Generasi angkatan 80 an tentu tahu saat itu ada seorang penyanyi yang sedang melejit namanya, yaitu Dian Piesesha. ‘ Nah artis ini ternyata sering bulak balik berkunjung ke sebuah desa di Kabupaten Bandung. Begini kisahnya.
DARA – Penyanyi melankolis ini sering berkunjung ke sebuah desa di Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung. Nama desa itu adalah Desa Banyusari dan Dian Piesesha sering bertandang ke Kampung Juntigirang.
Warga di kampung itu semula kaget ketika melihat Dian Piesesha masuk ke sebuah rumah sederhana. Wajah itu, katanya, mirip dengan seorang penyanyi yang saat itu justru sedang melejit namanya lewat album “Tak Ingin Sendiri”.
Selidik punya selidik ternyata benar, sosok perempuan cantik itu adalah Dian Piesesha, penyanyi yang sedang jadi idola tua muda saat itu.
Lagu “Tak Ingin Sendiri” itu salah satu lagu yang digandrungi masyarakat, selain lagu “Aku Cinta Padamu”, “Bara Api Senyummu”, “Perasaan”, “Mengapa Tak Pernah Jujur”, “Kucoba Hidup Sendiri” dan masih banyak lagu lain ciptaan Pance Pondaag.
Lalu, ada apa artis yang bernama asli Dian Daniar ini bulak balik ke Kampung Juntigirang? Ternyata ia berkunjung ke ayahandanya yaitu Ibrahim yang saat itu ditugaskan sebagai pembina di Desa Banyusari.
“Dian berkunjung kalau tidak seminggu sekali ya sebulan sekali. Berkunjung ke ayahandanya yaitu Ibrahim (lupa lagi pangkatnya) yang saat itu jadi pembina di Desa Banyusari. Pembina adalah tentara yang ditugaskan untuk membina keamanan di setiap desa,” ujar Totoh Tohidi, tokoh Banyusari seraya mengenang sempat bertemu Dian Piesesha.
Totoh sedikit menjelaskan, sering bertemu Dian Piesesha tapi tidak berani menyapa. Pasalnya, selain anak kolong, Dian kan seorang artis. “Tapi kalau dengan Pak Ibrahim sempat dekat sering ikut ngontrol keliling kampung karena saat itu saya sebagai aparat desa,” ujar Totoh.
Ibrahim (kalau tidak salah berpangkat Kapten) paling getol mengontrol suasana keamanan di setiap kampung. “Nyaris setiap malam saya selalu mendampingi Pak Ibrahim keliling kampung menjaga lembur biar aman dan tenteram,” lanjut Totoh.
Setiap Sabtu, kata Totoh, artis bernama Dian Piesesha itu selalu datang ke rumah dinas ayahandanya, rumah sederhana yang disediakan oleh Kepala Desa Banyusari saat itu yaitu Ibu Nyanyah.
Kedatangan Dian Piesesha disambut hangat warga Kampung Juntigirang, namun tak berani mendakat karena malu. Masyarakat yang melihat kedatangannya hanya melihat dari jauh saja. “Saya pun hanya sempat bersalaman sebentar, tak sempat ngobrol karena malu bertemu dengan seorang artis yang sedang tenar-tenarnya,” ujar Totoh.
Namun, setelah ayahandanya pensiun dan tidak lagi jadi pembina desa, Dian Piesesha tak pernah lagi berkunjung ke Juntigirang. Masyarakat disana hanya bisa melihat dari televisi atau membeli kasetnya, sehingga jangan heran jika lagu-lagu Dian Piesesha sangat digemari warga Desa Banyusari, terutama gadis-gadis desa saat itu.
“Sekarang entah dimana Dian Piesesha, inginj rasanya bertemu dan bercerita tentang bagaimana gagahnya ayahandanya yaitu Pak Ibrahim saat berpakai dinas, dan saya selalu dampingi dia kala bertugas,” ujar Totoh sedikit mengenang kedekatannya dengan ayahanda artis Dian Piesesha itu.***
Editor: denkur