Pola kemitraan dalam pertanian, adalah dibangunnya jalinan sinergitas antara petani, perusahaan dan perbankan. Begitu kata Bupati Bandung Dadang Supriatna saat penanaman perdana bibit jagung hibrida Desa Cikasungka Cikancung, Senin (4/5/2021).
DARA – “Hari ini perdana untuk penanaman bibit jagung hibrida. Luasnya kurang lebih 3.000 hektar dengan pola kemitraan, yaitu bekerjasama dengan bank dan perusahaan. Dengan pola ini petani tidak bingung lagi masalah permodalan, termasuk marketing atau pemasarannya pasca masa panen,” ujar Bupati Dadang Supriatna.
Dengan pola itu, tutur bupati, semua sudah disiapkan sejak awal. Mulai dari proses penanaman, pemeliharaan, hingga pihak mana yang akan menampung hasil panen.
Risiko kerugian dari pihak petani dapat diminimalisir, meningkatkan hasil produksi dan otomatis menambah penghasilan, sehingga para petani lebih sejahtera.
“Pola kemitraan ini tidak terbatas pada jagung saja, tapi bisa juga pada kedelai, padi dan umbi-umbian. Dan pola ini sangat bisa dilakukan di wilayah lain. Kita akan dukung, kita kawal dan pantau perkembangannya minimal satu bulan sekali, bagaimana kelanjutan dan hasil produksinya,” kata Kang DS, panggilan akrab bupati.
Adanya pola kemitraan ini, bagi Kang DS, menjadi harapan bagi keberlangsungan eksistensi petani di Kabupaten Bandung. Bahkan tidak hanya orang tua saja, pola yang sangat menguntungkan ini akan menarik munculnya petani-petani milenial.
“Dengan keuntungan yang menjanjikan, pola kemitraan ini akan menjadi magnet bagi kaum milenial untuk terjun di dunia pertanian. Terutama dari aspek pemasaran digital hasil taninya. Tidak terbatas pada komoditas tani saja, Insyaa Allah di Cikancung juga kita akan launching ternak dengan sistim pola kandang apartemen,” tutu Kang DS.
Sementara Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Kabupaten Bandung A. Tisna Umaran menjelaskan, meskipun di luar musim atau off season, penanaman hari itu merupakan kesanggupan dari para petani Cikasungka.
“Ada kesanggupan dari kelompok tani untuk ceboran, sebagai bentuk memulai. Karena saya dengar ini ada yang membiayai, juga ada yang menampung. Pola seperti itu saya pikir sangat baik karena intinya pertanian itu kan bisnis, bukan hanya kegiatan bercocok tanamnya,” ujar Kadistan.
Dalam usaha pertanian, urai Tisna Umaran, harus sampai pada akhir dari proses produksi yaitu penjualan. Bila penjualan menguntungkan, tentu akan menjadi bahan bagi para petani untuk terus berproduksi .
“Kalau harganya belum bisa ditentukan, kemudian petani didorong untuk menanam, nanti akan kembali lagi bagaimana pada saat panen itu harga bisa diterima petani. Saya pikir pola seperti ini harus dikembangkan, harus kita dampingi. Jangan sampai program awalnya bagus, tapi dalam pelaksanaannya kurang maksimal,” imbuhnya.
Kabupaten Bandung, tambah Tisna, sempat mendeklarasikan sebagai Kabupaten Jagung Indonesia. Dengan luasan lahan 15.000 hektar, dalam musim puncaknya bisa menyalurkan hingga 400 ton per hari.
Tidak hanya dari Kabupaten Bandung, penjualan juga datang dari daerah lain bahkan hingga Lampung. Mereka, terangnya, menjual produk ke korporasi petani jagung yang berpusat di Ciaro Kecamatan Nagreg.
Jika dilihat dari pertanamannya, pandang Tisna, Nagreg, Cikancung danCicalengka merupakan sentra jagung. Penanaman di wilayah itu dilakukan sepanjang musim. Rutinitas petani dalam menanam disebabkan karena bagusnya harga jual.
“Jadi secara umum pemasaran jagung itu tidak sulit. Selain itu, kalau melihat data di bulog, bulog selalu mengalami kesulitan untuk pengadaan jagung nasional, khususnya dari Kabupaten Bandung. Karena harga yang didapat di Kabupaten Bandung itu selalu lebih tinggi dari patokan harga pembelian pemerintah (HPP). Di mana HPP untuk jagung 3.150, nah kalau di kita harganya selalu di atas itu. Sehingga dari aspek bisnis, budidaya dan bisnis jagung di Kabupaten Bandung itu menguntungkan,” ujar Tisna.***
Editor: denkur