Perkawinan Anak Bentuk Tindak Kekerasan, Dampaknya Sangat Negatif

Sabtu, 22 Januari 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Agustina Erni (Foto: Kemen PPPA)

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Agustina Erni (Foto: Kemen PPPA)

Perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak yang akan memberikan dampak negatif bagi anak itu sendiri.


DARA – Demikian dikatakan Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Agustina Erni.

“Dampak dari perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh anak yang dinikahkan, namun juga akan berdampak pada anak yang akan dilahirkan serta berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi. Sebagian besar kasus perkawinan anak disebabkan pengasuhan yang rentan dan kurangnya pengawasan dari orangtua. Untuk itu, advokasi dan sosialisasi terkait pencegahan perkawinan anak harus terus dilakukan seiring dengan advokasi pengasuhan bagi orangtua,” ujar Erni, seperti dikutip dari laman resmi Kemen PPPA, Sabtu (22/1/2022).

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, sebanyak 266 remaja di Ponorogo, Jawa Timur mengajukan dispensasi nikah di kantor Pengadilan Agama yang mana mayoritas penyebabnya karena sudah hamil duluan.

Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2020 sebanyak 241 menjadi 266 pada 2021. Peningkatan ini terjadi setelah perubahan usia menikah pada Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-undang No.16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

“Pengasuhan yang kurang maksimal menjadi penyebab utama terjadinya perkawinan anak di Ponorogo, dimana banyak orang tua mereka yang menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan bekerja di luar daerah. Oleh sebab itu, ini harus menjadi perhatian bagi seluruh pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah, meliputi pemerintah pusat dan daerah, mitra pembangunan, akademisi, organisasi masyarakat sipil, serta media untuk berkoordinasi dan menjalin sinergi dalam membangun kesadaran, perhatian, dan dukungan terhadap upaya pencegahan perkawinan anak,” ujar Erni.

“Selain itu, menjadi penting juga untuk menindaklanjuti pelaksanaan Undang-undang No.16 Tahun 2019 dengan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dispensasi Kawin penting untuk mengawal upaya pencegahan dalam perkawinan, yang harusnya menikah itu usia diatas 19 Tahun, jika dibawah 19 Tahun dengan dispensasi tentu pemerintah pusat dan pemerintah daerah tetap harus memenuhi hak anak atas pendidikan, kesehatan, sosial dan hak dasar penting lainnya,” tambah Erni.

Terkait dengan upaya Kemen PPPA dalam pencegahan perkawinan anak, Presiden Jokowi telah mengamanatkan 5 arahan Presiden yang menetapkan upaya pencegahan perkawinan anak secara tegas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) target 8,74% pada tahun 2024.

“Sebagai langkah konkret untuk pencegahan perkawinan anak, Bappenas bersama Kemen PPPA telah meluncurkan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) pada awal tahun 2020. Stranas PPA menjadi dokumen strategis yang menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah. Adapun lima (5) sasaran strategis Stranas PPA terdiri dari; optimalisasi kapasitas anak; lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak; aksesibilitas dan perluasan layanan; penguatan regulasi dan kelembagaan; dan penguatan koordinasi pemangku kepentingan,” tutur Erni.

Kemen PPPA juga telah melakukan sejumlah langkah dalam upaya mencegah perkawinan anak antara lain revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 dengan UU Nomor 16 Tahun 2019, penyusunan RPP UU Nomor 16 Tahun 2019, menyusun RAN/Stranas pencegahan perkawinan anak, aktivasi Geber PPA (Kampanye Stop Perkawinan Anak), dan memberikan apresiasi pada gubernur dalam PPA.

Selain itu Kemen PPPA juga menginisiasi penandatanganan pakta integritas 20 provinsi dengan angka perkawinan anak di atas rata-rata nasional, integrasi kebijakan PPA dalam kebijakan KLA, koordinasi stranas PPA, penyusunan roadmap PPA bersama K/L, penyusunan peraturan desa PPA, dan pelatihan pembekalan paralegal berbasis komunitas dalam PPA.

Editor: denkur | Sumber: Kemen PPPA

Berita Terkait

Kenapa Orangtua Indonesia Lebih Takut Anak Tak Sopan?, Simak Nih Hasil Survei Jakpat
Disperkim Kabupaten Sukabumi Siap Berkolaborasi Sukseskan Revalidasi Ciletuh Palabuhanratu
Arus Mudik dan Balik Lebaran 2025 di Jawa Barat Kondusif
Bupati Bandung Barat Belum Bersuara Terkait Putusan PTUN Atas Gugatan Rini Sartika
Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun Apresiasi Program Rumah Subsidi untuk Wartawan
Halal Bihalal Pertama Pemprov Jabar, Begini Pesan Gubernur Dedi Mulyadi
Coach Nova Arianto Menjawab Mereka Yang Meragukan Kepelatihannya
Cetak Sejarah, Timnas Indonesia Lolos ke Piala Dunia U17 di Qatar
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 9 April 2025 - 15:35 WIB

Kenapa Orangtua Indonesia Lebih Takut Anak Tak Sopan?, Simak Nih Hasil Survei Jakpat

Rabu, 9 April 2025 - 15:09 WIB

Disperkim Kabupaten Sukabumi Siap Berkolaborasi Sukseskan Revalidasi Ciletuh Palabuhanratu

Rabu, 9 April 2025 - 11:18 WIB

Bupati Bandung Barat Belum Bersuara Terkait Putusan PTUN Atas Gugatan Rini Sartika

Rabu, 9 April 2025 - 02:40 WIB

Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun Apresiasi Program Rumah Subsidi untuk Wartawan

Selasa, 8 April 2025 - 19:54 WIB

Halal Bihalal Pertama Pemprov Jabar, Begini Pesan Gubernur Dedi Mulyadi

Berita Terbaru