Kepulan asap merebak dari salah satu sudut kafe di Riyadh, Arab Saudi. Rupanya asap bersumber dari rokok elektronik seorang perempuan.
DARA| JAKARTA- Dengan mengenakan abaya tradisional hitam dengan bordir berwarna emas, Rima (bukan nama sebenarnya) menikmati tiap hisapan dan hembusan rokok. Terdengar sederhana tapi untuk perempuan Arab Saudi, merokok jadi bagian dari merayakan kebebasan.
“Saya merasa bahwa merokok di tempat umum adalah bagian dari melatih kebebasan yang baru saya menangkan. Saya bahagia bahwa kini saya bisa memilih,” ujar Rima, mengutip AFP.
Dalam beberapa bulan terakhir, pemandangan perempuan yang merokok di tempat umum mulai marak. Putera Mahkota Mohammed bin Salman mencoba langkah baru dengan melakukan sejumlah perubahan dalam bidang sosial dan ekonomi untuk memproyeksikan citra moderat, ramah bisnis.
Perempuan Arab Saudi kini diperbolehkan menyetir, menghadiri gelaran olahraga dan konser, juga memiliki paspor tanpa harus ada persetujuan wali laki-laki.
Sebenarnya Rima mulai merokok sejak dua tahun lalu. Karyawan swasta berusia 27 tahun tidak khawatir akan bahaya merokok. Justru ia khawatir jika kebiasaan tersebut diketahui keluarganya.
Kini, dia siap untuk sebuah ‘pengumuman besar’.
“Saya tidak akan bilang kalau ini soal kemerdekaan pribadi, karena mereka tak akan mengerti bahwa perempuan bebas merokok layaknya laki-laki,” imbuhnya, seperti dikutip CNN Indonesia.
Kemerdekaan ini terdengar sempurna untuk kaum hawa. Menurut Najla (bukan nama sebenarnya), standar ganda masih ada. Perempuan yang merokok masih dianggap sebagai skandal dan aib.
Namun Najla justru ingin menantang masyarakat dan mengabaikan pandangan ‘jijik’ mereka.
“Hak saya akan dihormati sepenuhnya ketika keluarga menerima saya sebagai perokok,” kata dia.
Najla mulai mengenal rokok sejak masih sekolah. Kebiasaan merokok di kalangan perempuan Arab Saudi bukan hal aneh. Sebuah studi dari Fakultas Kedokteran Universitas King Abdulaziz menemukan sebanyak 65 persen murid perempuan di sekolah menengah atas pernah menyalakan rokok diam-diam.
Menengok era kegelapan
Sebelum bisa menikmati secercah kebebasan, perempuan Arab Saudi harus ‘kucing-kucingan’ dengan polisi agama setempat. Polisi agama bakal mengejar dan memukul perempuan atas pelanggaran menggunakan cat kuku atau jika ada sehelai rambut keluar dari kerudung.
Pada 2018 otoritas setempat menangkap selusin aktivis perempuan. Mereka yang ditahan menyebut interogator melakukan pelecehan dan penyiksaan seksual. Namun pemerintah Arab Saudi mengelak.
Walid al-Hathloul menuturkan, pada tingkat personal, kebebasan lebih banyak dirasakan. Ia ingat saudara perempuannya harus diadili atas tuduhan memiliki kontak dengan media asing dan diplomat.
Melihat perubahan yang terjadi sekarang, dirinya menilai ini jadi kampanye humas untuk meningkatkan catatan kerajaan terkait Hak Asasi Manusia.
“Penangkapan dan denominasi aktivis perempuan adalah buktinya. Ini dirancang agar reformasi tidak akan dikreditkan ke aktivis,” kata al-Hathloul.
Terlepas dari itu semua, kebebasan tetaplah kebebasan. Heba, wanita 36 tahun yang mengaku merokok sejak lama mengatakan tumbuh di negara yang serba tertutup membuat gerak perempuan jadi terbatas. Apapun terlarang buat perempuan. Kini, semua berbeda.
“Saya tak pernah membayangkan bisa menghisap shisha di tempat umum bersebelahan dengan laki-laki,” katanya.
Editor : Maji