Ketua Departemen Litbang Teknologi Pertanian KTNA Kabupaten Bandung, Andri Ramadani mengharapkan pemerintahan Kabupaten Bandung kedepan lebih melibatkan petani dan organisasi masyarakat tani dalam setiap perumusan kebijakan sektor pangan.
DARA – “Untuk pemerintahan yang akan datang, petani harus lebih dilibatkan untuk perencanaan kedepan tentang pertanian, baik pengadaan bibit, proyeksi-proyeksi tanam atau kalender tani sampai nanti perkiraan harga,” ujar Andri saat dihubungi via telepon, Sabtu (16/1/2021).
Terkait dengan kebijakan harga produk tani, Andri meminta pemerintah jangan hanya melihat dari sisi harga di pasar, tapi juga harus melihat harga dari kebunnya.
Andri mencontohkan harga cabai dipasar bisa mencapai Rp50 ribu, padahal jika melihat harga di petani tidak sebesar itu.
“Mungkin di pasar tinggi, tapi di petani belum tentu tinggi. Jadi informasi harganya di petani, misalnya harga cabai di Kecamatan Pangalengan berapa, harga kentang di Kecamatan Ciwidey berapa, harga sosin di Kecamatan Banjaran berapa,” tutur Andri.
Sebelum ada kebijakan, pemerintah diharapkan bisa mengajak petani untuk berdialog secara intensif. Karena, kata Andri, yang lebih mengetahui mengenai pasar dan kesulitan yang sering ditemui adalah para petani itu sendiri.
Tak hanya berdiskusi saja tapi apa yang menjadi hasil dari dialog itu, bisa diterapkan dan terus di update.
“Pertanian itu kan bukan hanya setahun sekali, misalnya sayuran itu kan setiap bulan bisa panen. Nah per sesi itu, petani harus terus diajak berdiaolog,” ujar Andri.
Andri mengungkapkan di sektor petanian ada satu istilah yaitu yang pasti itu adalah ketidakpastiannya.
Jadi para petani mengalami ketidakpastiaan harga, ketidakpastiaan pupuk, dan ketidakpastiaan bibit.
Padahal, jika keadaan seperti itu terus berlanjut hingga membuat para petani tidak mau menanam sayuran atau padi, maka krisis pangan bisa terjadi.
“Sekarang sebenarnya sudah mulai. Karena selain harga yang tidak pasti, tenaga kerja pun sekarang sulit. Meskipun kita negara agraris, tapi pemuda kita menempatkan petani sebagai pilihan terakhir,” katanya.
Kemudian, Andri menilai support dari pemerintah untuk petani juga masih kurang. Andri menjelaskan bahwa support dari pemerintah itu bukan hanya permodalan atau subsidi, tapi juga informasi tentang pertanian.
“Jadi petakan seluruh wilayah di Kabupaten Bandung, nanti di update, berapa yang tanam jagung, berapa yang tanam singkong, atau sayuran. Jika sudah terpetakan, baru nanti perencanaan wilayah mana, di klaster-klaster gitu, Ciwidey bagusnya tanam apa, dengan luas berapa hektar,” kata Andri.
Disinggung mengenai program pupuk bersubsidi, kata Andri, memang ada. Tapi jumlahnya tidak memenuhi kuota.
Menurut Andri, ada petani yang memiliki lahan sekitar dua hingga tiga hektar, tapi hanya diberikan pupuk bersubsidi sebanyak dua hingga tiga karung.
“Jadi jauh dari mencukupi. Jika menggunakan pupuk non subsidi maka biaya produksinya jadi mahal, dan juga harga pasca panennya yang tidak menentu,” ujar Andri.***
Editor: denkur