruk penganan khas Ciwidey. Sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Eneh Sutinah adalah pencipta dan pewaris cemilan manis itu.
DARA – Karya cipta Eneh Sutinah diwariskan kepada sang cucu, Elin Ratna Asmara.
“Jadi dulu itu sejarahnya yang pertama bikin kalua jeruk ini nenek saya, Eneh Sutinah. Saya sendiri membangun usaha kalua jeruk ini sejak tahun 1989,” kata Elin di tokonya, Ciwidey, belum lama ini.
Elin menyebutkan bahan baku pembuatan kalua jeruk adalah kulit jeruk bali muda. Proses pembuatannya bisa dua hari lamanya.
Proses pembuatannya yaitu kulit jeruk bali yang hijau dikupas kemudian dibuang, barulah kulit putih dari jeruk bali ini dipotong membentuk segitiga.
Langkah selanjutnya adalah kulit putih itu direndam selama satu malam menggunakan kapur sirih. Akibat perendaman tersebut kulit akan berwarna kuning.
Selanjutnya cuci hingga warna kapurnya itu menghilang. Lalu direbus sampai empuk. Kemudian cuci lagi sampai tidak ada rasa pahit. Terakhir barulah dimasak pakai gula asli, bisa pakai gula aren atau gula putih.
“Kalua yang sudah jadi itu kekuatan tahannya bisa dua minggu, tetap cantik, kalau lebih dari dua minggu rasanya masih tetap tapi cantiknya berkurang, tidak bening,” kata Elin.
Kalua jeruk tersebut diolah dengan berbagai macam rasa, diantaranya duren, melon, strawberry, jeruk hingga rasa gula merah.
Elin biasa menjual kalua jeruk dengan harga Rp70 ribu per kilo untuk semua rasa. Jika ada pelanggan yang ingin beli satu kilogram dengan beraneka macam rasa, Elin memperbolehkanya.
“Selain kalua jeruk, ada macam-macam makanan lagi. Sekarang lagi pandemi Covid 19 pengunjung berkurang, jadi manisan kelapanya enggak dibuat, cuman kalua jeruk, sama ada yang titip barang disini,” ujar Elin.
Toko kalua jeruk milik Elin tersebut berada di lokasi yang sangat strategis karena merupakan jalur wisata, sehingga banyak wisatawan dari berbagai daerah yang kerap berbelanja disana.
“Wah kalau langganan sudah banyak, dari Jakarta, Malaysia, Singapore, dan berbagai wilayah diluar Kabupaten Bandung. Karena ini adalah daerah pariwisata, makanya ibu jual oleh-oleh. Jadi kalau ke Ciwidey, nggak beli kalua jeruk, rasanya enggak ke Ciwidey, mau suka atau enggak pasti beli buat keluarganya, buat tetangganya, buat dia sendiri,” tutur Elin.
Namun, saat ini Elin terpaksa mengurangi jumlah produksinya dikarenakan jumlah wisatawan yang datang terus berkurang akibat pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia khususnya wilayah Kabupaten Bandung.
“Kalau dulu sebelum ada pandemi, setiap hari saya bikin 100 kilogram lebih, kalau sekarang dua minggu sekali baru bikin, jadi sangat terdampak dengan adanya pandemi ini,” katanya.
Elin berharap situasi akan segera pulih agar dagangannya pun bisa berangsur bangkit seperti dulu.***
Editor: denkur