Penetapan UMK 2020 dinilai tidak berdasarkan KHL. Karena itu, penetapannya akang menghadapi kendala. Sehingga, tak menutup kemungkinan buruh akan kembali mengomentari poin-poin pengupahan yang hingga kini perlu direvisi.
DARA | CIANJUR – Penetapan upah minimum kabupaten (UMK) Cianjur Jawa Barat tahun 2020 akan menemui kendala pada penyesuaian yang tepat. Penetapannya tidak berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL).
Ketua DPC Serikat Buruh Muslimin Seluruh Indonesia (Sarbumusi) Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Cianjur, Nurul Yatim, menanggapi penetapan kenaikan UMK daerah ini sebesar 8,51 persen.”Mau ngotot sampai bagaimanapun susah, karena bisa dibilang penetapannya tidak berdasarkan KHL,” kata Nurul, kepada wartawan, Rabu (20/11/2019).
Ia menilai, hal itu membuat buruh tetap akan melakukan rutinitas tahunan terkait pengupahan. Pada 2020, menurut dia, tidak menutup kemungkinan buruh akan kembali mengomentari poin-poin pengupahan terutama terkait PP 78 yang hingga kini masih dinggap perlu direvisi.
Ia mengatakan, Sarbumusi juga akan mengusahakan revisi PP 78 dapat dilakukan. Aturan kenaikan atau skala upah yang mengacu pada aturan tersebut, ia nilai juga, kurang sesuai karena tidak memenuhi ketentuan.
”Tidak bakal bisa berubah (pengupahan berdasarkan PP 78) kalau pemda sendiri tidak berpihak pada buruh. Jadi, ya terpaksa 2020 nanti kami ingin ada revisi PP 78,” ujar Nurul, yang tidak tergabung dalam DPK Cianjur ini.
Sementara itu, DPK Cianjur menyepakati usulan besaran UMK 2020 sebesar Rp2.543.987. Usulan tersebut telah diserahkan kepada Gubernur Jawa Barat, meskipun beberapa serikat buruh masih keberatan dan menilai masalah pengupahan masih perlu direvisi pada 2020 mendatang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Cianjur, Heri Supardjo, mengatakan, kesepakatan sudah didapatkan melalui rapat dewan pengupahan yang terdiri atas unsur pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh. Seluruh pihak menyetujui aturan kenaikan UMK sebesar 8,51 persen pada 2020.
”Di daerah mengikuti aturan itu. Saat ini prosesnya dari kabupaten sudah disampaikan ke provinsi dan tinggal menunggu pertimbangan atau ketetapan gubernur,” ujar Heri.
Pemkab Cianjur, lanjut Heri, mematuhi penetapan kenaikan besaran UMK mengacu kepada Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.
Pada surat edaran itu disebutkan, penaikan UMP dan UMK di 2020 didasari data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengacu inflasi nasional sebesar 3,39 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen. Dengan begitu UMK Cianjur tahun ini sebesar Rp2.336.049 atau naik Rp98 ribu.
Ia optimis tidak akan ada kendala pada pelaksanaannya tahun mendatang. Selama 2019, menurut dia, pihaknya tidak mendapat laporan pengaduan dari buruh yang tidak mendapat gaji sesuai UMK.
Bahkan, dia menyebutkan, perusahaan penanaman modal asing juga diklaim lebih taat membayar UMK. Kalaupun terjadi pengaduan, lanjutnya, maka tim dari pihaknya akan langsung melakukan cek ke lapangan.
Ia mengungkapkan, penyelesaian pasti akan dilakukan karena pada prinsipnya pemerintah daerah berkeinginan, tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.***
Wartawan: Purwanda | Editor: Ayi Kusmawan