OLEH: Sabpri Piliang
WARTAWAN SENIOR
Jarak dari Philadelphia ke “Philadelphia” berkisar 9.263 kilometer (5.756 mil). Apa pula ini! Kata seorang sahabat, yang berasal dari seberang. Dari Philadelphia ke Philadelphia? Ayak-ayak wae’! Ujar ‘Kang Dadang, sahabat sesama jurnalis.
Sepintas membingungkan. Bukankah jarak, dari dan ke posisi yang sama, lazimnya adalah nol kilometer. Analogi-nya, ketika, pejuang Hamas tiba-tiba muncul di hadapan pasukan Pertahanan Israel (Israel Deffence Force). Dari jarak nol kilometer, tentu persis akan ada di depan, atau di belakangnya.
“Seperti Hantu”. Begitulah pasukan IDF menggambarkan muncul dan menghilangnya pejuang Hamas, saat melakukan penyergapan.
Hampir 11 bulan, Israel dibuat separuh frustrasi bertempur melawan Hamas. Seperti saat Pasukan AS frustrasi, dalam “Vietnam War”. Perang antara AS dan Vietcong (pejuang Vietnam Selatan). Hampir 15 tahun Vietcong bertaktik, menyerang musuh (AS), saat mereka lelah.
Lalu, mengejar musuh saat mereka mundur. Vietcong memastikan, memilih pertempuran yang bisa dimenangkan. Empat masa jabatan kepresidenan AS: John F. Kennedy, Lyndon B. Johnson, Richard Nixon, dan Gerald Ford, begitu panjangnya durasi peperangan.
Hingga akhirnya AS mundur dan kalah April 1975. AS meninggalkan 56.000 tentaranya tewas, dan 2.000 orang lagi ‘Missing in Action” (MIA). Hilang! Sungguh kehilangan yang besar. Semua berkat terowongan bawah tanah berbentuk labirin, dengan banyak cabang.
Terowongan Vietcong yang diberi nama “Chu Chi”, jauh lebih rumit ketimbang terowongan yang dibangun Hamas. Lubang masuk yang sempit dan dangkal, adalah tempat berlatih, produksi senjata, dan logistik. Terowongan Vietcong dengan kontur tanah liat, tidak mudah dihancurkan, bahkan dengan Bom seberat 750 pon sekalipun.
Tak ubah seperti Vietcong, Hamas menggunakan terowongan untuk melakukan peperangan yang rumit. Pasukan ‘hantu’ yang disebut IDF, berasal dari lubang yang bercabang-cabang rumit (labirin). Lalu, terdapat lubang (pintu keluar Kecil) yang di samarkan (memuat satu orang), ada di mana-mana. Dari sinilah pejuang Hamas menyergap pasukan Israel. Israel mendeskripsikannya dengan jaring laba laba.
Pertempuran Hamas-Israel, sejak 7 Oktober 2023 dengan sandi “Banjir Al Aqsa”, tidak sama dengan perang-perang Hamas-Israel sebelumnya.
Perang 2008, 2012, 2014, dan 2021, tidak pernah sepanjang dan serusak ini (hampir 11 bulan). Empat peperangan itu, berakhir dengan “soft landing”. Gencatan senjata, dan selesai.
Hamas menyadari, dalam empat periode perang itu, mereka belum siap segalanya. Kepemimpinan Israel di Tel Aviv, PM Ehud Olmert (Partai Kadima) tahun 2006-2009, lebih akomodatif terhadap perdamaian dengan Palestina.
Perang 2012 saat PM Benyamin Netanyahu menjabat, hanya berlangsung satu minggu (14-21 November), berakhir dengan gencatan senjata. Perang keduanya terjadi lagi tahun 2014 (PM Benyamin Netanyahu), berlangsung selama 1,5 bulan empat hari. Penyebabnya adalah pemblokiran terhadap Jalur Gaza, lewat penyeberangan Philadelphia.
Perang Hamas-Israel berlanjut lagi tujuh tahun kemudian (2021). Masih di Pemerintahan Benyamin Netanyahu, perang ini dipicu oleh keputusan pengusiran sejumlah warga Palestina di Jerusalem Timur, lewat keputusan Mahkamah Agung (MA) Israel. Perang yang berlangsung lebih dari dua minggu ini, berakhir dengan gencatan senjata.
Besok (24/8), perundingan perdamaian antara Hamas-Israel akan berlangsung di Kairo (Mesir). Setelah pekan lalu (Doha) “buntu”, dan berdebat. Menyangkut penarikan Pasukan Israel dari Jalur Gaza, terutama Gerbang Philadelphia (pintu masuk perbatasan Mesir-Gaza/Rafah).
Koridor Philadelphia yang dibuat atas kesepakatan perjanjian Perdamaian Camp David (1978), antara Presiden Mesir Anwar Sadat dan PM Israel Manachem Begin. Terletak di Rafah (Gaza Selatan), pembuatan poros ini bertujuan menjamin keamanan Israel dari masuknya persenjataan ke Palestina.
Penamaan Philadelphia. Merujuk pada kode militer Israel, ke areal sepanjang 14 kilometer dan lebar 100 meter ini. Poros strategis ini, kembali dikuasai Israel pasca “Banjir Al Aqsa”, Oktober tahun lalu.
Israel sempat menyerahkan pengendalian Poros Philadelphia (Poros Saladin), kepada otoritas Palestina (PA) pimpinan Yasser Arafat, tahun 2005. Sejalan dengan penarikan sepihak Israel, dari Jalur Gaza. Israel yakin, PA Palestina (Al Fatah), jauh lebih “jinak” ketimbang faksi-faksi (sempalan) Palestina lainnya.
Sebelum penarikan Pasukan Israel dari Gaza (Koridor Philadelphia), Israel mendorong
kesepakatan dengan Mesir, agar mencegah penyelundupan senjata dari Philadelphia sisi Mesir, ke Gaza sisi PA Palestina.
Israel kemudian menuding Mesir tidak becus mengawasi Koridor Philadelphia di sisinya. Pula, dua tahun setelah Koridor Philadelphia sisi PA Palestina dipercayakan pengawasannya ke Al Fatah, Hamas mengusir Fatah dari Gaza, termasuk Koridor Philadelphia. Hamas memenangkan Pemilu Gaza. Israel mulai cemas.
Selaku analis, jurnalis, dan pengamat, saya tak yakin perundingan Kairo yang diprakarsai Trio: Qatar, Mesir, dan AS akan berjalan cepat dan mulus. Perundingan yang akan dihadiri oleh perwakilan Israel: David Barnea (Mossad), Ronen Bar (Shin Beth), dan Menlu AS Antony J. Blinken Minggu (24/8), akan tetap sama hasilnya dengan upaya sebelumnya di Qatar (15 Agustus). Buntu!
Meskipun disinyalir, kesenjangan perundingan dan kebuntuan makin menyempit. ‘Isu’ Poros Philadelphia, akan sangat sulit dipecahkan. Ketidakhadiran Hamas dalam perundingan Doha & Kairo, memperlihatkan bahwa ‘harga mati’, Israel mundur dari keseluruhan Gaza (termasuk Poros Philadelphia), merupakan fundamental tuntutan Hamas.
Imbalan pembebasan sandera dan gencatan senjata, berangkatnya dari sisi ini. Sementara Israel, yang terdesak oleh ‘daya tahan’ Hamas menyadari, penguasaan Poros Philadelphia adalah kunci untuk melemahkan Hamas dari penyelundupan senjata lewat terowongan bawah tanah.
Sangat mudah membaca, Israel saat ini. Israel terlihat juga letih dengan 11 bulan peperangan. Sikap Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallan menuding, tokoh sayap kanan Israel (Ittamar Ben-Gvir), telah membahayakan Israel.
Sepertinya, Menteri Keamanan Nasional Ittamar Ben-Gvir, dan Menteri Keuangan Israel Bazalel Smotrich termasuk yang tidak ingin mereduksi, atau “take and give’ dengan Hamas. Demi kelancaran proses gencatan senjata dan perdamaian.
Nasib Pemerintahan Benyamin Netanyahu sendiri sangat bergantung pada 14 kursi Ben-Gvir dan Smotrich di Knesset (Parlemen). Partainya Netanyahu (Likud), dalam Pemilu 2022 lalu, memperoleh 32 kursi. Untuk membentuk Pemerintahan, dibutuhkan 60+1 kursi, dari keseluruhan 120 kursi di Parlemen.
Karena itu, kembali saya tak yakin, pertemuan Kairo besok bakal mencapai kemajuan signifikan. Poros Philadelphia adalah kunci Hamas memperpanjang perang, lewat aliran senjata. Sementara bagi Israel, Poros Philadelphia, juga merupakan kunci untuk meng-eliminasi Hamas.
Jadi, “how”?.