Perhelatan akbar pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Bandung tidak lama lagi akan digelar. Berbagai baligho, spanduk, poster bahkan di media sosialpun sudah tersebar foto-foto bakal Calon Bupati/Wakil Bupati Bandung yang akan ikut bertarung dalam ajang lima tahunan tersebut.
DARA | BANDUNG – Reaksi masyarakat Kabupaten Bandung menyikapi hal tersebut pun beragam, ada yang antusias menyambutnya, ada juga yang cenderung apatis.
Tendi Yunan (40) warga Soreang mengaku sudah mengetahui akan diselenggarakannya pilkada Kabupaten Bandung,9 Desember 2020 mendatang. Namun ia mengaku tidak terlalu antusias karena selama ini ia bekerja di luar kota dan hanya pulang dua atau tiga bulan sekali ke Kabupaten Bandung.
“Tahu mau pemilihan bupati, tapi biasa aja sih, saya kan jarang ada disini, nanti pas pemilihan juga belum tahu bisa nyoblos atau enggak,” ujar Tendi, Kamis (6/8/2020).
Ia megatakan dirinya baru mengetahui para calon bupati melalui baligho yang tersebar di jalan-jalan raya. Namun, tidak mengenal mereka secara personal.
“Yang familiar itu Sahrul Gunawan dan istinya Pak Bupati, kalau yang lain sih nggak begitu tahu,” katanya.
Tendi berharap siapapun yang akan memimpin Kabupaten Bandung kedepan bisa membawa perubahan yang lebih baik lagi.
Sementara itu, seorang petani sayuran di Pangalengan, Suryani (45) mengatakan dirinya sudah mendengar akan adanya pemilihan bupati. Namun, belum tahu kapan pelaksanaannya. Ia hanya melihat banyak sekali spanduk dan poster para calon bupati di sepanjang jalan.
“Katanya mau pemilihan bupati, tapi nggak tahu kapan, saya kan keseharian di kebun kurang tahu berita. Tapi kalau setiap pemilihan mah ya pasti nyoblos,” ujarnya.
Perempuan paruh baya itu menyebutkan tidak mengenal para tokoh yang akan menjadi calon Bupati Bandung, meski sudah sering melihat fotonya di berbagai spanduk dan poster.
“Nggak kenal, katanya sih ada istrinya pak bupati sekarang yang dari Golkar. Tapi saya lihat poster Golkar juga banyak ya bukan ibu bupati saja, ada juga artis jin dan jun, itu sering lihat di TV, nggak taulah mau milih siapa,” sebutnya.
Melihat fenomena masyarakat yang terkesan apatis terhadap pemilihan kepala daerah tersebut, Sosiolog dari Unikom Bandung Dewi Kurniasih memandang itu sebagai hal yang biasa.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat seolah tak acuh terhadap pemilihan kepala daerah, diantaranya pendidikan politik di masyarakat yang masih rendah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan aksi masa bodoh terhadap pemilihan kepala daerah.
“Salah satu cara mengantisipasi ini harus ada sosialisasi yang masif dari pemerintah, nah saya melihat sebenarnya selama ini pemerintah sudah melakukan itu, namun karena beberapa kemdala seperti SDM, anggaran, waktu, dan karena sekarang situasi sedang pandemi sehingga belum bisa menyentuh ke lapisan masyarakat terbawah,” ujarnya.
Selain faktor tersebut, Dewi juga menyebut bahwa saat ini situasi ekonomi masyarakat sedang sulit sehingga mereka cenderung mengesampingkan untuk berfikir tentang pilkada. Masyarakat lebih mengutamakan bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dibandingkan harus memikirkan calon pemimpin daerah.
Namun demikian, ia masih optimis bahwa tingkat partisipasi masyarakat di pilkada Kabupaten Bandung mendatang masih akan tinggi. Dari hasil survey yang telah dilakukannya di 31 Kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung, menurut Dewi tingkat antusiasme publik justru cenderung tinggi jika dibandingkan pemilihan presiden dan legislatif tahun lalu.
“Tingkat partisipasi masyarakat diduga akan cukup tinggi di pilkada ini, walaupun tidak dapat dipungkiri yang golput pasti masih ada, tapi persentasenya tidak akan terlalu besarlah,” katanya.
Di Kabupaten Bandung sendiri, Dewi menilai potensi konfliknya sangat minim karena komponen-komponen masyarakatnya begitu ramah sehingga tidak pernah ada gejolak yang besar. Dalam menghadapi pilkada, situasinya pun terasa lebih adem dibandingkan perilaku masyarakat di daerah lain di Provinsi Jawa Barat. Disisi lain, seluas apapun wilayah geografis dan sebanyak apapun jumlah penduduknya, pemerintah selalu bisa merangkulnya, dan itulah uang terpenting.
“Intinya kita sebagai orang yang tinggal di Kabupaten Bandung bisa reugreug, potensi konflik yang ada selalu undercontroll,” pungkasnya.***
Editor: denkur