Gempa mengguncang Maluku sebulan lalu. Puluhan orang mengungsi hingga kini. Ada cerita menarik yang tak bisa disepelkan, yaitu desakan hasrat bercinta. Haruskan dibangun “bilik asmara?”
Salah satu lokasi pengungsian adalah di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Tenda-tenda berjajar di sana. ‘Ya sudah sebulan lebih puluhan orang hidup dalam keterbatasan.
Ada cerita menarik dibalik tenda itu, yaitu mendesaknya kebutuhan bercinta, khususnya bagi pasangan suami istri. Mereka mengaku terpaksa menahan hasratnya karena memang situasi tidak memungkinkan. Seperti dikatakan Firda, salah seorang ibu rumahtangga. “Bisa lihat sendiri di dalam tenda itu kita tidak tidur sendiri, ada orang tua ada anak-anak dan keponakan jadi mau peluk saja tidak bisa,” ujarnya seperti dilansir Kompas.com, Rabu (13/11/2019).
Firda mengaku ada sebagian pengungsi yang rumahnya tidak rusak bisa memanfaatkan waktu luang untuk memenuhi kebutuhan seksual. Namun, bagi yang rumahnya rusak, hanya bisa pasrah dengan keadaan yang ada.
Dibalik itu, konon ada yang terpaksa menyewa penginapan hanya untuk menumpahkan hasratnya. Mereka, harus mengeluarkan uang untuk pergi ke Kota Ambon, bermalam di sana. “Kan tidak mungkin di tenda, ada banyak orang ya terpaksa kita ke Ambon sewa kamar di penginapan,” kata Amo, seraya mengakui ia dan istrinya sudah beberapa kali pergi ke Ambon untuk keperluan cintanya.
Masih dikutip dari kompas.com, pengungsi lain bernama Arman Buton yang berada di lokasi pengungsian di Dusun Waimulung, Kecamatan Salahutu, mengakui, pemenuhan kebutuhan seksual menjadi masalah bagi dirinya selama sebulan terakhir. Ia kerap mengajak istrinya pergi dari lokasi pengungsian untuk sekadar memenuhi kebutuhan batin.
Bagi Arman yang baru menikah lima bulan lalu itu, kondisi yang dijalani bersama istrinya sangatlah berat di tengah situasi bencana yang terjadi saat ini. “Ya, mau bagaimana ya, kondisi sudah seperti begini, jadi kita cari tempat yang terbaik saja,” ujarnya, malu-malu.
Buntutnya sejumlah pengungsi berharap pemerintah mencari solusi agar kebutuhan seksual para pengungsi dapat terpenuhi, biar tidak stres, katanya. Solusinya adalah mendirikan “bilik asmara”.
“Menurut kami bagusnya begitu, harus ada tempat khusus yang layak bagi yang sudah berkeluarga di lokasi pengungsian,” ujar sejumlah pengungsi.
Mereka menilai, jika ada “bilik asmara” di lokasi pengungsian, minimal stres para pengungsi yang sudah lebih dari sebulan tinggal di tenda-tenda darurat, bisa berkurang.
Namun, sejumlah pengungsi lain tidak sependapat. Mereka yang tidak setuju ada “bilik asmara”. Katanya, pembangunan “bilik asmara” di lokasi pengungsian justru akan menimbulkan kesan yang tidak elok. Sebaiknya pemerintah lebih cepat menyalurkan bantuan kepada para pengungsi yang rumahnya rusak agar segera dibangun, sehingga masyarakat dapat kembali hidup dengan normal dan dapat melakukan aktivitas apa pun dengan bebas.
”Kalau saya, kan kita juga harus malu dengan orang-orang tua di sini, jadi sebaiknya kita tunggu bantuan dari pemerintah agar kita bisa segera membangun rumah yang layak biar sederhana,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bancana Daerah (BPBD) Maluku, Farida Salampessy memahami kebutuhan seksual bagi pengungsi. Namun, karena konsep penanganan pengungsi tidak lagi menggunakan sistem hunian sementara, maka pembangunan “bilik asmara” di lokasi-lokasi pengungsian tidak bisa dilakukan.
“Tidak ada lagi huntara, jadi langsung pembangunan rumah warga, kalau seandainya hunian sementara itu masuk dalam konsep, maka sudah pasti itu (barak khusus) akan kita bangun,” ujarnya.
Farida juga mengatakan, saat ini anggaran untuk pembangunan rumah-rumah warga yang rusak telah disiapkan Kementerian Keuangan dan BNPB. Namun, belum dapat dicairkan karena masih perbaikan administrasi para korban gempa.
“Karena kemarin itu dari kabupaten kota memasukkan data tanpa NIK dan Kartu Keluarga jadi diperbaiki ulang. Nanti setelah itu semua selesai dananya langsung cair, jadi masyarakat bisa langsung membangun kembali rumahnya, mungkin bulan depan sudah bisa selesai,” ujarnya.***
Editor: denkur | Sumber: kompas.com