DARA | CIANJUR — Peralihan musim dari penghujan ke musim kemarau dikahwatirkan dapat berdampak pada penurunan produksi beras di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Apalagi diperkirakan 20 persen lahan pertanian padi beralih ke palawija selama kemarau.
Kepala Dinas Pertanian Pekebunan Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur, Mamad Nano, mengatakan, luas lahan pertanian Cianjur sekitar 66 ribu hektar dan luas tanam mencapai 90 ribu hektar. Namun dari luas tanam tersebut, hanya 41 ribu hektar yang dialiri irigasi teknis, sedangkan lebih dari 20 ribu hektar lainnya merupakan lahan tadah hujan.
”Dari luas lahan yang ada tersebut diperkirakan 20 persennya akan beralih menanam palawija selama musim kemarau, terutama lahan-lahan yang tidak dialiri irigasi teknis. Memang sudah diarahkan yang tidak bisa ditanami padi di musim keramau nanti, lahannya ditanami palawija agar tetap produktif,” ujar Mamad, kepada wartawan, Selasa (18/6/2019).
Sebagian besar lahan yang ditanami palawija, lanjut Mamad, berada di wilayah Cianjur selatan. Ia khawatir, produksi padi di musim kemarau menurun karena ada prediksi kondisi cuaca ekstrem yang mengakibatkan kemarau panjang.
Tapi, ia berharapkan prediksi tersebut tidak benar. Apalgi BMKG pun menyebutkan, kemarau di tahun ini tetap normal.
Ia mengklaim, jika kemarau tetap normal diselang turunnya hujan, produksi pertanian bisa tetap aman. Bahkan, kalaupun tidak turun hujan dinas sudah merencanakan upaya optimalisasi produksi pangan untuk mengejar target produksi selama setahun.
” Jadi kekurangan produksi di kemarau bisa ditutupi oleh peningkatan produksi di musim hujan. Apalagi kan ada penambahan luas lahan dengan program pencetakan lahan sawah baru, jadi kami optimis produksi pangan masih tetap aman di tahun ini,” ujarnya.
Ia juga mengarahkan para petani untuk menanam jenis padi yang tahan terhadap kondisi kemarau, dengan tanaman padi yang tidak membutuhkan banyak air untuk terus tumbuh. Dengan demikian pola pengairan bisa disiasati, tidak selalu harus dialiri air melainkan bisa diselang dan aliran airnya bisa berbagi dengan lahan lain yang juga kesulitan air.
Mamad menambahkan, produksi pertanian tersebut akan lebih maksimal jika seluruh lahan sudah teraliri dengan irigasi teknis. Namun, pembangunannya berada di bawah kewenanganan organisasi perangkat daerah lain. Sehingga pihaknya tidak bisa mengintervensi lebih jauh meskipun setiap tahun Dinas Pertanian terus melakukan pengajuan.
“Mungkin anggarannya sedang difokuskan ke pembangunan infrastruktur lain, sehingga belum bisa ke irigasi teknis secara optimal. Walaupun sebenarnya bisa dilakukan bertahap. Sehingga sekitar 20 ribu lahan non irigasi bisa teraliri irigasi teknis, produksi pangan pun tetap aman dalam kondisi musim apapun,” katanya.***
Wartawan: Purwanda | Editor: Ayi Kusmawan