…
Peuyeum Bandung kamashur
Pangaosna teu luhur
Ku sadaya kagaleuh
Sepuh jeung murangkalih
…
DARA | LAGU tersebut sering diputar banyak radioa siaran, tahun 70-an. Penggalan bait lagu itu menggambarkan betapa termashurnya peuyeum (tape), makanan khas Bandung yang terbuat berbahan dasar singkong ini.
Ya, peuyeum. Hanya dengan dicampur ragi, melalui proses fermentasi, berubahlah singkong itu menjadi peuyeum. Makanan rakyat ini dulu mudah di dapat, selain di pasar, peuyeum juga banyak di jual dengan cara dipikul.
Pedagangnya banyak yang keluar-masuk gang, dengan pikulan khasnya, baik di kampung maupun di kota. Tapi sekarang, tampaknya peuyeum sudah menjadi makanan ekskusif, karena tak mudah mendapatkannya.
Seiring dengan perkembangan zaman, peuyeum kini hanya dijual di tempat-tempat tertentu, terutama di tempat penjualan oleh-oleh Bandung. Peyeum semakin terpinggirkan oleh serbuan makanan/cemilan yang tersaji dalam kemasan modern.
Di akawasan Bandung, tepatnya di kawasan Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Bandung Barat, kini masih ada warga yang menejuni makanan rumhaan ini, dan penjajanya pun masih tampak setiap hari setia melayani pembeli peuyeum.
Di sini peyeum dipajang dengan cara digantung, sementara di tempat lain, dengan cara disimpan dalam tempat khas dengan beralas daun pisang.
Meski bisa langsung dimakan setelah matang melalui proses ferementasi, peuyeum juga masih dapat diolah menjadi makanan lain. olahan paling gampang dengan cara menggorengnya, setelah diangkat dari wajan lalu ditaburi gula pasir. Rasanya, selain manis juga ada asam-asamnya, khas makanan hasil fermentasi.
Pada bulan Ramadan, peuyeum banyak dijadikan bahan dasar kolak, sebagai makanan pembuka shaum, atau takjil. Ini pun rasanya manis dan cirikhas rasa peuyeumnya tak hilang, manis-manis asam.
Sepanjang Jalan Raya Pamucatan hingga Jalan Raya Rajamandala pedagang peyeum (gantung) tampak berjejer, sasarannya adalah para pengguna jalan yang melintasi jalan tersebut. Tampilannya yang menarik, selain mengugah selera, juga membuat penasaran untuk melihat lebih dekat dan mencicipinya.
Dengan harga yang relatif terjangkau yakni Rp 15.000/kg para pengguna jalan yang berasal yang menghubungkan Bandung-Jakarta melalui jalur Cianjur ini, bisa membawa pulang peuyeum Bandung sebagai buah tangan.
Salah seorang pedagang peuyeum Bandung di Jalan Raya Cimerang yang biasa dipanggil Abah (55) mengatakan, dalam sehari ia bisa menjual barang dagangannya hingga satu kuintal, kalau sedang ramai pembeli. Tapi jika sepi, peuyeum yang terjual tak lebih dari 10 kilo gram.
“Kalo lagi rame,ya lumayan,” kata Abah, di kiosnya, Jalan Raya Cimerang, Kecamatan Cipatat, Sabtu (2/2/2019).
Ia menuturkan, penjualannya saat ini tergolong menurun drastis jika dibandingkan sebelum Tol Cipularang dibangun. Dulu, orang yang menuju/berlibur ke Bandung dari Jakarta, Bogor, dan kota lainnya pasti menggunakan jalur Cianjur yang melintasi kawasan Bandung Barat yakni Rajamandala, Cipatat, dan Padalarang.
“Sebelum ada tol Cipularang sehari bisa mencapai satu ton peuyeum,” ujar Abah yang memulai usahanya sejak 1982 itu.
Sama halnya dengan Abah, sejumlah produsen peuyeum di sana saat sekarang juga terkendala masalah ketersediaan bahan bakunya yakni singkong yang mulai sulit didapat. Betapa tidak, lahan yang selama ini digarap warga untuk menanam singkong banyak yang beralih fungsi dan beralih komoditas tanamannya. Al hasil, warga yang menanam singkong kini semakin langka.
Selain itu, alih fungsi lahan menjadi pemukiman juga menjadi salah satu faktor sulitnya bahan baku. “Kalau beli singkong dari daerah lain harganya bisa tiga kali lipat, kalau dari warga sini (Cimerang), harga per kilonya Rp 3.000,” ujar Abah.
Karena itu, ia berharap kepada Pemkab Kabupaten Bandung Barat bisa menyediakan bahan pokok pembuatan peuyeum Bandung (singkong) dengan harga yang terjangkau. “Kita kesulitan bahan baku,apalagi singkong dipanen setahun sekali.”***
Teks: Sukiya