Penyertaan modal baru bagi PT MGs, satu-satunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bandung Barat, sebesar Rp75 miliar, sempat menuai pro kontra. Di internal DPRD terjadi diskursus.
DARA | BANDUNG – Pengamat Pemerintahan, Djamu Kertabudi menyayangkan pro kontra yang bergulir terkait penyertaan modal tersebut, justru hanya mempersoalkan tekhnis saja.
“Asa satu hal yang membuat saya berkerut, adalah baik yang pro maupun yang kontra sama sekali tidak berdasarkan argumen strategis atau dalil yang melandasinya,” ujar Djamu melalui pesan singkatnya, Sabtu (15/8/2020).
Menurutnya, yang muncul justru persoalan teknis seperti perusahaan ini dinilai tidak transfaran. Bahkan, ada yang mengusulkan perubahan status perusahaan dari sebuah Perseroan Terbatas (PT) menjadi Perusahaan Daerah (PD), hanya dengan pertimbangan ada bantuan modal dari pemerintah pusat.
Padahal prinsip manajemen perusahaan dalam rangka meningkatkan profesionalitas yang bersifat profit oriented dan memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya, seharusnya perubahan yang terjadi sebaliknya dari PD ke PT.
Dalam kondisi pandemi Covid-19, baik di tingkat nasional maupun daerah mengalami kelesuan ekonomi. Pada daerah, dampaknya penerimaan pendapatanpun terjadi penurunan.
Bahkan konon pemerintah pusat sedang merumuskan skema baru tentang DAU/DAK yang merupakan hak daerah termasuk Dana Desa.
“Yang jadi pertanyaan, tepatkah dalam kondisi seperti ini ada kebijakan penyertaan modal baru pada BUMD yang nota bene dari sisi kinerja perusahaan perseroan daerah ini masih belum memuaskan. Terutama dari sisi kontribusi pada pendapatan daerah?,” ujar Dosen Pasca Sarjana Unnur tersebut.
Di sisi lain, Djamu menilai pro kontra di internal dewan dari segi positifnya, menandakan bahwa dewan bukan lembaga stempel.
“Artinya dewan tidak begitu saja menelan bulat-bulat menerima pengajuan dari Pemda KBB untuk penambahan penyertaan modal itu,” pungkasnya.***
Editor: denkur